Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Tangguhkan Penahanan Dua Bocah Pencuri Tebu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

bocahBocah Penggondol Isi Kotak Amal Dikirim ke Lapas

SEMPU – Kapolsek Sempu AKP Toha Choiri akhirnya menangguhkan penahanan dua bocah pencuri dua batang tebu kemarin (12/11). Dua siswa SMP Muhammadiyah VII Sempu tersebut, HD, 14, dan AS, 14, akhirnya bisa pulang ke rumah. Penangguhan penahanan terhadap dua siswa asal Desa Temuasri itu dilakukan setelah pihak keluarga kedua bocah tersebut menyampaikan permohonan surat penangguhan penahan kepada penyidik.

Selain itu, pihak keluarga kedua bocah tersebut juga telah melakukan pertemuan dan di mediasi tiga pilar desa, yaitu Babinkamtibmas, Babinsa, dan Pemerintah Desa Temuasri. “Mediasi tersebut juga disaksikan Forum Pimpinan Kecamatan Sempu,” kata Kapolsek Sempu AKP Toha Choiri. Kapolsek Toha menuturkan, dalam mediasi tersebut, pihak orang tua HD dan HS menyampaikan permohonan maaf kepada pemilik tebu, yaitu Sipu, yang juga tetangganya.

“Pihak korban (pemilik tebu, Red) juga sudah memaafkan,” tuturnya. Karena sudah saling memaafkan dan pihak keluarga HD dan AS sudah mengajukan penangguhan penahanan, akhirnya Kapolsek Sempu mengabulkan permohonan penangguhan penahanan ter sebut. Meski sudah mengeluarkan dua bocah tersebut dari ruang tahanan, Kapolsek Toha tetap bersikukuh proses hukum kedua bocah tersebut masih terus dilanjutkan. “Nanti hasil mediasi dan penangguhan penahanan tersebut jadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman,” ujarnya.

Sementara itu, berbeda dengan HD dan AS, tersangka pencuri kotak amal, yaitu AP, 14, asal Kecamatan Glenmore, justru langsung dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi Kapolsek Toha beralasan, penahanan AP tidak ditangguh kan karena memang orang tua nya tidak mengajukan permohonan. Selain itu, berkas per kara kasus itu sudah di nyatakan P21 alias lengkap. “Anaknya sudah kita kirim ke lapas, karena berkasnya sudah P21,” pungkasnya.

Nah, penangguhan pe nahanan tersebut ternyata masih belum memuaskan pena sihat hukum AD dan AS, Mis nadi SH. Dalam legal opinion yang disusun, Misnadi me nyebut penyidik polsek yang me nangani perkara itu tidak mengindahkan klausul-klausul pasal dalam Undang-Undang (UU) RI No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. “Penyidik menafi kan UU No. 11 Tahun 2012,” katanya. Pasal 7 UU No. 11 Tahun 2012 itu, terang Misnadi mewajibkan di lakukan pengalihan penye lesaian perkara anak dari proses pe radilan pidana ke proses di luar peradilan pidana atau di versi.

“Aturannya ini sudah je las, jadi klien kami tidak bisa dipidanakan,” cetusnya. Misnadi mengingatkan, dalam Pasal 9 ayat 2 UU RI No. 11 Tahun 2012 itu juga diatur bahwa diversi tidak perlu atau tidak harus mendapat persetujuan pihak korban. Sebab, nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi. “Dua tebu yang diambil itu berapa sih nilainya,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi kemarin. Berdasar hukum yang itu, lanjut Minadi, maka ke dua kliennya yang sudah di pulangkan polsek itu se harusnya bukan hanya di tangguhkan penahanannya.

Kliennya harus diproses di luar pi dana dan dibebaskan dari segala tuduhan.”Kami sudah menyampaikan UU RI No. 11 Tahun 2012 ini, tapi nyatanya tetap tidak ditanggapi,” tegasnya. Pembebasan kedua kliennya dari jeratan hukum pidana, sebut Misnadi, selain dari dasar UU RI Nomor 11 Tahun 2012 itu juga pertimbangan kerugian korban yang tidak seberapa. Perbuatan kedua klien nya masih dalam tataran bisa dimaafkan karena usianya masih anak-anak. “Klien kami juga masih berstatus pelajar,” cetusnya.

Sementara itu, peristiwa itu juga mengundang reaksi pemerhati hukum di Banyuwangi. Salah satunya datang dari advokat Tedjo Rifa’i SH dan R. Wishnu Radjasa SH. Mereka menyatakan sikap bahwa berdasar Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP, maka perkara tersebut se mestinya merupakan tindak pidana ringan (tipiring) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364 KUHP.

Tedjo dan Wisnu menegaskan, proses hukum terhadap pidana anak harus tunduk dan patuh terhadap Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang me ngatur keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mu lai tahap penyelidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. “Bahwa kami sangat me nyesalkan penahanan HD, AS, dan AP oleh Kepolisian Ne gara RI Sektor Sempu Resor Banyuwangi,” tandasnya da lam siaran pers yang dikirim ke Kantor Jawa Pos Radar Banyu wangi biro Genteng sore kemarin.

Tedjo dan Wisnu menjelaskan, setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak tidak di tangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf g UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Bahwa sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi yang bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

“Bahwa di versi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana,” sebutnya. Tedjo menambahkan, penyidik wajib mengupayakan di versi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan proses diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi sebagaimana diatur Pasal 29 UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.

Selain itu, dalam Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak juga disebutkan bahwa penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/ atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Dengan beberapa dasar pertimbangan tersebut, Tedjo dan Wsinu menyatakan menyesalkan tindakan penahanan terhadap HD, AS, dan AP.

“Kami minta kepada Penyidik Kepolisian Negara RI Sektor Sempu untuk melakukan di versi semaksimal mungkin se bagaimana amanat UU No. 11 Tahun 2012 tentang sis tem peradilan pidana anak,” pungkas Tedjo yang juga wakil ke tua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum PCNU Banyuwangi itu. Seperti diberitakan kemarin, HD dan AS ditahan polisi hanya gara-gara mencuri dua batang tebu milik tetangganya.

Ceritanya, HD dan AS mencuri dua batang tebu milik Sipu. Namun, saat mengambil dua batang tebu tersebut, mereka ketahuan si pemilik dan langsung ditangkap. Setelah itu, keduanya diserahkan ke Mapolsek Sempu untuk menjalani proses hukum. Parahnya, selama beberapa hari mendekam di ruang tahanan Mapolsek Sempu, kedua bocah tersebut berada dalam satu sel dengan para tahanan dewasa. (radar)