Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Tiada Jalan, Turun Tebing dengan Alat Seadanya

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
BESAR: Panorama grojogan besar di Desa Segobang, Kecamatan Licin.| LEBIH TINGGI: Air terjun lain di sisi timur Desa Segobang, Keca- mat an Licin, Banyuwangi ini tak kalah menarik.

Perbukitan di Desa Segobang, Kecamatan Licin, Banyuwangi, tak hanya dikenal memiliki view lereng Gunung Ijen yang menawan. Kawasan tersebut ternyata juga memiliki beberapa air terjun alami yang sangat eksotik.
-BAYU SAKSONO, Licin-

SUDAH hampir empat bulan lamanya kawasan wisata Gunung Ijen ditutup untuk umum. Kebijakan itu diambil karena aktivitas vulkanik gunung tersebut meningkat. Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan status Gunung Ijen berada pada level III (siaga).

Selain peningkatan gempa, suhu air kawah gunung terebut juga meningkat. Yang patut diwaspadai, muncul gas beracun yang membahayakan manusia. Akibatnya, bukan hanya wisatawan yang dilarang mendaki gunung yang kaldera-nya termasuk yang paling luas di dunia itu, ratusan penambang yang mengandalkan muntahan belerang dari kawah gunung tersebut pun terpaksa gigit jari.

Saya juga termasuk yang paling rindu mendaki Gunung Ijen kembali. Beberapa tahun terakhir, saya setidaknya setahun sekali mendaki gunung di perbatasan Banyuwangi-Bondowoso tersebut. Namun, rupanya bukan hanya saya yang tak sabar mengunjungi gunung tersebut. Beberapa rekan dari berbagai daerah juga merasakan hal yang sama. Seperti yang disampaikan Satrio Arief Wicaksono, 22, seorang mahasiswa asal Palembang. ‘’Sayang sekali tak bisa ke sana,’’ ujarnya.

Bahkan, banyak pula turis mancanegara yang kecewa karena tak bisa mengunjungi kawah Gunung Ijen. Seperti yang dirasakan Robert Peter Riley, 32, turis asal Ilkeston, Nottingham, Inggris. ‘’Saya datang ke Indonesia kali ini sudah mendaki Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Bromo, dan Gunung Batur. Sangat disayangkan karena saya tak bisa mendaki Gunung Ijen,’’ katanya dalam Bahasa Inggris.

Untuk mengobati rasa kecewa, Robert tetap berjalan-jalan di sekitar lereng Gunung Ijen. Yang dia kunjungi adalah waterfall di Desa Segobang. Selama ini, air terjun di daerah tersebut jarang dikunjungi warga. Salah satu penyebabnya, belum ada akses jalan yang memadai menuju lokasi tersebut. ‘’Sebenarnya wisata air terjun di sini sangat potensial. Namun, kendalanya belum ada jalan menuju lokasi tersebut,’’ ujar Muliha, warga Desa Segobang.

Sejatinya, ada beberapa jalur alternatif menuju air terjun tersebut. Namun, semua jalur harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 30 menit. Titik terdekat yang bisa dijangkau kendaraan roda empat dan sepeda motor berjarak dua kilometer lebih dari air terjun. Dari pertigaan tong di Desa Segobang, kita bisa berbelok ke timur sekitar satu kilometer.

Selanjutnya, akan ada lagi persimpangan kecil. Nah, dari situ kita belok ke selatan dan mengikuti jalan tersebut hingga belokan ke timur sejauh 300 meter. Begitu ada jalan yang agak lebar di depan toko dan bekas pasar dadakan, di sanalah kendaraan diparkir. Di lokasi parkir itu ada jalan setapak ke arah selatan. Di sana sama sekali tidak ada tulisan atau petunjuk arah menuju air terjun. Namun, kita bisa mengandalkan warga setempat untuk minta penjelasan petunjuk arah menuju grojogan (air terjun).

Dari jalan setapak yang menurun di kawasan persawahan itulah perjalanan hiking dimulai. Kita akan menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah bertingkat atau teras siring. Sesekali ada bukit dengan tanaman khas hutan tropis di tepi sungai. Jalannya pun berkelok-kelok dengan ramai iringan kicau burung dan suara serangga. Sesekali terdengar suara gemuruh kiling (baling-baling bambu berukuran besar) yang dipasang warga di pucuk pohon. Raungan suara propeler itu menderu mirip suara pesawat yang akan tinggal landas.

Sepanjang jalan, kita akan menyeberangi dua sungai kecil dengan titian bambu. Untuk menyeberangi sungai itu, kita harus melangkah tanpa ragu tapi tetap hati-hati. Sebab, bila terpeleset sedikit, kita bisa jatuh terjungkal menghantam bebatuan di sungai tersebut. Meski jalannya berkelok-kelok dan naik-turun, tapi sesekali kita akan berpapasan dengan petani setempat. Kita bisa menanyakan arah air terjun kepada mereka.

Setelah melintasi dua bukit kecil dan menyeberangi dua sungai, kita akan melewati hamparan sawah terassiring kembali. Nah, pada sungai yang ketiga setelah terassiring tersebut, kita akan kembali mendengar aliran sungai. Di sungai itulah grojogan itu berada. Deru air yang menghunjam di air terjun tersebut terdengar dari jarak beberapa ratus meter. Kita tinggal mencari sendiri jalan turun ke sungai di kawasan air terjun tersebut.

Namun, menuruni tebing itu bukan hal yang mudah. Sebab, selain memiliki kemiringan cukup tajam, kondisi tanah di kawasan tersebut licin. Apalagi, titik-titik air percikan air terjun yang lembut membuat tanah di kawasan tersebut subur ditumbuhi lumut yang licin. Dengan peralatan seadanya, kita akhirnya bisa mencapai sungai dan menikmati segarnya air terjun. Kita juga bisa mandi dan bermain air di grojogan tersebut.

Meski air menghunjam deras dari atas, tapi kedalaman air di sekitar air terjun tersebut tidak melebihi 1,5 meter. Untuk orang dewasa, kedalaman tersebut relatif aman untuk berenang. Situasi segar dan pemandangan yang menarik serta alami bisa mengobati rasa lelah setelah berjalan kaki menyusuri beberapa tanjakan di jalan setapak. ‘’Ini lumayan bagus,’’ ujar Robert Riley, lajang bergelar master accounting yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Korea Selatan itu.

Meski gagal naik Ijen, tapi pemandangan persawahan terasiring di Desa Segobang dan air terjun yang masih alami itu bisa mengobati kekecewaan Robert. Bahkan, dia ingin kembali lagi ke sini suatu saat nanti. ‘’It was a surf I will never forget, and hope to return one day,’’ ujar lelaki yang akrab disapa Rob itu. Sementara itu, grojogan besar itu bukanlah satu-satunya waterfall di Desa Segobang. Berjarak sekitar satu kilometer ke arah timur laut dari lokasi pertama, terdapat pula air terjun yang tak kalah eksotis.

Untuk menuju lokasi kedua tersebut, kita harus kembali menyusuri pematang sawah. Setelah melewati hamparan sawah, kita akan turun ke aliran sungai yang berbeda dengan aliran grojogan besar sebelumnya. Lagi-lagi, untuk menuju sungai tersebut kita harus menuruni tebing yang cukup licin dengan derajat kemiringan yang tajam. Kali ini, kawasan di bawah air terjun tersebut mungkin kurang nyaman untuk berenang. Banyak bebatuan, dan kedalaman airnya belum sempat kami ukur. Meski begitu, pemandangan air terjun yang satu ini tak kalah eksotik.

Walaupun debit air tak sedahsyat air terjun sebelumnya, tapi waterfall yang satu ini jauh lebih tinggi. Mungkin ketinggian air terjunnya melebihi 15 meter, atau bahkan 20 meter. Selain itu, beberapa turis asing juga pernah mengunjungi lokasi yang masih “perawan” itu. ‘’Pemandangan yang bagus. Saya suka ini,’’ ujar Fabio Vecchiolli, 40, warga Italia yang juga mengalihkan kunjungan dari Gunung Ijen ke Desa Segobang. (radar)