Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Yunus dkk Ajukan Penangguhan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Lima bulan berada di tahanan, ternyata membuat Muhamad Yunus Wahyudi, 41, bersama enam temannya yang menjadi terdakwa kasus illegal logging tidak betah. Mereka mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim yang menyidangkannya di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi kemarin (22/7).

Surat pengajuan penangguhan disampaikan pengacaranya, Laurens A. Kudubun SH dan Damiaan Henan SH, saat sidang lanjutan di ruang utama Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi kemarin. “Maaf, Pak Hakim. Bagaimana dengan pengajuan penahanan kami,” tanya Yunus Wahyudi saat sidang akan ditutup. Menanggapi pertanyaan itu, ketua majelis hakim Siyoto SH yang didampingi dua anggota Jamuji SH dan Imam Santoso SH mengaku belum menerima surat pengajuan penangguhan penahanan itu.

“Kami baru menerima suratnya hari ini. akan kami rapatkan,” kata Siyoto SH setelah disodori surat pengajuan penangguhan oleh pengacara terdakwa. Sidang lanjutan dengan terdakwa tujuh orang itu agendanya adalah eksepsi (keberatan) dari penasihat hukum terdakwa atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Elseus Salakory SH. “Dakwaan yang dibacakan dalam persidangan tidak jelas dan kabur, sehingga surat dakwaan itu batal
demi hukum,” kata Laurens A. Kudubun SH selaku penasihat hukum terdakwa.

Menurut Laurens, jaksa telah memaksakan kehendak dan membawa para terdakwa dalam forum persidangan ini, dan diminta mempertanggungjawabkan perbuatan yang sama sekali bukan perbuatan pidana.”Tidak ada bukti yang sah dalam berkas, yang bisa dijadikan dasar pelapor,” ujarnya. Bukti lain dakwaan yang dibuat kabur dan tidak jelas, lanjut Laurens, penetapan Lulut Widi Hardiyanto dan M. Imron.

Kedua terdakwa tidak terlibat perkara tersebut. “Lulut itu sopir pribadi terdakwa Yunus, sedang Imron tamu yang kebetulan sedang ada bisnis pribadi dengan Yunus,” katanya. Laurens dalam eksepsinya juga menyebut, dalam berkas tidak tampak dan tidak ada bukti dasar yang memperlihatkan lokasi hutan Petak 66 H, RPH Selogiri, BKPH Ketapang, KPH Perhutani Banyuwangi Utara, sebagai kawasan hutan milik negara.

“Penamaan lokasi hutan itu hanya akal-akalan yang diciptakan Perhutani,” tudingnya. Karena dakwaan yang disampaikan jaksa dianggap kabur dan tidak jelas, penasihat hukum terdakwa mohon majelis hakim menerima dan mengabulkan eksepsi para terdakwa, dan memerintahkan jaksa untuk mengeluarkan para terdakwa dari rumah tahanan negara atau lembaga pemasyarakatan. “Memulihkan hak-hak, martabat, harkat, dan kedudukan para terdakwa, sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pintanya. (radar)