PESANGGARAN – Puluhan warga Kampung Baru, Lampon, Dusun Ringinsari, Desa/Kecamatan Pesanggaran, menggelar aksi turun jalan kemarin siang (16/8). Mereka memprotes kebijakan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Marnir 7, Lampon, yang menutup sejumlah akses.
Dalam aksi itu, warga yang hampir semua merupakan nelayan itu mengusung poster. Sejumlah poster yang dibawa warga itu, diantaranya bertulis “Tahun 1927 Nenek Moyang Kami Sudah di Sini, Mengapa Kau Rampas Hak Hidup Kami, Kami Putra Daerah Lampon, dan Jangan Kebiri Kemerdekaan Kami”.
Selain poster, warga juga membentangkan spanduk di tengah jalan menuju markas Puslatpur Marinir 7, Lampon. Isi spanduk itu, “Evaluasi Kebijakanmu!!! Pak Komandan??? Kenapa Kau Persempit Wilayah Kami”.
Aksi protes yang dilakukan warga itu dipicu kebijakan Puslatpur Marinir 7, Lampon, yang dianggap melarang warga melintas di beberapa titik. Padahal, di antara titik itu adalah jalan. “Jalan menuju tempat sandar perahu tidak boleh dilewati, jadi kami sulit ke tempat perahu,” cetus Agus, salah satu warga.
Warga yang semula berniat berjalan menuju markas Puslatpur Marinir 7, Lampon, itu akhirnya terhenti setelah salah satu tokoh masyarakat, Paeno, 46, menemui para nelayan. “Sudah sampean ini maunya apa?” tanya Paeno.
Mendapat pertanyaan itu, warga secara bersahutan menyampaikan perasaan tidak puas terhadap kebijakan komandan Puslatpur Marinir. Warga meminta aturan yang melarang beberapa titik dilewati warga itu dievaluasi. “Intinya kita tidak setuju dengan kebijakan Rony Purba (Komandan Puslatpur Marinir 7, Lampon),” kata warga bersahutan.
Kepada warga, Paeno mengakui masyarakat sudah mendiami lokasi sekitar Pantai Lampon sejak tahun 1927. “Kita sudah menduduki wilayah Lampon ini, terutama kakek-kakek kita, sejak tahun 1927,” ucapnya sambil mengajak warga bubar dan aspirasinya akan disampaikan kepada pimpinan Puslatpur Marinir.
Sementara itu, Komandan Puslatpur Marinir 7, Lampon, Mayor (Mar) Ronny Antonius Purba, melalui Perwira Staf dan Administrasi, Mayor (Mar) Suhartoyo, mengatakan saat ini memang ada sedikit pembatasan daerah. Tetapi, langkah itu dilakukan semata-mata demi keselamatan warga sekitar.
Selain itu, juga untuk menjaga keamanan logistik militer, seperti senjata, amunisi, dan perlengkapan militer lain. “Karena di dalam ada barak, ada gedung angkutan, dan ada gudang senjata,” jelasnya. Pelarangan melintasi jalan di belakang markas, jelas dia, itu untuk mengurangi risiko apabila ada kejadian yang tidak diinginkan. Tidak hanya warga, para pemancing yang sering mencari ikan di sungai belakang markas juga dilarang.
“Memancing di belakang (markas) itu tidak boleh, kalau di depan boleh. Kalau ada kecelakaan bisa memantau,” dalihnya. Di samping itu, penerapan aturan itu untuk menyambut kegiatan latihan bersama dengan pasukan khusus Angkatan Darat Amerika atau United States Army Special Forces yang akan dilaksanakan Agustus 2016 ini.
“Ini juga akan ada latihan bersama Green Baret,” jelasnya. Menanggapi protes warga itu, Suhartoyo mengaku telah menyiapkan jalur alternatif yang bisa dilintasi warga dari rumah menuju tempat perahu sandar. Jalur itu melewati depan musala di sebelah barat markas.
“Itu jalan lewat musala ke kiri,” ucapnya. Wakil Komandan Detasemen Intel Antiteror, Puslatpur Marinir 7, Lampon, Kapten (Mar) Venny T. Wuaten, mengaku akan menyampaikan semua keinginan warga itu kepada pimpinannya yang kini sedang berada di luar kota.
”Terkait keinginan masyarakat seperti apa, nanti kebijakannya ada di tangan beliau (Komandan Puslatpur Marinir). Kita hanya mengusulkan,” ucapnya. Venny berjanji, ke depan akan lebih melibatkan warga sekitar markas Puslatpur Marinir 7 sebelum membuat kebijakan yang berkaitan dengan masyarakat.
“Dalam mengambil kebijakan apa pun, khususnya di sini, kita akan berkoordinasi dengan warga,” ucapnya. (radar)