Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

PSK Berjilbab Turun Jalan

PAKAI JILBAB: Pendemo long march dari kampus Untag Banyuwangi menuju kantor pemkab lalu dilanjutkan ke kantor DPRD.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PAKAI JILBAB: Pendemo long march dari kampus Untag Banyuwangi menuju kantor pemkab lalu dilanjutkan ke kantor DPRD.

BANYUWANGI – Langkah Pemkab Banyuwangi yang didukung ormas Islam menutup tiga lokalisasi pekerja seks komersial (PSK) di Bumi Blambangan menemui rintangan. Kemarin, ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Peduli Rakyat Banyuwangi (GPRB) turun ke jalan. Mereka menuntut pemkab membatalkan kebijakan penutupan lokalisasi tersebut.

Dalam aksinya, massa melakukan long marchdari pertigaan Jalan Raya Adi Sucipto, depan Kampus Untag Banyuwangi, menuju Jalan Raya Ahmad Yani. Tepat di depan kantor bupati, massa menggelar orasi. Spanduk dan poster bernada penolakan penutupan lokalisasi mereka bentangkan. Menariknya, sebagian PSK dan mucikari yang ikut demo kemarin ada yang mengenakan jilbab.

Sampai di pemkab, sepuluh perwakilan pendemo diizinkan masuk ke kantor pemkab untuk berdialog dengan Asisten Kesejahteraan Rakyat, Suhartoyo Hadir juga asisten Pemerintahan, Abdullah; Kepala BPMPD, Peni Handayani; Kepala Dinas Sosial, Te naga Kerja, dan Transmigrasi, Iskandar Azis; dan Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes), Waluyo.

Dikonfirmasi usai berdialog dengan perwakilan pendemo, Suhartoyo menampik pemkab telah melakukan penutupan lokalisasi. “Tidak ada penutupan karena lokalisasi-lokalisasi itu ilegal, tidak ada izinnya. Kalau ilegal kenapa harus kita tutup. Karena itu, kami ha nya menghentikan aktivitas prostitusi di lokalisasi-lokalisasi ter sebut,” terangnya. Suhartoyo juga membantah pemkab tebang pilih dalam melakukan pemberdayaan para PSK dan mucikari.

Sebab, selain sudah menggelar pelatihan keterampilan jahit-menjahit dan tata rias di Lokalisasi Sum berloh, Kecamatan Si ngo juruh; Gempol Porong, Kecamatan Clu ring; dan Lokalisasi Pakem di Kecamatan Banyuwangi; pemkab kini juga sedang menunggu bantuan dari pusat untuk 130-an PSK yang bersedia alih profesi. Masing-masing PSK akan mendapat bantuan senilai Rp 3 juta.

Masih menurut Suhartoyo, pemkab sebenarnya sudah melakukan pembinaan dan sosialisasi melalui kecamatan-kecamatan sebelum melakukan penghentian aktivitas prostitusi di beberapa lokalisasi tersebut. “Kita akan menghentikan operasional lokalisasi secara bertahap, setelah itu kita beri ruang untuk ditata. Itu juga kehendak masyarakat,” ungkapnya.

 Sementara itu, Kepala Tata Usaha (TU) Satpol PP, Agus  Wahyudi mengatakan, sejak sebelum Ramadan hingga saat ini pihaknya sudah memasang plang penghentian aktivitas prostitusi di tiga lokalisasi di Bumi Blambangan, di antaranya Lokalisasi Padang Pasir, Kecamatan Rogojampi; Klopoan di Kecamatan Sempu; dan Lokalisasi Ringin Telu di Kecamatan Bangorejo.

 Agus menjelaskan, penghen tian aktivitas prostitu tersebut dilakukan berdasar kesepakatan forum pimpinan daerah (forpimda). Selain itu, juga didorong surat usul dari masyarakat agar lokalisasi di sekitar lingkungan mereka ditutup. “Penghentian aktivitas prostitusi itu juga berdasar Perda (Peraturan Dearah) No. 6 Tahun 2007 tentang penyebaran HIV/AIDS,” pungkasnya.

Sementara itu, usai menggelar unjuk rasa di depan kantor bupati, rombongan demonstran melanjutkan long march ke kantor DPRD. Berbeda dengan aksi sebelumnya, di kan tor DPRD ratusan massa di perkenankan memasuki kompleks gedung dewan. Di kantor wakil rakyat tersebut mereka langsung menggelar spanduk dan poster sekaligus mengadakan orasi penolakan terhadap penutupan lokalisasi.

Kepada wartawan koran ini, Siti, salah satu PSK yang beroperasi di lokalisasi Padang Pasir, Kecamatan Rogojampi mengatakan, sebelum lokalisasi di tutup, seharusnya dia dan rekan rekannya diberi pekerjaan yang layak oleh pemkab. Nyatanya, lokalisasi ditutup tanpa ada upaya pemberdayaan bagi para PSK dan mucikari yang beroperasi.

Menurut Siti, penutupan lokalisasi yang dilakukan secara sepihak dan terkesan dipaksakan tersebut sangat memberatkan hidupnya. “Padahal, kami butuh uang untuk biaya sekolah anak. Anak saya masih kecil. Saya tidak ingin dia menjadi pelacur. Setelah lo kalisasi tempat saya bekerja di tutup, anak saya terpaksa tidak bersekolah karena tidak ada biaya,” ujarnya seraya terisak.

 Sesaat kemudian, beberapa perwakilan pendemo berdialog dengan dua Wakil Ketua DPRD, yakni Djoni Subagiyo dan Adil Achmadiono, beserta tiga anggota dewan di ruang rapat komisi III. Kepada wakil mereka yang duduk di kursi parlemen, perwakilan pendemo meminta aspirasinya disalurkan. “Kami meminta DPRD menyampaikan permintaan kami kepada eksekutif agar penutupan lokalisasi ditinjau ulang,” ujar Endras, koordinator pendemo. (radar)

Kata kunci yang digunakan :