Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Antisipasi Penyimpangan, Kajari Kumpulkan Ratusan Kepala Desa di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
(dari kiri) Kasi Intelijen Ristopo, Ketua Askab, Agus Tarmldi, Kajari AAS. Adyana dan G. Haryono usai sosialisasi TP4D di kantor Kejaksaan Negeri Banyuwangi, kemarin (24/3).

Dana Desa jangan Dikorupsi

BANYUWANGI – Pemanfaatan dana desa yang rawan diselewengkan menjadi perhatian serius dari Kejaksaan Negeri Banyuwangi. Untuk mengantisipasi munculnya penyelewengan, kemarin (21/8) Korps Adyaksa mengumpulkan seluruh kepala desa di Banyuwangi. Para kades diminta untuk lebih hati-hati mengelola dana desa.

Seruan ini disampaikan Kajari Anak Agung Sayang (AAS) Adyana di hadapan ratusan kepala desa di halaman kantor Kejari Banyuwangi Jl. Jaksa Agung suprapto, kemarin. “Biar tidak terjerat kasus hukum, para kepala desa kami minta untuk lebih hati-hati mengelola dana desa. Dalam melaksanakan kegiatan di desanya harus mengacu kepada APB-Des,” pinta Sayang Adyana di hadapan kepala desa.

Dalam kesempatan tersebut, orang nomor satu di Kejari Banyuwangi itu juga menyosialisasikan keberadaan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).

Dijelaskan, tugas TP4D untuk mengawal dan melakukan pembinaan terhadap pembangunan-pembangunan. “Kalau di lapangan ditemukan kendala, bisa konsultasi ke kami atau Askab (Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi),” imbuhnya.

TP4D dibentuk karena pemerintah pusat menginginkan agar bisa mencegah korupsi dana desa. Pada dasarnya DD dikucurkan untuk pembangunan desa, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Jauh sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti jajaran kejaksaan untuk mengawal dana desa.

“Jangan segan-segan dan tahu ke kejaksaan. Kami siap memberikan layanan dan konsultasi jika kades tidak tahu penggunaan dana desa,” tegas Kajari. Tugas TP4D adalah mengawal dan membina para kades untuk bisa mengatur dana desa.

“Jangan sampai dana tersebut di salahgunakan. Harapan kami, supaya tidak terjadi tindak pidana penggunaan anggaran dana desa, khususnya tindak pidana korupsi,” tegasnya. Lebih jauh Kajari menjelaskan, pihaknya tidak menilai sistem. Sebab, cara penggunaan dana desa tersebut terkait antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa.

“Sifatnya observasi. Jika diminta untuk mengawal, tim TP4D akan melakukan dengan baik atau akan langsung turun ke lapangan,” katanya. Jika nantinya ditemukan penyimpangan di lapangan, pihaknya tidak serta-merta untuk mengusutnya.

Kalau ditemukan penyimpangan di bawah Rp 50 juta, akan diusahakan untuk dikembalikan saja. Sebaliknya, kalau penyimpangannya di atas Rp 50 juta bisa langsung diproses hukum. “Sesuai Standar operasional Prosedur (SOP) kalau ditemukan penyimpangan Rp 50 juta ke bawah kita suruh dikembalikan saja. Yang terpenting adalah sinkronisasi sistem di pemda dengan sistem yang ada di desa agar bisa berjalan sama-sama,” tegasnya.

Sekadar diketahui, TP4D di Banyuwangi sudah terbentuk. Kehadiran TP4D untuk mengawal dan melakukan pembinaan terhadap pembangunan-pembangunan di pemerintahan. Kades dalam melaksanakan kegiatan di desa masing-masing harus mengacu APB-Des.

Kenyataan di lapangan, masih banyak di antara para kades yang berbeda sistem atau mekanisme dalam mengelola dana desa. “Sebetulnya kendala di lapangan tidak begitu parah. Banyak juga para kades sudah bisa mengatasi problem di lapangan terkait dana desa,” ujar Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Zen Kustolani.

Zen menjelaskan, terkait dengan satuan anggaran, biasanya desa menerima Rp 80 sampai Rp 100 juta, tetapi kenyataan desa hanya mendapat Rp 60 sampai Rp 70. Itu sudah berdasarkan asumsi anggaran yang ditetapkan oleh kabupaten.

“Pertemuan di kejaksaan seperti ini untuk mempersatukan pemikiran yang sama. Sehingga para kades paham mengapa anggaran hanya mendapatkan Rp 70 juta,” katanya. Terkait dengan pertanyaan para kades tentang adanya potongan-potongan dana desa, pihaknya akan mengkaji kembali.

“Seharusnya setiap belanja desa juga harus memasukkan anggaran PPN di dalamnya. Inilah kesulitan kami karena tidak semua kades paham mekanisme yang ada,” tandas Zen. (radar)