Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Arsitek dari Dalam dan Luar Negeri Ikuti Wisata Arsitektur Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Sebanyak 15 arsitek dari dalam dan luar negeri melakukan wisata arsitektur di Banyuwangi. Ke 15 arsitek itu berasal dari Kuala Lumpur, Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Para arsitek tersebut tertarik untuk mengetahui berbagai ruang publik di Banyuwangi yang dibangun dengan melibatkan sejumlah arsitek kondang, seperti Andra Matin, Adi Purnomo, Yori Antar, dan Budi Pradono.

Kedatangan para arsitek dalam dan luar negeri itu diinisiasi oleh Archinesia, sebuah penerbitan ternama khusus arsitektur. Selama tiga hari (7-9 Februari) para arsitek ini mengunjungi berbagai tempat ikonik Banyuwangi.

Lokasi yang dikunjungi antara lain Bandara Banyuwangi, Pendopo Kabupaten, Ruang Terbuka Hijau Sayu Wiwit, penginapan atlet, Grand Watu Dodol, hingga Kantor Pemkab Banyuwangi.

“Selamat datang di Banyuwangi. Kami di sini mengajak sejumlah arsitek untuk berkolaborasi membangun daerah, untuk mengoptimalkan fungsi produk infrastruktur baik secara fisik maupun non-fisiknya,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Sabtu (9/2/2019).

Pendekatan arsitektur yang berkonsep, jelas Anas, sangat penting untuk memastikan ruang publik yang dibangun dengan dana rakyat agar bisa berfungsi optimal.

“Bangunan harus bagus dari aspek teknis, tapi fungsinya juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Tidak semata-mata bangunan dalam arti fisik semata, tapi juga menjadi ruang berinteraksi, membangun keakraban, dan sebagainya,” ujar Anas yang pernah mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Keterlibatan arsitek di Banyuwangi terekam jelas, contohnya seperti bangunan Pendopo dan Taman Blambangan dirancang Adi Purnomo. Adapun Andra Matin adalah arsitek dari Bandara Banyuwangi, Terminal Pariwisata Terpadu, dan RTH Taman Sayuwiwit.

Yori Antar mendesain ruang terbuka hijau Kedayunan dan rest area di Ijen. Sedangkan Budi Prodono mendesain Stadion Diponegoro dan Lapangan Atletik GOR Tawangalun.

Banyuwangi juga mewajibkan bangunan baru berskala besar untuk memasukkan unsur budaya lokal dalam arsitekturnya, seperti hotel hingga gedung perkantoran.

“Ini upaya menitipkan kebudayaan kami agar lestari. Maka di Banyuwangi kita bisa melihat hotel berbintang memasukkan batik bermotif Gajah Oling dalam arsitekturnya, dan sebagainya,” paparnya.

Sementara itu, Chief Editor Archinesia Imelda Akmal mengatakan, tur arsitektur ini dilakukan sebagai ajang saling mencari inspirasi. Banyuwangi dinilai layak dikunjungi karena perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir diiringi dengan keterlibatan arsitek.

“Biasanya kami tur ke negara lain, namun di awal tahun ini secara khusus kami ajak ke Banyuwangi, dan banyak yang berminat ikut. Mereka tertarik karena banyak arsitek nasional yang terlibat di sini,” kata Imelda.

Selama ini, lanjut Imelda, jarang sekali arsitek dilibatkan dalam pembangunan daerah. Selain juga, dari faktor arsitek sendiri yang kerap enggan berurusan dengan urusan birokrasi.

“Tapi kami melihat di sini berbeda, justru bisa menjembatani masalah tersebut. Banyuwangi bisa mewujudkan bangunan sesuai desain yang diinginkan arsitek. Tak heran, banyak arsitek yang terlibat pembangunan di sini jadi happy. Padahal, arsitek yang terlibat di Banyuwangi masuk jajaran Top 10 di Indonesia,” katanya.

Salah satu peserta tur dari Kuala Lumpur, Mustofa Kamal mengaku kagum dengan berbagai desain arsitektur yang ditemui Banyuwangi.

“Sangat unik. Memiliki banyak karakteristik tradisional namun tetap modern,” kata Mustofa Kamal.