Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Asal-usul Nama Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

panggingKONON, dahulu wilayah ujung timur Pulau Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahan, dia dibantu patih yang gagah berani, arif, dan tampan, yakni Sidopekso. Patih Sidopekso memiliki istri berparas elok dan halus bahasanya, yakni Sri Tanjung.Keelokan wajah dan budi bahasa nan lembut membuat raja tergila-gila kepada istri sang patih.

Sang raja melakukan segala cara agar menggapai hasrat memiliki Sri Tanjung. Maka muncullah akal liciknya. Dia memerintah Patih Sidopekso menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai manusia. Dengan tegas dan gagah berani serta tanpa curiga, sang patih berangkat menjalankan titah Prabu Sulahkromo. Sepeninggal Patih Sidopekso, Prabu Sulahkromo berusaha merayu Sri Tanjung. Namun, bujuk rayu sang raja tidak membuahkan hasil.  

Sri Tanjung teguh pada pendiriannya. Dia tetap setia kepada sang suami. Gara-gara cintanya ditolak, sang raja berang. Ketika Patih Sidopekso kembali setelah menjalankan tugas, ia langsung menghadap sang raja. Akal busuk raja muncul, Prabu Sulahkromo memfitnah Sri Tanjung. Dia menyampaikan bahwa saat Sang Patih menjalankan titah meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan merayu serta bertindak serong dengan sang raja.

Tanpa berpikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui istrinya penuh kemarahan. Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur bahwa justru sang raja yang berusaha membujuknya, ternyata membuat hati Patih Sidopekso semakin panas. Bahkan, Sang Patih mengancam akan membunuh istri setianya itu. Patih Sidopekso pun menyeret Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun, sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, Sri Tanjung menyampaikan satu permintaan terakhir. 

Sebagai bukti kejujuran, kesucian, dan kesetiaan, dia rela dibunuh dan meminta jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu. Apabila darahnya membuat air sungai berbau busuk, maka dirinya telah berbuat serong. Tapi sebaliknya, jika air sungai berbau harum maka dia tidak bersalah. Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri. Dia segera menikamkan keris ke dada Sri Tanjung. Darah memancar dari tubuh Sri Tanjung. Sri Tanjung pun tewas.

Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai  banyu) dan sungai yang keruh itu berangsur-angsur jernih seperti kaca dan menyebarkan bau harum atau wangi. Patih Sidopekso terhuyunghuyung, jatuh, dan dia jadi linglung. Tanpa ia sadari, ia menjerit “Banyuwangi… Banyuwangi”. Dari situlah Patih Sidopekso sadar bahwa istrinya tidak berbohong. Sri Tanjung tidak berbuat serong dengan Prabu Sulahkromo. Nah, nama Banyuwangi terlahir dari kesetiaan seorang istri kepada suami.  

Kira-kira seperti itulah cerita pementasan bertajuk “Kemiren Art Performance” malam nanti. Legenda tersebut akan ditampilkan secara live di Desa Adat Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Agar mirip dengan latar aslinya, pergelaran tersebut akan dihelat di alam terbuka, tepatnya di tengah aliran Sungai Gulung, Dusun Siwuran, Desa Kemiren. Para pelaku yang terdiri atas masyarakat Desa Kemiren dan anggota sanggar-sanggar tari se-Banyuwangi telah berlatih agar dapat menyajikan penampilan terbaik sejak beberapa pekan lalu.

Selain itu, segala persiapan lain, mulai penyiapan panggung di sungai, obor, hingga selamatan meminta kepada Tuhan Yang Mahaesa supaya pergelaran berjalan lancar, telah dilaksanakan. Namun, sekadar tahu, pergelaran seni yang digabungkan dengan cerita rakyat tersebut tidak disajikan secara cuma-cuma seperti pertunjukan seni tradisional Banyuwangi selama ini. Untuk menyaksikan pertunjukan spektakuler itu, setiap penonton harus merogoh kocek Rp 100 ribu. 

Selain disuguhi tontonan apik, dengan dana sebesar Rp 100 ribu itu Anda akan mendapatkan service plus hidangan pecel ayam khas Kemiren, kopai (kopi) atau teh khas Banyuwangi, serta beragam jajan khas Bumi Blambangan. Siapa sangka, pertunjukan seni tradisional berbayar yang kali pertama dihelat di Banyuwangi, ini ternyata mendapat sambutan antusias wisatawan. Bukan hanya dari Banyuwangi, puluhan wisatawan asal Jakarta dan jajaran Dinas Pariwisata Kediri telah memesan tiket pertunjukan tersebut.

Dari total kapasitas tempat duduk sebanyak 200, tiket yang telah dipesan pengunjung mencapai 160 lembar sampai kemarin siang (20/6). Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, M. Yanuarto Bramuda mengatakan, tingginya animo wisatawan menyaksikan pergelaran Kemiren Art Performance menjadi bukti bahwa jika dikemas dengan baik, kesenian lokal Banyuwangi bisa mendatangkan nilai jual tinggi. “Buktinya, wisatawan luar Banyuwangi sangat mengapresiasi. 

Mereka rela merogoh uang untuk dapat menyaksikan cerita rakyat yang digabungkan dengan seni dan budaya masyarakat Banyuwangi tersebut,” ujar pria yang karib disapa Bram itu. Menurut Bram, pertunjukan Kemiren Art Performance digelar berdasar hasil studi banding  jajaran Disbudpar Banyuwangi ke Bali beberapa waktu yang lalu. Dikatakan, di Bali, ada suatu desa yang mementaskan kesenian untuk para wisatawan.

Wisatawan harus membayar untuk dapat menyaksikan kesenian barong tersebut. “Kami optimistis, kesenian Banyuwangi juga bisa mendatangkan nilai jual yang bermanfaat bagi masyarakat,” cetusnya. Bram mengungkapkan, pendapatan tiket pergelaran Kemiren Art Performance akan dikembalikan kepada masyarakat sekitar. Dia menambahkan, pertunjukan serupa bisa digelar di tempat lain. Disesuaikan dengan tema yang diangkat. (radar)