Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Banyak Bangunan Tidak Berizin, Anas Akui Kinerja Pengendalian Fisik Jeblok

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

bangunan-kompleks-perkantoran-pemkab-banyuwangi-di-foto-dari-udara-beberapa-waktu-lalu

BANYUWANGI – Warning bagi para pemangku kepentingan pengendalian pembangunan fisik di Banyuwangi. Bupati Abdullah Azwar Anas menilai, dibandingkan sektor-sektor yang lain, rapor pengendalian fisik di Bumi Blambangan cukup jeblok.

Karena itu, Anas mendesak instansi terkait segera membuat sistem pengendalian terintegrasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT-PM).

Selain Bappeda dan BPPT-PM, sistem itu juga terintegrasi dengan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang (PU-BMCKTR) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Pernyataan itu disampaikan Bupati Anas saat memimpin rapat koordinasi (rakor) satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di kantor Pemkab Banyuwangi, Jumat (22/12).

“Pengendalian fisik agak jeblok. Banyak bangunan tak berizin yang dibiarkan. Maka perlu dibuat sistem pengendalian terintegrasi antara Bappeda, BPPT-PM, PU-BMCKTR, dan Satpol PP,” ujarnya.  Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Djajat Sudrajat, menyatakan jajarannya segera membuat sistem pengendalian dimaksud.

“Segera kami buat,” cetusnya. Sementara itu, dikonfirmasi usai memimpin rakor, Bupati Anas mengatakan sistem berbasis teknologi informasi (TI) penting sebagai instrumen pengendalian fisik di Banyuwangi. “Karena di beberapa titik masih ada bangunan tidak berizin maupun bangunan yang tidak sesuai  dengan izin yang diberikan,” kata dia.

Anas mencontohkan, advice planning (AP) dan izin yang diberikan oleh instansi terkait dikeluarkan untuk bangunan fisik tiga lantai. Namun, pihak pemilik bangunan ternyata hanya membangun dua lantai. Begitu  juga pembangunan rumah kos.

Sesuai peraturan daerah (perda) yang ada, rumah kos yang dapat dipungut retribusi minimal memiliki sepuluh kamar. “Tetapi pemilik kos menyiasati, bikin sembilan kamar sehingga tidak bisa dipungut,” tuturnya.

Anas menjelaskan, terkait bangunan, ada beberapa instansi yang terkait, yakni Satpol PP,  BPPT-PM, PU-BMCKTR, dan  Bappeda. Selama ini masyarakat  menganggap begitu sudah dapat AP, maka rencana pembangunan tersebut sudah mengantongi izin.

“Padahal AP itu baru persetujuan kawasan untuk dibangun guna peruntukan tertentu. Masih harus proses izin lanjutan. Ini perlu disinkronkan dalam sebuah sistem e-monitoring supaya bisa ada pengendalian. Karena bangunan menjadi ciri khas ketertiban di suatu daerah,” pungkasnya. (radar)