Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Barter Sampah Plastik dengan Kerajinan Cantik

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Novian mempraktikkan cara mengkreasi seni decoupage di hadapan ibu-ibu dan anak-anak di Taman Baca Poskamling Perum Puri Brawijaya Permai.

ANEKA benda kerajinan, mulai vas bunga, toples makanan, botol minuman, hinga tas, pokoknya bernuansa decoupage-misalnya motif bunga, binatang, dan lain sebagainya, kini tengah digandrungi masyarakat.

Selain indah dan cantik, barang- barang decoupage tersebut seolah saling melengkapi dengan interior bernuansa bunga-bunga dengan warna-warna pastel alias Shabby chic yang juga tengah melanda Banyuwangi sejak beberapa tahun terakhir.

Decoupage berasal dari bahasa Prancis découper atau berarti memotong. Decoupage merupakan kerajinan atau bentuk seni yang memerlukan potongan-potongan bahan (biasanya kertas) yang ditempel pada berbagai objek dan kemudian dilapisi dengan pernis atau pelitur.

Nah, peluang itu ditangkap dengan baik oleh Novian Dharma Putra, 29, warga Perum Agus Salim Resident Blok B-8, Banyuwangi. Sudah sekitar setahun dua anak ini menggeluti seni decoupage. Barang-barang kerajinan hasil kreasinya dipasarkan secara online maupun secara offline di galeri miliknya, yakni “Wasted Gallery Tolex Nunoxs”.

Aneka barang kerajinan telah berhasil dia buat. Seperti vas bunga, celengan, talenan, toples makanan, dan lain-lain. Menariknya, mayoritas barang kera jinan bernilai estetika sangat tinggi itu dia dibuat dari bahan dasar barang-barang bekas, mulai kaleng bekas, botol bekas, kayu bekas bahan bangunan, dan lain-lain.

“Makanya kami memberi nama galeri kami Wasted Gallery alias galery dari barang-barang yang terbuang,” ujarnya usai menyampaikan materi daur ulang menjadi barang kerajinan kepada anak-anak dan ibu-ibu di Taman Baca Poskamling, Perum Puri Brawijaya Permai, Banyuwangi, Minggu pagi (21/5).

Ya, Novian tidak pelit ilmu. Suami Novina Puspita Hati, ini secara sukarela mengajari anak- anak dan ibu-ibu membuat kerajinan decoupage berbahan bekas. Untuk menarik perhatian peserta, dia membawa sampel barang kerajinan decoupage hasil kreasinya ke lokasi pelatihan.

Selain itu, Novian juga membawa sendiri beberapa peralatan dan bahan dasar yang diperlukan, seperti napkin alias tisu segi empat berlapis tiga yang memiliki motif di bagian permukaannya, cat khusus yang dia buat dari bahan campuran cat tembok dan cat akrilik, vernis, dan lem fox yang telah dicampur air.

Dengan telaten Novian mengajari anak-anak memotong tisu sesuai motif atau bentuk media yang akan ditempel. Setelah itu, dia mengajari anak-anak dan ibu-ibu mengaplikasikan cat mengenakan busa cuci piring ke media kaleng bekas makanan.

“Mengecat menggunakan busa cuci piring agar menimbulkan efek menyerupai kulit jeruk,” ujarnya pria yang juga aktif di gerakan literasi tersebut. Selanjutnya, bekas yang sudah dicat tersebut ditempel dengan napkin menggunakan lem kayu yang telah diencerkan.

Dari tiga lapis napkin, yang ditempelkan ke kaleng bekas hanya bagian permukaan yang bermotif. “Agar napkin menempel dengan sempurna dan melipat, proses penempelan harus pelan-pelan seraya ditarik  sisi luar,” kata dia.

Setelah napkin menempel sempurna, dilakukan penjemuran sekitar 15 menit hingga lem benar-benar kering. Selanjutnya, kaleng yang telah ditempeli napkin divernis. Hasilnya, meski sekadar ditempel, motif bunga pada napkin tampak benar-benar menyatu dengan kaleng.

Menurut Novian, barang-barang kerajinan decoupage hasil kreasinya dijual dengan harga beragam, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pengerjaannya. Dia mencontohkan, vas bunga berbahan baku kaleng bekas dijual seharga Rp 45 ribu per unit dan toples berbahan kaleng bekas biskuit seharga Rp 60 ribu.

Menariknya, selain membeli secara tunai, masyarakat bisa memiliki barang kerajinan yang sangat indah dengan cara dibarter dengan plastik bekas. Justru, mendapatkan kerajinan decoupage dengan cara barter tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli secara tunai. Sebab, oleh Novian, barang kerajinan hasil kreasinya yang dijual seharga Rp 45 ribu bisa ditukar dengan sampah plastik berkode panah segitiga.

“1” bertulis PET atau PETE (Polyet-hylene Etilen Terephalate) seberat 6 kilogram (kg). Plastik  jenis ini umumnya digunakan untuk botol air mineral. Padahal jika dijual, botol bekas air mineral seberat 6 Kg itu ‘hanya’ sebesar Rp 18 ribu.

“Barter dengan sampah plastik memang lebih murah. Karena saya ingin mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah, terutama sampah plastik sembarangan. Lebih jauh, saya ingin warga memanfaatkan  plastik tersebut menjadi bahan-bahan yang bermanfaat,” paparnya.

Karena itu, selain botol plastik bekas air mineral, Novian juga bersedia membarter kerajinan decoupage hasil kreasinya dengan sampah plastik jenis lain. “Pokoknya sampah plastik. Sudah ada standar yang kami tetapkan,” pungkasnya. (radar)