Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Belajarlah Bahasa Arab biar Tak Tertipu Politik Internasional

Hani (kiri) dan Iqbal saat berbincang di Kafe Guntur, Genteng siang kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Hani (kiri) dan Iqbal saat berbincang di Kafe Guntur, Genteng siang kemarin.

Ada banyak warga Genteng yang tercatat sebagai alumni universitas terkemuka seperti Al Azhar atau lembaga pendidikan lain yang mensyaratkan mahasiswa harus benar-benar menguasai bahasa Arab. Hani dan Iqbal adalah dua warga Genteng yang pernah mengenyam pendidikan di Al Azhar.

SHULHAN HADI, Genteng

SIANG itu, di Kafe Guntur yang berlokasi persis di depan kantor UPTD Pendidikan Genteng, Hani Dzakiyah, 32, terlihat bersantai di kursi paling ujung. Dia memilih meja kursi yang berdekatan dengan jalan pemisah antara kafe tersebut dengan bangunan kantor UPTD.

Di sampingnya juga duduk seorang pemuda, Iqbal Fatoni, 26. Kedua orang ini memiliki almamater yang sama, yakni Universitas Al Azhar. Mesir yang terkenal sebagai perguruan tinggi tertua dan menghasilkan banyak ulama karismatis.

Iqbal tampak santun berbicara kepada Hani, meski satu almamater. Hani terhitung sudah menjadi alumni Al Azhar sejak 2011. Sedangkan Iqbal terhitung masih aktif sebagai mahasiswa jurusan Tafsir dan Ilmu Alquran semester 7, jurusan yang juga diambil Hani.

Keakraban keduanya tampak seperti adik-kakak, bukan senioritas kampus yang sering terlihat negatif di beberapa tempat di tanah air. Obrolan mereka meloncat-loncat dari pertanyaan-pertanyaan Hani seputar sudut kampus dulu dan kondisinya terkini.

Obrolan keduanya sesekali menyelipkan humur yang sangat lucu. Salah satunya seperti kebiasaan ulama Indonesia bersarung yang dianggap tabu di negeri Firaun tersebut. “Jadi orang sana itu kalau bersarung itu seolah baru saja begituan, Mas,” ucap Iqbal sambil memeragakan simbol hubungan suami istri menggunakan tangan kirinya.

Bersekolah di luar negeri yang memiliki bahasa sehari-hari berbeda dengan kampung halaman tentu memiliki pengalaman dan pelajaran tersendiri. Apalagi, bahasa Arab merupakan bahasa nasional yang popularitasnya tidak seheboh bahasa Inggris untuk ukuran umum.

Namun, pengalaman itu justru menjadi bekal yang cukup baik bagi keduanya dalam kehidupan sehari-hari. Tempaan kehidupan keras itu pula yang membuat Hani memberanikan diri mendaftar sebagai liason officer (LO) event balap sepeda level dunia yang dilangsungkan di Banyuwangi beberapa waktu lalu, yakni International Tour de Banyuwangi Ijen.

“Saya ikut LO Tour de Ijen sejak awal, dari tahun ke tahun saya lihat semakin baik,” kata Hani . Diakui Hani, kemampuan bahasa Arab yang dia kuasai tidak serta merta didapat saat kuliah. Sebelumnya, alumni Pondok Pesantren Darul Ridwan, Parangharjo, Kecamatan Songgon ini sudah mendalami bahasa Arab di pesantren.

Tentu pelajaran gramatikal Arab seperti nahwu sorof sudah dia pelajari sejak awal. Menurutnya, bahasa Arab fushah (resmi) sangat berbeda dengan bahasa Arab amiyah (lokal) yang sering digunakan TKI.

“Bahasa Arab untuk literatur dan komunikasi di dunia pendidikan itu fushah hampir di semua negara Arab dipakai, kalau lokal masing-masing beda,” jelasnya.

Bahasa Arab harus lebih disukai generasi muda. Terlebih saat ini di tengah kemajuan teknologi peran Bahasa Arab sangat penting. Tidak hanya mengandung kesan religi, yang lebih penting dari itu adalah dengan belajar bahasa Arab bisa lebih mudah menghindari tipuan politik. “Kuasai bahasa Arab biar kita tidak dibohongi orang lain,” pesannya.

Di Mesir, seseorang berdoa untuk kemenangan partai atau golongannya sangat lumrah. Hal itu, lanjut Hani, tidak harus diamini jika pilihan politik memang beda. Namun, dia tidak melarang seseorang mengamini doa-doa seperti itu. Hanya saja, sebelum mengamini atau menyetujui minimal harus paham.

Ke depan tidak menutup kemungkinan pula hal seperti itu terjadi di Indonesia. Terlebih banyak video-video dari Arab yang sering kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Jika tidak mengerti sama sekali arti bahasa Arab, bisa jadi video-video semacam itu menjadi penyakit untuk pemahaman dan pemikiran anak muda.

“Nanti kalau tidak paham, ada pidato yang teksnya diplesetkan menjadi provokatif melalui terjemahan kita tidak tahu, tapi mengiyakan saja. Apalagi sekarang isu intenasional sangat mudah berdampak ke dalam negeri,” jelasnya.

Belajar bahasa asing tidak terkecuali bahasa Arab sudah saatnya harus diminati anak muda. Selain diakui PBBN dan juga menjadi bahasa intenasional, bagi sebagian umat beragama bahasa ini merupakan bahasa yang digunakan dalam kitab sucinya.

“Saya tanamkan bahasa Arab itu penting, diakui PBB dan digunakan dalam kitab suci, saya muslim,” jelasnya.

Baik Iqbal maupun Hani berkeinginan para alumnus luar negeri atau pun lembaga pendidikan bilingual yang kini menetap di Genteng, bisa menginisiasi sebuah komunitas atau lembaga yang konsen dalam penguatan bahasa Arab. Sehingga bahasa Arab tidak lagi dianggap sebagai bahasa yang terlampau sulit.

”Sepertinya banyak lulusan luar negeri yang paham bahasa Arab, kalau sampai dibentuk komunitas, saya rasa baik dan bagus,” tandas Iqbal. (radar)