Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Bentuk Mirip Aslinya, Proses Butuh Waktu 10 Hari

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Jia Fa Membuat Rumah-Rumahan Kertas Untuk Leluhur.

RUMAH sederhana di Jalan Muria 30 Kecamatan Genteng ini, tidak pernah sepi. Masyarakat setempat mengenal pemilik runah ini dengan nama Jiu Fa. Sayangnya, saat Jawa Pos Radar Banyuwangi berkunjung ke sana beberapa kali, pemilik rumah tidak ada di tempat.

Yang ada hanya suami dan seorang mitra kerjanya yang sibuk beraktivitas. Saat datang sebuah mobil pikap warna hitam tampak terparkir di sana. Kedua pintu mobil dibiarkan terbuka. Dari dalam mobil, terdengar sangat keras lagu dalam kesenian gandrung yang diputar dalam tape yang dipasang.

Di sampingnya, teriihat banyak bahan gabus atau steorofoam yang bertebaran di lokasi itu. Seorang pria dengan tanpa mengenakan kaus terlihat sibuk dengan bahan lunak berwama putih itu.

Dia tampaknya tengah membentuk steorofoam itu menyerupai sebuah guci. Dibantu alat potong seperti cutter dan lem, pria berambut gondrong ini tampak serius. Tidak lama, dia kemudian menyelesaikan tugasnya itu.

Bergegas beberapa peralatan yang digunakannya dibereskan. Gabus menyerupai guci ini kemudian diletakkan tidak jauh dari sebuah rak besar. “Untuk saat ini selesai dulu,” katanya. Setelah istirahat sejenak, dia menceritakan pekerjaan yang dilakukannya itu.

Menggunakan bahan gabus, dia bermaksud membentuk sebuah rumah rumahan. Di atas rak sebetulnya sudah ada bagian rumah-rumahan yang akan dibuatnya. Hanya belum seratus persen sempurna.

Barbeda dari bahan rumah rumahan yang umumnya, rumahnya itu terbuat dari kertas dan ayaman bambu. Disini, pembuatannya menggunakan bahan steorofoam. Bahan ini lebih kuat dan kokoh saat dibuat. Selain itu, desain rumah juga lebih mudah di bentuk.

Namun sepintas steorofoam itu sudah bisa dilihat mirip  dengan bangunan rumah-rumahan. Dindingnya bercat merah muda. Ada jendela dan juga ada pintunya. Meski mirip mainan, rumah rumahan ini sangat bernilai bagi masyarakat Tionghoa.

Rumamah-rurahan ini merupakan satu dari sekian banyak media yang ada dalam upacara tradisional masyarakat Tiongkok. Mengerjakan rumah-rumahan ini pun dibuat semirip mungkin dengan aslinya.

“Kalau biasa seminggu bisa jadi, tapi kalau tingkat tiga atau lebih, bisa sampai 10 hari,” katanya. Pembuatan rumah rumahan ini mulai intens dilakukan sejak tahun 1997. Satu rumah tipe sederhana alias tidak tingkat bisa dibabderol mulai Rp 6 jutaan.

Sedangkan untuk rumah susun atau bangunan bertingkat, bisa dihargai dengan nominal sekitar Rp 8 jutaan. Tidak hanya rumah rumahan, miniatur seluruh perabot isi rumah pun juga dibuat di sana secara komplet.

Bahkan untuk mengesankan kelengkapan rumah hunian yang ada. Pembuatan rumah rumahan ini juga diisi berikut orang-orangan yang ada di dalamnya. Fasilitas pendukung lainnya seperti mobil, sepeda, pesawat terbang pun ada.

Lekuk dan bentuk rumah yang sangat rumit seolah luluh oleh kelihaian pembuatnya. Cat tembok yang digunakannya mempertegas aksen rumah mirip dengan aslinya. “Tidak ada yang rumit. Musuh besarnya cuma mood. Kalau nggak mood, bagian sederhana saja bisa jadi rumit,” bebernya.

Tetapi setelah jadi, rumah rumahan selanjutnya bukan untuk disimpan. Melainkan untuk melengkapi prosesi upacara yang dianut, rumah rumahan ini selanjutnya akan dibakar. “Setelah jadi baru dibakar untuk melengkapi proses upacara,” ujar Rudi Sutanto salah satu pemesan rumah rumahan.

Lazimnya orang Jawa yang memperingati kematian anggota keluarganya di beberapa hari seperti tujuh maupun 40 hari kematian. Prosesi ini juga dilaksanakan biasanya saat peringatan 40 atau satu tahun kematian salah satu anggota keluarganya.

Tidak ada maksud lain dari riual ini selain menghormati leluhur yang telah tiada. Meski dibakar kegitan ini memiliki makna khusus  yang melakukannya. Rumah rumahan yang dibakar berikiut isinya akan terkirim kepada arwah orang yang meninggal.

Setidaknya itulah kepercayaan bagi masyarakat Tionghoa untuk menghormati leluhur atau anggota keluarganya yang sudah tiada. (radar)