Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Beras Organik mulai Diminati

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SINGOJURUH – Para petani mulai banyak yang mengubah cara bercocok tanam. Mereka kini memilih mengolah lahan persawahan miliknya dengan cara organik. Perubahan pola tanam itu karena permintaan beras organik akhir-akhir ini meningkat.

Daerah yang mengolah sawahnya secara organik adalah para petani di wilayah Kecamatan Songgon, Singojuruh, dan Kalibaru. “Harga jual beras organik lebih tinggi. Peluang ekspor juga besar,” cetus Samanhudi, 52, salah satu petani asal Dusun Umbulrejo, RT 2, RW 2, Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh.

Samanhudi mengaku bercocok tanam dengan sistem organik sudah dilakoni sejak tahun 1997. Malahan, dirinya juga mulai menularkan hal itu kepada petani lain. “Dulu hanya dua hektare, sekarang sudah sekitar 60 hektare lahan pertanian organik yang tersebar di Kabupaten Banyuwangi,” katanya.

Para petani di Banyuwangi, terang dia, kini sudah mulai banyak yang beralih menggunakan sistem pertanian organik Pertanian organik menekankan pada praktik manajemen yang aman bagi lingkungan dan bisa menyesuaikan dengan kondisi lokal.

“Sistem organik ini semua menggunakan bahan alamiah yang ramah lingkungan, mulai pembibitan, pupuk, pengendalian hama, hingga membasmi penyakit,” ujarnya. Dengan bertani organik, terang dia, petani tidak lagi menggantungkan persediaan bibit, berbagai macam pupuk kimia, dan obat-obatan pestisida, insektisida, dan herbisida.

Apalagi, dampak negatif obat-obatan dan pupuk kimia itu cukup besar bagi lahan. “Obat- obatan kimia bisa membuat lingkungan tercemar dan merusak struktur tanah,” ungkapnya. “Tidak hanya itu, lanjut dia, pertanian konvensional (menggunakan obat-obatan) masih belum bisa menjamin tingginya pendapatan petani.

Sebab, harga jual sangat rendah “Kalau dihitung setelah dikurangi dengan modal kerja, termasuk pembelian benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga, petani tidak mendapatkan keuntungan,” katanya.  Sejak kali pertama mengembangkan pertanian organik di tahun 1997, Samanhudi menanam beras hitam, beras merah, dan beras putih.

Setiap kali panen, hasil produksinya mampu mencapai tujuh hingga sembilan ton per hektare. Kelebihan dari beras organik, di samping produktivitasnya tinggi, harga jual beras organik juga diatas rata-rata. “Harga beras merah bisa Rp 22 ribu per kilogram (Kg),’ jelasnya.

Keunggulan beras organik, kata dia, adalah kandungan nutrisi dan mineral yang tinggi. Glukosa, karbohidrat, dan protein, mudah terurai, sehingga aman dan baik dikonsumsi penderita diabetes. Selain itu, juga baik untuk program diet, mencegah kanker, penyakit jantung, asam urat, darah tinggi, dan vertigo.

“Sekarang beras organik banyak digemari,” ungkapnya.  Sistem pertanian organik itu berdasar interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia, mikroorganisme, ekosistem, dan lingkungan dengan memperhatikan keseimbangan dan keanekaragaman hayati.

“Kalau ada serangan hama tidak kita semprot lagi dengan pestisida atau insektisida, tapi kita carikan lawan atau agen hayatinya,” ujar H. Gufron, 54, petani organik lain- nya. (ddy/cl/abi)