Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Berbahan Bakar Elpiji, Hemat Biaya 71

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

berbahanMusim kemarau mengakibatkan pengeluaran petani di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, membengkak. Petani harus mengeluarkan ongkos tambahan biaya bahan bakar pompa air. Namun dengan sentuhan kreativitas, biaya tinggi itu tampaknya segera bisa ditekan. Jarum jam masih menunjukkan pukul 09.00 saat kami memulai perjalanan menuju Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, kemarin (27/10). Namun, meskipun hari masih pagi, sinar matahari sudah cukup terik.

Maklum, wilayah Banyuwangi dan sekitarnya memang dilanda musim kemarau sejak beberapa bulan terakhir. Suasana tak jauh berbeda terjadi di areal persawahan Desa Blimbingsari. Bahkan, pemandangan cukup ekstrem kami jumpai di lokasi tersebut. Betapa tidak, beberapa petak sawah tampak mengering dan tak terurus. Sawah eks lokasi tanaman padi, itu tampak ditumbuhi rumput. Belakangan diketahui, pemilik sawah sengaja membiarkan lahan miliknya tak terurus. Itu dilakukan lantaran air irigasi sulit di dapat sejak beberapa bulan yang lalu.

“Tanaman padi di sawah ini sudah dipanen sejak Agustus yang lalu. Karena saat ini air irigasi sulit didapat, pemilik sawah terpaksa menunda tanam hingga musim hujan tiba,” ujar H. Achmad Hartoyo, 46, warga sekitar. Pemandangan bertolak belakang terhampar tak jauh dari sawah yang tanahnya kering-kerontang itu  Pasalnya, tanaman padi tumbuh subur di sawah seluas 1,1 Hektare (Ha) milik Hartoyo. Rupanya hal itu terjadi lantaran sang pemilik sawah rutin mengairi lahan miliknya.

Tetapi lantaran air irigasi sulit didapatkan, pria yang juga menjabat Kepala Desa (Kades) Blimbingsari, itu memanfaatkan air sumur untuk mengairi sawah tersebut. Air sumur itu disedot ke permukaan dengan menggunakan mesin pompa air berkekuatan 6,5 PK. Proses mengairi sawah dengan “bantuan” pompa air itu rupanya “menyedot” anggaran cukup besar. Bayangkan, pengoperasian pompa selama satu jam membutuhkan bahan bakar bensin sebanyak satu liter.

Padahal, untuk mengairi sawah seluas satu Ha lebih, itu penyedotan air harus dilakukan sejak pagi hingga sore hari. Jika penyedotan air dilakukan selama 12 jam per hari, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan bakar mesin pompa, itu mencapai Rp 78 ribu dalam sehari (harga satu liter bensin Rp 6.500). Biaya tinggi yang harus dikeluarkan petani untuk mengairi sawah agar tidak sampai gagal panen, itu rupanya memantik hati kecil Hartoyo untuk bereaksi mencari jalan keluar.

Apalagi, selaku kades, dia menyadari banyak warganya yang bekerja sebagai nelayan. Para nelayan tersebut juga butuh bahan bakar mesin perahu untuk melaut. Apalagi, jenis mesin yang digunakan sama dengan mesin pompa air tersebut. “Di Desa Blimbingsari, ada kurang lebih 300 kepala keluarga (KK) yang bekerja sebagai nelayan. Sebagai nelayan, tentu penghasilan mereka sangat tergantung banyaknya tangkapan ikan. Jadi, saat tangkapan sepi, mereka pasti temblong. untuk dapat melaut keesokan hari, mereka harus utang terlebih dahulu.

Karena itu saya berpikir bagaimana mengatasi persoalan tersebut. saya harus mencari solusi agar pengeluaran petani dan nelayan bisa ditekan,” jelas Hartoyo. Kebetulan beberapa saat kemudian, Hartoyo menonton tayangan seorang nelayan mampu memodifikasi mesin perahu berbahan bakar solar menjadi bahan bakar elpiji. Kontan saja, Hartoyo mengajak seorang teknisi mesin belajar memodifi kasi mesin ke nelayan asal Tulungagung tersebut. Singkat cerita, sepulang dari Tulungagung, ilmu modifi kasi mesin disel tersebut diterapkan di Blimbingsari.

Hasilnya, mesin pompa berbahan bakar bensin berhasil dimodifikasi menjadi mesin pompa berbahan bakar elpiji. “Modifi kasinya cukup simpel. Hanya perlu mengubah setting karburator dan mengutak-atik filter udara,” paparnya. Dikatakan, biaya yang dibutuhkan untuk memodifikasi mesin pompa air itu hanya sekitar Rp 400 ribu. Budget sebesar itu digunakan untuk membeli tabung gas elpiji tiga Kilogram (Kg) sebesar Rp 150 ribu, membeli regulator tabung gas seharga Rp 75 ribu, ongkos tukang, dan lain-lain.

Dengan biaya yang cukup minim, efisiensi yang dihasilkan sangat besar. Betapa tidak, jika sebelum dimodifikasi pompa air berkekuatan 6,5 PK, membutuhkan bensin sebanyak satu liter per jam, setelah dimodifikasi, pompa air itu hanya butuh tiga liter elpiji dalam delapan jam pengoperasian. Jika dikalkulasi, biaya bahan bakar bensin untuk mengoperasikan pompa selama delapan jam sebesar Rp 52 ribu, sedangkan jika menggunakan elpiji, biaya yang harus dikeluarkan “hanya” sebesar Rp 15 ribu atau selisih Rp 37 ribu.

“Efisiensinya mencapai 71 persen lebih,” terang ayah satu anak tersebut. Hartoyo mengaku saat ini mesin yang sudah berhasil dimodifikasi baru satu unit. Dalam waktu dekat, dia akan mengumpulkan petani dan nelayan untuk menyosialisasikan keberhasilan modifikasi mesin tersebut. “Harapan kami, lahan pertanian bisa dimanfaatkan dengan optimal. Tidak perlu menunggu musim hujan untuk memulai tanam. Sedangkan untuk nelayan, kami ingin pengeluaran bisa ditekan sehingga memperbesar keuntungan sekaligus memperkecil potensi kerugian jika tangkapan ikan sepi,” pungkasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :