Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Berpamitan Pergi Jauh, Ternyata Pergi Selamanya

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RUMAH berdinding tembok bercat warna putih itu dipenuhi tamu yang datang. Sejak meninggal Rabu pagi kemarin (15/3), rumah sederhana di pelosok Desa Alasbuluh, Wongsorejo itu  dipenuhi keluarga dan kerabat  yang takziah. Para tamu yang datang seperti  masih belum percaya bahwa sosok  pedagang sayur keliling itu tewas dengan begitu cepat bersama anak bungsu perempuannya.

Meninggalnya ibu dan anak yang dirasa  aneh itu masih menjadi perbincangan hangat warga sekitar.  Terlepas dari banyaknya tanda tanya akan kepergian Ririn dan  Evi, para kebarat tampak mengikhlaskan. ”Mereka sudah tidak ada lagi, yang penting saat ini kita cukup mendoakan agar mereka tenang  di alam sana,” ucap salah satu  pelayat.

Keluarga kedua korban tampak begitu tegar meski orang-orang tercintanya sudah tidak  ada selamanya. Saat Jawa Pos Radar Banyuwangi bertandang  ke rumah duka, keluarga tampak  ramah mempersilakan masuk di dalam rumah berlantai keramik tersebut.

Anak pertama korban, yakni Anang, 23, yang pertama kali menyambut. Disusul kemudian, keluarga yang lain, termasuk Arik  Wibowo, adik kandung Anang. Ibu kandung Ririn dan saudara lainnya juga menemui JP-RaBa sembari duduk di ruang tamu.

Anang, anak pertama Ririn sekaligus kakak kandung Evi, paling banyak menceritakan bagaiamana sosok ibunya saat masih hidup. Menurutnya, ibunya bisa ikatakan sosok pekerja keras. Ibunya banyak mengajarkan   kepada anak-anaknya untuk hidup secara mandiri.

”Yang saya  ingat dari ibu itu kata-kata kalau  mau hidup enak ya harus kerja keras. Itu juga membuat saya menjadi orang yang mandiri  akhirnya,” kenang Anang. Menjadi pedagang sayur keliling sudah dilakoni ibunya sejak puluhan tahun lalu. Terlebih saat ayahnya meninggal dunia-saat  Anang masih duduk di bangku SMK- ibunya malah lebih giat  mencari uang dengan cara menjadi pedagang sayur keliling.

”Dulu saya sering diajak mencari  kangkung di sawah kemudian  dijual keliling kampung,” ujar Anang  yang saat ini bekerja di Bali itu. Tanda-tanda aneh seperti yang dialami kerabat dan keluarganya di Alasbuluh juga dirasakan Anang saat dirinya masih berada di Bali.

Seminggu sebelum meninggal dunia, ibunya sering mengirimkan pesan singkat kepada Anang yang intinya kita sebagai manusia harus tetap  mencintai dan tetap ikhlas.  Beberapa hari sebelum meninggal dunia, ibunya pernah menelepon dan bercerita bermimpi kalau Arik Wibowo giginya lepas dua.

Dalam mimpinya itu, ibunya juga melihat ada sebuah makam yang bagus sekali. Namun, di sekitar kuburan itu banyak  ditemui orang dan beberapa polisi berseragam.  Ibunya juga sempat melihat polisi membongkar kuburan yang  awalnya dilihat sangat bagus itu.

”Ibu juga bercerita kalau isi kuburan yang dibongkar oleh polisi  itu ternyata hanya sebuah kayu  berbentuk manusia. Saya ya kaget saja waktu itu kalau ibu bercerita begitu, tapi tidak sampai firasat bahwa ibu akan meninggal dunia,”  tandasnya.

Selain firasat itu, beberapa hari  sebelum meninggal dunia, ibunya  diketahui sempat mengecat rumahnya dengan warna putih.  Dia mengecat rumahnya tersebut seorang diri tanpa bantuan orang  lain. ”Ibu bilang kepada tetangga kalau rumahnya dicat karena tidak lama lagi akan banyak tamu  datang ke rumahnya.,” ungkapnya.

Iinformasi yang diterima Anang dari teman-temannya sesama penjual sayur di Pasar Wongsorejo  juga banyak ditemukan firasat  aneh. Sehari sebelum meninggal  dunia, ibunya sering pamit akan pergi jauh di tanggal 15, tapi tanpa  menyebutkan kemana akan pergi.

Ibunya juga meminta kepada pelanggannya yang masih berutang  sayur agar segera melu nasi utangnya karena dia pamit akan  pergi jauh. ”Ternyata ibu meninggal  ya benar di tanggal 15 Maret 2017. Ini yang di luar nalar saya, ibu seperti sudah tahu akan pergi  selamanya,” tambahnya.

Terkait empat lembar surat wasiat yang ditulis kedua korban juga  menandakan keanehan. Kertas  surat wasiat yang ditemukan  tidak hanya ditemukan dalam bentuk kertas begitu saja, melainkan kertas surat sudah dilaminating beserta foto almarhum  Ririn dan Evi.

”Surat wasiat dan  foto-foto ibu semasa muda  bersama adik juga dilaminating  dengan rapi. Adik saya itu memang anak kesayangan ibu saya,” kata bapak satu anak ini. Sumiyati, kakak ipar Ririn  menambahkan, korban sebelumnya sempat bercerita kepada  suaminya bahwa dia akan pergi jauh bersama anak terakhirnya.  Namun, suami Sumiyati tidak  berpikir jauh bahwa mereka akan  meninggal dunia.

”Korban sempat  pamit ke suami saya. Dia titip rumahnya dan dua anaknya yang laki-laki. Kalau anaknya yang  kecil katanya mau diajak pergi  jauh juga, katanya kasihan kalau  tidak diajak,” ungkap Sumiyati.

Ketika ditanya mengapa pihak  keluarga menolak otopsi, Anang beralasan kematian ibu dan  adiknya memang tidak ada tanda-tanda pembunuhan. Selain itu, keluarga juga sudah menerima  kepergian ibu dan adiknya. ”Kita  sudah ikhlas. Ibu dan adik saya juga perginya dengan baik-baik. Beliau sudah pamit ke orang banyak termasuk ke saya juga,”  pungkasnya. (radar)