Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Event  

Bersarung Jelang Start

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TEGALSARI – Local wisdom yang ditampilkan pada etape keempat ajang International Tour de Banyuwangi Ijen (lTdBI) dinamai dengan pengenalan tradisi pesantren ke ratusan pembalap dari 29 negara pagi kemarin (30/9).

Memulai start di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi, para pembalap bahkan sempat menggunakan pakaian khas pesantren berupa sarung dan kopiah sebelum memacu pedal.

Tak hanya itu, kedatangan para pembalap ini juga disambut antusias oleh para warga pesantren. Mereka bahkan berebut menyaksikan balapan hingga memenuhi atap-atap gedung.

Beberapa santri yang menguasai bahasa asing juga terlihat tidak canggung mengajak para pembalap untuk berbincang. Mereka terlihat senang dengan keramahan lingkungan pesantren kepada warga asing.

Pembalap asal Selandia Baru, Matthew Zennovich, mengaku terkesan dengan pengalaman pertamanya mengenakan sarung dan kopiah. Bahkan dia sempat bertanya kegunaan sarung, kemudian para santri tersebut memberi penjelasan.

“Nyaman juga dipakai. Sedikit seperti orang Skotlandia,” ucap pembalap yang memperoleh Green Jersey di erape kedua itu.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang membuka balapan di etape keempat itu mengatakan, ajang internasional seperti Tour de Ijen sangat efektif dijadikan sarana pengenalan dan promosi untuk tradisi pesantren yang merupakan ikon pendidikan asli Nusantara, sekaligus mengampanyekan nilai-nilai toleransi.

“Kami kenalkan ke publik global bahwa tradisi pendidikan Islam di Indonesia cukup khas dan punya sejarah panjang dalam menyemaikan nilai-nilai Islam yang penuh damai. Anak-anak muda Banyuwangi yang jadi pendamping tim-tim luar negeri telah kami minta untuk menjelaskan kepada mereka tentang apa itu pesantren dan perannya di Indonesia,” ujar Anas.

Selain karena merupakan salah satu ponpes terbesar di Banyuwangi. Pesantren Darussalam dipilih sebagai lokasi start karena lokasinya berada di daerah yang heterogen. Di sekitar pesantren juga terdapat masyarakat yang memeluk agama Hindu dan agama lainnya.

“Meski demikian, tak pernah ada konflik karena perbedaan agama. Mereka saling menghormati, gotong-royong membangun daerahnya, ini juga tidak lepas dari peran Pengasuh Ponpes Darussalam KH Hisyam syafaat yang mengajarkan toleransi kepada para santri ” terang Bupati Anas. (radar)