Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Cabai Murah Tidak Sebanding Biaya Tanam

PANEN: Buruh pemetik cabai di Kalipuro tetap bekerja meski hanya diberi upah Rp 1.500 per kg.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Buruh pemetik cabai di Kalipuro tetap bekerja meski hanya diberi upah Rp 1.500 per kg.

KALIPURO – Petani cabai rawit mengeluh dengan harga cabai yang masih tertahan di harga Rp 6.000 per kilogram (kg). Sejak enam bulan lalu, harga cabai cenderung mengalami penurunan drastis.

Turunnya harga cabai juga mempengaruhi deflasi di daerah Banyuwangi. Petani enggan membersihkan lahan pertaniannya dari gulma dan tidak mau membeli obat untuk pembasmi hama lagi. Sebab akan menambah biaya pengeluaran sehingga petani tambah merugi.

“Saya biarkan saja rumput liar tumbuh di sekitar tanaman cabai dan juga sudah satu bulan ini tanaman cabai tidak saya semprot pestisida,” ucap Slamet, 60, petani cabai.

Buruh pemetik cabai juga merasakan dampak dari turunnya harga cabai tersebut. Sebelumnya, para buruh pemetik cabai menerima upah sebesar Rp 10.000 untuk setiap kg cabai yang mereka petik.

Akan tetapi, sekarang mereka hanya diberi upah sebesar Rp 1500 untuk setiap kg cabai yang mereka petik. “Kalau sekarang murah sekali upah buruh, iya bagaimana lagi kalau tidak bekerja dari mana bisa dapat beli beras,” ucap Buhani, 50, buruh pemetik cabai.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Banyuwangi Ketut Kencana mengatakan, jika turunnya harga cabai dipicu oleh daerah pemasok cabai terdekat dengan Banyuwangi, yaitu Besuki yang juga memliki hasil panen cabai yang melimpah. Sehingga suplai cabai untuk wilayah pasar menumpuk dan menyebabkan harga semakin turun sejak enam bulan lalu.

“Untuk sekarang harga tertinggi cabai rawit di pasar Jakarta Rp 20.000. Kami masih mendata ke setiap pasar, untuk mendapatkan hasil guna diambil diagnosis permasalahan harga cabai yang kian menurun,” kata Ketut.

Ketut menambahkan langkah-langkah pemerintah yang nanti akan diambil jika harga cabai di kalangan petani yang enggan naik. Beberapa langkah yang akan dipilih oleh pemerintah antara lain dengan memberi subsidi pupuk bagi petani, memberikan bibit cabai gratis, dan memberi sosialisasi cara penanggulangan hama yang menyerang tanaman cabai.

“Karena Banyuwangi juga termasuk sentra penghasil cabai terbaik. Untuk para mafia cabai yang menyetok cabai di daerah-daerah sudah kami berantas sehingga tidak ada lagi penyakit-penyakit yang merugikan masyarakat,” ungkap Ketut.

Kepala Disperindag Banyuwangi juga menjelaskan jika ada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran sehingga harga cabai tidak stabil. Untuk memenuhi breakeven poin (BEP) biaya penanaman cabai, harga Rp 15000.

Jika harga cabai petani Rp 15.000 maka dapat dikatakan biaya penanaman dapat tertutupi dan petani juga mendapatkan keuntungan dari hasil tanam cabai. “Sampai kapan harga kembali stabil belum dapat diprediksikan.

Hasil pantauan kami harga cabai hingga Pasar Kramat Jati, Jakarta, di sana harga cabai Rp 20.000 per kg. Dari data tersebut nanti kami koneksikan dan stabilkan harga cabai. Kami tidak mau turunnya harga cabai berdampak meningkatnya angka kemiskinan di Banyuwangi,” tandas Ketut. (radar)