Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Cabai Tetap Murah, Petani Enggan Bersihkan Lahan

Meskipun harga cabai murah, buruh tetap memanen cabai di tengah rimbunnya rumput liar di lahan tanaman cabai di Lingkungan Brak, Kelurahan Kalipuro.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Meskipun harga cabai murah, buruh tetap memanen cabai di tengah rimbunnya rumput liar di lahan tanaman cabai di Lingkungan Brak, Kelurahan Kalipuro.

KALIPURO – Barangkali akibat harga cabai yang tak kunjung naik, para petani enggan membersihkan lahannya dari rumput liar yang tumbuh di sekitar lahan pertaniannya. Selain biaya buruh dan obat pembasmi rumput liar yang tergolong mahal, para petani merasa keuntungan yang didapat dari hasil panen cabai tidak mencukupi.

Sudah hampir tiga minggu ini sejumlah petani enggan membersihkan lahannya dari rumput liar. Mereka membiarkan rumput liar tumbuh memenuhi lahan pertanian miliknya. “Harga cabai yang terlalu murah membuat kami membiarkan tanaman liar tumbuh di sekitar tanaman cabai, karena harga obat pembasmi rumput liar juga tergolong mahal,” ujar Rozy, 50, pemilik lahan cabai.

Meskipun hasil panen dapat dibilang memuaskan dan hanya sedikit cabai yang terserang hama cacar buah, namun harga jual yang masih Rp 5000 per kilogram (kg) membuat petani semakin mengerutkan dahi. Sebab, harga tersebut tidak sebanding dengan biaya perawatan cabai selama masih dalam tahap pertumbuhan.

Petani berharap harga cabai segera meroket selama tanaman cabai mereka masih dalam masa produktif. Sehingga hasil dari panen cabai yang mereka dapatkan bisa menutupi kerugian yang dialami selama dua bulan terakhir. “Kalau dibiarkan begini terus lama-lama juga malas tanam cabai,” ucap Rozy.

Sementara itu para buruh cabai merasa jika upah yang didapatkan dari hasil memanen cabai sangat rendah. Jika ada pekerjaan lainnya mereka rela meninggalkan pekerjaan sebagai buruh pemelik cabai.

“Kalau sekarang murah sekali upahnya masih Rp 1500 per kg cabai. Terpaksa dijalani karena tidak ada pekerjaan lagi. Ya, tetap disyukuri saja,” ungkap Nasiah, 65, buruh pemetik cabai.(radar)