BANYUWANGI – Indikasi maraknya peredaran narkoba di Lapas Banyuwangi tidak hanya mengundang keprihatinan Badan Narkotika Nasional (BNN). Diam-diam Polres Banyuwangi juga memantau dugaan peredaran narkoba yang diduga dikendalikan napi.
Terkait kasus tersebut, Kapolres Banyuwangi AKBP Budi Mulyanto melalui Kasatnarkoba Agung Setya Budi akan melakukan koordinasi dengan pihak lapas. Salah satu langkah cepat adalah mengintensifkan razia di penjara yang beralamat di Jl. Letkol Istiqlah Nomor 59, Banyuwangi tersebut.
“Kami akan koordinasi dengan pihak lapas. Kalau memang informasi itu benar, akan kita lakukan razia,’’ tegas Agung dihubungi tadi malam. Sebelumnya terkait indikasi maraknya peredaran narkoba di dalam penjara mengundang keprihatinan mendalam Badan Narkotika Nasional (BNN). Jika benar ada peredaran narkoba, BNN tak segan-segan melakukan razia.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Humas BNN, Kombes Slamet Pribadi, saat dikonfirmasi JP-RaBa beberapa waktu lalu. “BNN bisa memerintahkan BNP atau kapolres setempat merazia lapas,’’ tegas Slamet dihubungi via telepon. Menurut Slamet, selagi alat komunikasi, seperti ponsel, bebas dipegang napi maka peredaran narkoba di lapas sangat mungkin terjadi.
Sebab, dengan ponsel tersebut pemesanan barang dari luar bisa dilakukan. Sementara itu, indikasi transaksi narkoba yang dikendalikan oleh penghuni lapas dibantah keras oleh Kepala Lapas Banyuwangi, Arimin. Menurutnya, informasi mengenai adanya transaksi narkoba yang dikendalikan dari dalam lapas tidak benar.
Apalagi, saat ini Lapas Banyuwangi sedang gencar-gencarnya memerangi narkoba yang ada di dalam lapas. Selain itu, adanya ”uang pelicin” bagi narapidana (napi) yang tidak ingin dilayar ke lapas lain juga dibantah. Arimin mengatakan, pemindahan napi ke lapas lain lebih disebabkan karena faktor keamanan, pembinaan dan permohonan dari narapidana itu sendiri.
”Jadi tidak benar itu kalau ada bayar Rp 5 juta dulu jika tidak ingin dilayar ke lapas lain,” tegas Arimin. Terkait enam Lapas wanita yang dilayar ke Lapas Malang beberapa waktu lalu lebih disebabkan karena blok napi di dalam Lapas Banyuwangi sudah overload.
Selain itu, pemindahan juga demi kepentingan pembinaan dari napi itu sendiri karena di Lapas Malang merupakan penjara khusus wanita. ”Di Lapas Malang itu kan khusus wanita, jadi dari segi pembinaan bagi para napi lebih baik lagi,” tambahnya.
Terkait adanya indikasi masih banyaknya narapidana yang menggunakan alat komunikasi berupa HP di dalam lapas, Arimin juga menegaskan kalau hal itu sudah ditindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan rutin secara berkala di blok-blok yang ada di dalam lapas.
Mengenai alat komunikasi, pihak lapas juga telah menyediakan wartel khusus bagi napi yang ingin berkomunikasi dengan keluarganya. ”Wartel khusus itu sudah kami sadap, jadi semua pembicaraan bisa kami ketahui,” tandasnya. Dia kembali menegaskan tetap akan memerangi narkoba. Dia juga mewanti-wanti jangan sampai ada oknum pegawai lapas yang sampai menjadi kurir para pengedar narkoba.
”Setiap rapat sudah kami tegaskan agar tidak ada pegawai kami yang sampai terlibat narkoba. Kita perang terhadap narkoba. HP saja tidak boleh ada di dalam lapas apalagi narkoba,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, peredaran narkoba yang diduga melibatkan napi lapas sudah bukan rahasia.
Fenomena itu hampir merebak di semua lapas di Indonesia. Di Banyuwangi tampaknya juga demikian. Tak sedikit tersangka narkoba yang ditangkap polisi mencokot napi yang mendekam di penjara. Hasil investigasi JP-RaBa, ada tiga bandar yang “berkuasa” di dalam lapas.
Sumber tadi menyebut mereka inisial J, H, dan U. Tiga bandar gede (bede) tersebut cukup disegani di penjara. Seperti peredaran di luar penjara, untuk mendistribusikan barang-barang haram tersebut, para bandar itu punya kurir. Dari kurir-kurir itulah barang dijual dengan sistem paket hemat (pahe).
Dengan maraknya peredaran narkoba di lapas, bandar-bandar tersebut semakin mendapat keuntungan berlipat. Kalau sehari bisa meraup keuntungan Rp 10 sampai Rp 15 juta, dalam sebulan bisa dapat Rp 300 juta. Jumlah sabu- sabu yang beredar di penjara dalam sebulan bisa mencapai 2 Kg dengan asumsi 1 gram sabu-sabu dipatok Rp 1,9 juta. (radar)