KITAB kuning adalah kitab-kitab tradisional berisi pelajaran agama Islam yang pada umumnya diajarkan di ponpes. Mulai fikih, akidah, akhlak, atau tasawuf, tata bahasa Arab (ilmu nahwu dan ilmu sorof), hadis, tafsir, ulumul qur’an, hingga ilmu sosial dan kemasyarakatan atau muamalah, dibahas dalam kitab kunng.
Kitab kuning juga dikenal dengan sebutan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat, lain dengan Alquran. Oleh karena itu, agar bisa membaca kitab kuning dan bisa dipahami mak nanya secara menyeluruh, dibutuhkan waktu belajar yang relatif lama.
Nah, agar proses belajar kitab kuning tidak memakan waktu cukup lama, Ponpes Al-Hilal yang beralamat di Jalan Gajah Mada No. 39, Kelurahan Penataban, Giri, itu menciptakan sebuah metode pelatihan kitab kuning bernama miftahut thullab.
Metode pelatihan itu mengedepankan konsep bagaimana santri bisa menguasai kitab kuning dengan waktu yang relatif singkat. Setelah diuji coba beberapa kali, akhirnya metode itu berhasil diterapkan. Tercatat, cukup dengan waktu 230 jam, para santri bisa menguasai kitab kuning secara menyeluruh.
Sejak Sabtu (15/10) kemarin metode itu sudah dijalankan di Masjid Al-Hilal, Kelurahan Penataban. Ada sekitar 25 siswa-siswi tingkat SMA/SMK yang mengikuti metode pelatihan ngaji kitab kuning singkat itu. Mereka berasal dari ponpes di Banyuwangi dan luar kota, seperti Cilacap, Ciamis (Jawa Barat), Madiun, bahkan Sumatera.
Dalam pelatihan itu, para siswa dibekali elementary bahasa Inggris. Pelatihan yang sudah digelar sejak empat hari lalu itu rutin dimulai setelah salat subuh hingga malam hari. Dalam sehari para santri bisa menghabiskan waktu sekitar 8-12 jam untuk belajar kitab kuning dan bahasa Inggris.
”Memang membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi ini lebih kepada intinya dan cepat dimengerti,” kata pengasuh Ponpes Al-Hilal, KH. Toha Muntaha. Toha menambahkan, metode singkat belajar kitab kuning itu tidak hanya bertujuan mempersingkat proses belajar. Tetapi, juga sebagai perangsang agar masyarakat umum di luar ponpes tertarik belajar kitab kuning.
”Pelatihan ini kami berikan secara gratis. Ilmu pesantren itu penting, jadi harus dituntut sampai kapan pun,” tambahnya. Para siswa yang telah mengikuti pelatihan kitab kuning singkat itu nanti akan diberi sebuah sertifikat yang bisa digunakan sebagai sertifikat pendamping ijazah (SPI) jika siswa tersebut melanjutkan ke jenjang pendidikan formal berikutnya.
Menurutnya, SPI di bidang agama atau bidang mengaji nilainya lebih besar dibandingkan SPI di bidang lain. Dia mencontohkan, satu santrinya yang sudah diterima berkuliah di Institut Teknik Surabaya (ITS) tapi dari segi ekonomi sudah tidak mampu.
Akan tetapi, dia memiliki banyak SPI di bidang mengaji, nah SPI itulah yang dijadikan sebuah senjata bagi santrinya tersebut untuk tetap bisa menuntut ilmu. ”Karena dia punya SPI mengaji kitab kuning, dia bisa melanjutkan di ITS dengan keringanan biaya. Dia juga menjadi pengajar ngaji di sebuah musala di Surabaya karena keahliannya tersebut. Ini hanya contoh kecil manfaat belajar ngaji,” kata Toha.
Pria yang seminggu sekali mengisi rubrik di Jawa Pos Radar Ba nyuwangi edisi Jumat itu menekankan kepada seluruh umat Islam agar lebih giat belajar mengaji sebagai bekal hidup kelak. Usia bukanlah hambatan bagi siapa saja untuk menuntut ilmu.
”Bagi siapa saja yang ingin mengikuti pelatihan ini silakan mendaftar, nanti akan kami adakan gelombang kedua. Kami siap menjadi pembimbing. Ilmu agama itu sangat banyak manfaat nya,” pungkasnya. (radar)