Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Demi Tegakkan Disiplin, Sepakat Lewat Mediasi

KOMPAK: Peserta seminar hukum di AIL Rogojampi menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
KOMPAK: Peserta seminar hukum di AIL Rogojampi menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya.

Maraknya insiden guru memukul murid hingga berlanjut ke ranah hukum menjadi bahasan menarik dalam seminar nasional di hall Alam Indah Lestari (AIL), Sabtu kemarin (27/10). Mayoritas guru kurang sependapat jika kasus ini harus diselesaikan lewat jalur hukum. Mereka lebih sepakat kasus ini ditempuh dengan cara mediasi.

WAJAH Saiful terlihat semringah. Dia tak kuasa melampiaskan kegembiraannya setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis bebas kasus yang dia alami. Saiful pun dinyatakan tidak terbukti memukul muridnya. Kendati bebas, Saiful belum bisa tidur nyenyak. Sebab, jaksa yang menyidangkan kasus ini langsung mengajukan kasasi.

Penggalan kasus yang dialami Saiful ini menjadi kajian menarik dalam seminar nasional di AIL Sabtu kemarin. Kasus ini seti daknya menjadi cermin bagi guru agar tidak ringan tangan terhadap muridnya. Namun, di sisi lain, para guru banyak yang trauma.

Mereka takut mengasari muridnya kalau ujung-ujungnya harus berhadapan dengan hukum  Ketua LKBH PGRI Banyuwangi Achmad Wahyudi menentang keras jika perbuatan guru yang sekadar ”jewer” muridnya itu harus berlanjut ke kantor polisi. Kata Wahyudi, guru yang berbuat kasar semata untuk mendisiplinkan muridnya tidak harus dihukum, tapi harus diselesaikan secara kekeluargaan.

”Kasus yang dialami Pak Saiful kerap terjadi di sekolah lain. Hanya karena mencubit muridnya, dia harus berhadapan dengan hukum. Makanya orang kayak Saiful butuh perlindungan hukum,’’ kata Wahyudi saat menjadi nara sumber dalam seminar bertajuk mewujudkan manajemen sekolah yang profesional, konstitusional, dan akuntabel.

Seminar ini lebih hidup karena dihadiri oleh pejabat yang berkompeten di bidang hukum. Ada Kapolres Banyuwangi AKBP Nanang Masbudi; Kajari Syaiful Anwar, dan narasumber kehormatan, Zamroni. Dia tercatat sebagai warga asli Banyuwangi yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Batu Licin, Kalimantan.

Kehadiran Zamroni yang juga pernah menjadi hakim di PN Banyuwangi itu seolah menjadi pengobat rindu akan penegakan hukum yang kerap mendera para guru. ”Pemidanaan itu pilihan terakhir (reporatif justice). Ada jalan yang lebih bijak, yakni mediasi,’’ tegas hakim kelahiran Wongsorejo, Banyuwangi itu.

Bak gayung bersambut, pendapat Wahyudi maupun Zamroni juga diamini oleh Kapolres AKBP Nanang Masbudi dan Kajari Syaiful Anwar. Kapolres sepakat jika kasus-kasus guru dengan murid diselesaikan lewat mediasi. Sebaliknya, kalau memang kasus itu sarat dengan pidana maupun kriminal, maka penyelesaian terakhir harus lewat proses hukum.

”Mediasi bisa dilakukan jika kedua belah pihak bisa damai. Menurut saya untuk penyelesaian lewat mediasi itu terkait pembinaan disiplin. Tapi, kalau ada guru tertangkap kasus judi dan narkoba, jelas tetap kita proses sesuai hukum yang berlaku,’’ tegas mantan Kabag Regident Polda Sumut itu.

Lebih lanjut mantan dosen di Akpol dan PTIK itu menjelaskan, untuk merespons keinginan guru perlu dilakukan kesepakatan. Selain itu, perlu ada pemahaman antara guru, komite sekolah, dan wali murid. ”Tiga komponen itu penting untuk menyosialisasikan perihal mediasi,’’ tegas perwira polisi dengan dua melati di pundak itu.

Kajari Saiful Anwar mendukung apa yang disampaikan Kapolres. Kata Saiful, sewaktu dirinya menjabat Kajari di Nunukan, pola seperti itu pernah diterapkan. Artinya, sharing antar wali murid dan guru dilakukan di masing-masing wilayah kerja. ”Prinsipnya kejaksaan siap jika dilibatkan dalam pembinaan di masing-masing sekolah.

Selagi tujuannya untuk kebaikan, rencana kegiatan itu tetap kita dukung,’’ kata jaksa yang punya hobi berat menyanyi itu. Apa yang disampaikan Kapolres, Kajari, maupun Ketua LKBH PGRI tampaknya mendapat dukungan dari guru. Kepala SMAN 1 Genteng Mujib, siap merealisasikan MoU antara kepolisian, kejaksaan, dan guru.

Menurutnya, MoU ini harus melibatkan wali murid. Sebab, persoalan adanya ”keerasan terhadap siswa” ini sangat terkait erat dengan wali murid. ”Wali murid perlu dilibatkan. Yang pasti, kami siap jika MoU ini dilakukan di masing-masing wilayah kerja (wilker) guru,’’ tegas Mujib.

Ketua LKBH PGRI Achmad Wahyudi siap merealisasikan MoU antar polisi, kejaksaan, sekolah terkait nasib guru yang selalu diposisikan salah dalam kasus kekerasan siswa. Menurut Wahyudi, persoalan ini tak lepas dari produk hukum yang ada. Berdasarkan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, siswa berhak mendapatkan perlindungan hukum. Satu sisi, berdasarkan UU nomor 12/2005, guru punya kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ini, kadang guru harus berhadapan dengan UU nomor 23/2002. Mencubit jurid demi kebaikan dibilang menganiaya. Dilematis memang posisi guru. Karena itu memang perlu ada kode etik bagi guru. Dan hal ini harus disosialisasikan sampai ke tingkat bawah,’’ ungkap mantan Ketua DPRD Banyuwangi itu. (radar)