Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Denada Jadi Sayu Wiwit

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Pertunjukan seni kolosal sarat makna. Gandrung Sewu, bakal kembali dihelat di Banyuwangi. Even tahunan yang kali ini mengangkat tema “Podo Nonton” tersebut bakal dilengkapi fragmen heroisme warga Bumi Blambangan yang dimotori Rempeg Rogojampi dan sayu wiwit dalam melawan penjajah.

Festival Gandrung Sewu 2015 akan digeber di bibir Pantai Boom, Banyuwangi, Sabtu sore mendatang (26/9). Tarian khas Banyuwangi yang ditetapkan sebagai warisan “budaya tak benda” oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah itu akan diperagakan 1.200 penari di pinggir pantai dengan latar pemandangan Selat Bali yang menawan tersebut.

Even budaya yang digelar tiap tahun itu memperkuat positioning wisata budaya yang menjadi unggulan Banyuwangi selain wisata alam. Beberapa tahun terakhir Banyuwangi memang konsisten mengangkat seni dan budaya sebagai bagian dari pengembangan wisata.

Contohnya Festival Kebo-keboan dan Seblang yang dimasukkan dalam rangkaian agenda Banyuwangi Festival (B-Fest).  Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, masyarakat Banyuwangi turut berbangga memiliki beragam seni dan budaya lokal yang sangat khas.

“Kami ingin seni dan budaya ini dikenal secara luas dan ikut memperkuat khazanah budaya Banyuwangi di tingkat nasional dan internasional,” ujarnya. Menurut Anas, Gandrung sewu juga memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta persaingan pariwisata di Indonesia.

Sebab, even tersebut digelar tak jauh dari bibir pantai yang menjadi salah satu destinasi wisata alam unggulan di Banyuwangi “Dengan demikian, berarti kami menjual even sekaligus destinasi alam Sewu Gandrung terbukti telah menjadi daya tarik pariwisata Banyuwangi,” cetusnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), M. Yanuarto Bramuda, menjelaskan tarian gandrung terdiri atas tiga segmen, yakni jejer gandrung, paju gandrung dan ditutup dengan seblang subuh.

“Podo nonton (menonton bareng-bareng) merupakan salah satu bagian dari penunjukan jejer gandrung.” kata dia. Pada nonton sejatinya merupakan tembang wajib yang menjadi musik pengiring pada saat pertunjukan jejer gandrung.

Tema itu diangkat karena syairnya mengandung makna heroisme dan perjuangan yang sangat berat dari para pendahulu Bumi Blambangan ketika melawan Belanda. “Tema Podo Nonton juga akan dikisahkan dalam sebuah drama teatrikal yang sarat pesan,” ujarnya.

Dalam perhelatan kali ini akan ditampilkan adegan kondisi Banyuwangi yang subur dan makmur sekitar tahun 1771. Tiba-tiba Belanda datang dan memorakporandakan desa dan hasil tani milik rakyat. “Nanti akan ada visual paglak yang dirusak, hasil tani dan perkebunan yang dirampas,” cetus Bramuda.

Dalam kondisi yang tertindas tersebut, para petani bangkit dan melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan tersebut. Hingga akhirnya pecahlah perang awal antara penduduk Pribumi dan kolonial.

Di masa peperangan tersebut muncul tokoh- tokoh yang menjadi motor penggerak perlawanan terhadap penjajah, yakni Rempeg Jogopati dan Sayu wiwit.  Yang menambah perhelatan Gandrung Sewu tahun ini semakin istimewa adalah Sayu wiwit akan diperankan artis kenamaan tanah air, yakni Denada.

“Denada akan memerankan Sayu wiwit. Bersama Jogopati, dia akan berperan jadi pemimpin perang Puputan yang sangat heroik sampai titik darah penghabisan,” tutur pria yang akrab disapa Bram tersebut. (radar)