Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dengan Penghasilan 35 Ribu Sehari, Pasutri Ini Rawat Dua Lansia dan Anak Cacat

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sakimin,-65,-(kanan)-dan-Legirah-melayani-pembeli-di-warung-miliknya,-kemarin.
Sakimin, 65, (kanan) dan Legirah melayani pembeli di warung miliknya, kemarin.

SEMPU – Pasangan suami istri (pasutri) Sakimin, 65, dan Legirah, 60, salah satu keluarga miskin (gakin) asal Dusun Panjen, RT 3, RW 2, Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, ini harus bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi keluarga.  Meski serba kekurangan,  harus merawat dua orang lanjut usia (lansia) dan satu anak yang cacat fisik.

Dua orang lansia yang dirawat oleh pasutri itu, adalah Tuminem, 100, dan Jumali, 90. Tuminem adalah ibu kandung Legirah, sedang Jumali itu adik kandung Tuminem, atau pamannya Legirah. “Sudah lama ikut saya,” ujar Legirah. Sejak lima bulan lalu,   terang dia, ibu kandungnya yang sudah berumur satu abad itu tak mampu ber jalan.

Praktis hanya bisa tiduran di atas ranjang.  Sementara Jumali, masih bisa berjalan meski tidak bisa melihat karena kedua matanya terserang katarak. “Kalau berjalan pelan dan tangannya sambil meraba-raba,” katanya. Selain penglihatannya  yang sudah tidak normal, kondisi Jumali juga tidak sehat karena digerogoti penyakit prostat sejak lima  tahun lalu.

Untuk hanya sekedar buang air kecil, harus melalui bantuan selang yang dipasangkan pada alat kelamin. Setiap  dua bulan sekali, selang  itu harus diganti. “Kalau ganti selang dibawa ke pak dokter dan puskesmas,  bayar Rp 80 ribu,” ungkap  Legirah dengan polos.

Derita yang dialami pasutri ini tidak sampai di situ. Putri ketiganya, Suyati, 31, mengalami cacat fisik setelah kejang pasca menjalani operasi tumor cair pada bagian perutnya. Putri kandungnya itu, bila jalan pelan (nyeret) dengan kondisi tangan kaku.

“Sejak kecil normal, baru setelah lulus SMA dan operasi tumor tiba- tiba kejang, lalu kaki dan tangannya mendadak kaku,” jelasnya. Yang lebih mengerikan, jika  penyakit putrinya itu kambuh, kerap  mengalami kejang-kejang dengan mata terbelalak mirip seperti epilepsi.

“Kalau sudah kambuh saya takut, dan harus cepat-cepat dibawa ke  dokter,” cetus ibu empat anak itu. Jika anaknya kambuh dan terkadang harus opname dan rawat inap di rumah sakit, keluarga ini mengaku pusing. Sebab, keluarganya sama sekali tidak mempunyai uang untuk  membayar biaya itu.

“Terpaksa harus utang, jangankan beli obat, untuk makan saja masih susah,” kata Sakimin dengan mata berkaca-kaca. Untuk menopang dan menghidupi anak dan dua lansia, pasutri ini hanya bergantung pada penghasilan berjualan bensin dan Pertamax eceran di warung kecil tepi jalan  menuju rumahnya.

Legirah-sedih-melihat-kondisi-ibunya,-Tuminem.

“Sehari ada yang bisa untuk dibuat membeli beras sudah syukur, kalau sayur mayur kadang cari di kebun dan sawah,” jelas Sakimin.

Penghasilannya berjualan bensin, Pertamax eceran, dan warung kelontong itu, penghasilannya sehari hanya sekitar Rp 35 ribu. Jika turun  hujan dan tidak ada warga yang  pergi ke sawah dan kebun, maka  tidak ada yang membeli bensin dan  Pertamax eceran miliknya.

“Disyukuri saja, beruntung masih ada anak kami Farizal yang masih muda dan bekerja untuk membantu kami,” ungkapnya. (radar)