Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Diduga Ada Penyimpangan Keuangan, Dewan Segera Bentuk Pansus PT PBS

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

LCT-Putri-Sri-Tanjung-I

BANYUWANGI – Kasus karamnya kapal landing craft tank (LCT) Putri Sri Tanjung I disikapi serius kalangan dewan. DPRD  Banyuwangi berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengungkap berbagai  hal yang mengakibatkan karamnya kapal  aset pemkab tersebut.

Hal itu terungkap pada rapat dengar pendapat  (hearing) yang digeber di kantor DPRD Banyuwangi kemarin (13/6). Hearing kali ini dilakukan untuk menindaklanjuti hasil audiensi yang dilakukan Komisi II dan Komisi III DPRD dengan serikat pekerja PT. PBS Rabu lalu (8/6).  

Sejumlah pihak terkait, antara lain Komisaris PBS, Rudi Santoso, dan Direktur Utama PT. PBS, Wahyudi. Selain itu, hearing yang dipimpin Wakil Ketua DPRD, Joni Subagio, itu juga dihadiri Kepala Badan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (BPKAD), Djajat Sudrajat,  dan Kepala Dinas Sosial, Tenaga   kerja, dan Transmigrasi (Dinsosna kertrans), Syaiful Alam Sudrajat.  

Pada kesempatan tersebut Wahyudi menyampaikan kronologi hingga akhirnya satu diantara dua kapal yang dikelola  PBS, yakni LCT Putri Sri Tanjung I, karam di kawasan Pelabuhan  Ketapang beberapa hari lalu. Dikatakan, bisnis pelayaran kapal LCT mengalami perubahan signifikan. Itu menyusul adanya warning dari Dirjen Perhubungan  Darat Kementerian Perhubungan(Kemenhub) bahwa mulai 2017kapal LCT tidak boleh beroperasi.  

Namun, seiring transisi pergantian Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub pada tahun 2015, kebijakan kembali berganti. Saat itu Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub “hanya” memberikan waktu dua bulan sebelum LCT tidak diperbolehkan beroperasi.  

Singkat cerita, akibat kebijakan tersebut, pihak PBS memutuskan  tidak melakukan docking kapal LCT Putri Sri Tanjung I. Alasannya,  butuh 12 bulan pendapatan untuk  mengembalikan modal alias break event point (BEP) atas biaya  docking tersebut.

“Karena saat itu tidak ada jaminan perpanjangan keberlangsungan LVT, maka dengan mempertimbangkan berbagai risiko, kami melakukan rapat dan hasilnya diputuskan tidak docking,” ujar Wahyudi. Gara-gara tidak dilakukan  docking, kapal LCT Putri Sri Tanjung pun belakangan terpaksa  stop beroperasi.

Bukan itu saja, menyusul tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Rafelia II di Selat Bali pada Maret lalu, LCT tidak diperkenankan  mengangkut penumpang. “Akibatnya, pendapatan armada kami turun signifikan,” ujarnya.

Wahyudi merinci, pada Januari 2016 pendapatan satu unit kapal yang beroperasi, yakni LCT Putri Sri Tanjung, mencapai Rp 680 juta. Pendapatan kapal tersebut turun menjadi Rp 670 juta pada  Februari 2016. Tren serupa berlanjut pada Maret, April, dan Mei, dengan pendapatan berturut-turut senilai Rp 327 juta, 218 juta, dan 267 juta.

Akibat pendapatan terus turun, imbuh Wahyudi, sejak Maret 2016 pihak perusahaan dengan berat hati hanya membayar separo  gaji para kru LCT Putri Sri  Tanjung I yang stop beroperasi  tersebut. “Sedangkan teman-teman yang bekerja di LCT Prutri  Sri Tanjung yang masih beroperasi, kita terimakan hak mereka secara penuh,” akunya.

Sementara itu, anggota DPRD Banyuwangi, Naufal Badri, mengatakan sebenarnya sejak bertahun-tahun lalu PT. PBS mengalami kelebihan cash flow dari target pendapatan senilai Rp 600 juta per kapal per tahun. “Seharusnya  itu bisa digunakan biaya operasional dan perawatan kapal. Seandainya saya jadi direktur dan saya  tidak mampu mengelola kapal,  saya akan angkat tangan dan menyatakan tidak mampu jadi direktur,” sindir adik kandung mantan Bupati Samsul Hadi tersebut.

Pernyataan Naufal itu ditanggapi anggota dewan yang lain, Handoko. Menurut dia, persoalan karyawan tidak digaji sangat tidak masuk akal. Sebab, sebelumnya ada statemen pihak PT. PBS bahwa akan melakukan sewa kapal.

“Saat karyawan hanya digaji separo, bagaimana dengan direksi dan manajemen, apakah mereka juga terima separo gaji?” tanya dia. Anggota DPRD yang lain, Khusnan Abadi, menambahkan pada 2012 PT. PBS berencana membeli kapal dari Jepang.

“Tetapi,  rencana tersebut tidak ada kejelasan. Informasi yang berkembang, uang yang ada di bank sudah mau keluar tapi tidak dicairkan.Akhirnya, kapal dari Jepang tersebut di-take over perusahaan lain,” sesalnya.

Namun, saat berbagai pertanyaan tersebut belum mendapat jawaban  dari pihak PT. PBS, Joni melontarkan bahwa DPRD akan membentuk panitia khusus (pansus)  untuk mengusut persoalan  tersebut. ”Kita juga bisa mengontrak  tim auditor agar semua yang memakan uang rakyat bisa diketahui,” cetusnya seraya menutup agenda hearing kemarin.

Dikonfirmasi usai memimpin rapat, Joni mengaku kepastian DPRD membentuk pansus tersebut akan ditentukan melalui forum musyawarah dewan. “Karena lembaga DPRD memiliki 50 anggota. Itu tadi (membentuk pansus) hanya keputusan  sementara,” akunya.

Joni menambahkan, pembentukan pansus perlu dilakukan lantaran aset yang dikelola PT.  PBS merupakan milik pemkab yang dibeli dengan uang rakyat. Bahkan, dia menduga ada penyimpangan yang dilakukan jajaran direksi dan manajemen  PT. PBS, sehingga perusahaan tersebut mengalami masa-masa sulit seperti saat ini.

“Itu nanti kita buktikan lewat cara-cara yang elegan. Kita sewa auditor independen,” tegasnya. Dikonfirmasi terpisah, Wahyudi mengaku menghormati hak  dewan membentuk pansus. Dia mengaku siap diaudit kapan pun.  “Karena kami secara rutin memang diaudit,” pungkasnya. (radar)