Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Dihajar Teman Sekolah, Siswa SMK Pelayaran di Banyuwangi Lapor Polisi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Kekerasan di dunia pendidikan terjadi di Banyuwangi. Empat pelajar SMK Negeri 1 Kalipuro atau Sekolah Pelayaran Niaga diduga menjadi korban penganiayaan sesama pelajar di sekolahnya. Ironisnya, kekerasan fisik ini terjadi atas perintah seniornya.

Kekerasan fisik terhadap para siswa baru ini terjadi sekitar sepekan lalu. Salah satu korban berinisial FADZ (15) mengaku mendapatkan hukuman fisik dari seniornya setelah beberapa hari tidak masuk sekolah.

Akibat kekerasan itu, FADZ mengalami luka memar dan lebam di bagian wajahnya. Orang tua korban sempat kaget melihat kondisi sang anak. Tak terima atas kejadian ini, korban didampingi kedua orang tuanya kemudian mengadukan hal ini ke polisi.

“Pas apel pagi dipanggil oleh seniornya agar maju. Ada anak empat yang tidak masuk dan ditampar bergantian oleh rekan sekelasnya atas perintah seniornya. Disuruh menampar yang keras. Jika tidak akan dihukum oleh kakak kelasnya,” kisah Sahrir (44), orang tua FADZ, Selasa (25/9/2018).

Sahrir menceritakan awalnya FADZ izin untuk tidak masuk sekolah pada Sabtu (15/9/2018) pekan lalu. Namun karena kondisinya masih lemas, FADZ belum juga masuk, namun untuk kali ini pihaknya mengakui jika tanpa surat pemberitahuan.

Akan tetapi di hari Selasa (18/9/2018), korban dianiaya oleh teman sekelasnya. Diduga ada sekitar 70 orang yang menampar korban dan ketiga temannya yang lain di bagian wajah.

Korban kemudian mengeluh pusing dan minta ijin pulang lebih awal. Semula salah satu guru telah mengizinkan. Namun izin itu dibatalkan oleh Kepala Sekolah SMKN 1 Kalipuro, Yus Kardiman.

“Akhirnya korban tak jadi pulang. Esoknya kita lakukan visum karena digunakan untuk makan sakit,” ungkapnya.

Sahrir berharap proses hukum berlanjut. Menurutnya, disiplin tidak harus dijalankan dengan tindak kekerasan. Apalagi pascakejadian anaknya memilih untuk tidak sekolah lagi. “Okelah sekolah menerapkan pendidikan semi militer. Tapi kalau melakukan penamparan jelas kita tolak,” tegasnya.

Sementara itu, terkait insiden ini, pihak sekolah mengaku tidak tahu-menahu. Namun ia mengakui jika pendidikan yang diberikan di sekolahnya bersifat semi militer.

“Pelajar yang tidak masuk memang dihukum fisik seperti koprol dan push up. Itu atas kesepakatan pelajar sendiri. Pendidikan memang semi militer karena dunia kerjanya di laut dan keras,” jawab Yus.

Meski demikian, pihaknya juga telah menurunkan tim pencari fakta untuk mengusut kasus ini.