Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Disperindag Tak Layani Tera Pertamini

Usaha Pertamini seperti yang ada di Cungking ini terus bermunculan di Banyuwangi.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Usaha Pertamini seperti yang ada di Cungking ini terus bermunculan di Banyuwangi.

BANYUWANGI – Bidang Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banyuwangi yang menangani Metrologi Legal, tidak akan melakukan tera ulang terhadap pompa ukur Pertamini.

Sebab, tempat penjualan bahan bakar minyak (BBM) mirip stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dalam skala kecil yang banyak bermunculan itu adalah ilegal. Kepala Bidang Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Disperindag Banyuwangi, lr. Abdul Haris Hartono, MT menjelaskan, Disperindag Provinsi Jawa Timur telah mengeluarkan surat edaran kepada pengusaha Pertamini bernomor 510/1850/118-08-2016.

Surat tersebut berisi larangan mempergunakan alat pompa ukur BBM yang tidak bertanda tera sah yang berlaku. Pasalnya, hal itu melanggar aturan perundang-undangan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang metrologi legal pasal 25.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang wajib dan pembebasan untuk ditera dan atau ditera ulang serta syarat-syarat bagi alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP).

Kemudian, Surat Direktur Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Nomor 211/SPK/SD/ 10/2015 perihal legalitas Pertamini. Disebutkan bahwa pompa ukur yang digunakan pada Pertamini secara prinsip tidak memenuhi ketentuan yang berlaku dan berpotensi merugikan konsumen.

“Surat edaran dari Disperindag Jatim ini akan kita sebarkan kepada pengusaha Pertamini melalui kantor-kantor kecamatan. Sebab, Pak Camat yang paham di mana saja ada Pertamini di wilayahnya,” katanya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa Pertamini sebagai tempat penjualan BBM tanpa izin usaha niaga dari pemerintah adalah melanggar hukum.

Pengawasan distribusi BBM menjadi wilayah Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan pengawasan kegiatan sub penyalur menjadi wewenang pemerintah daerah setempat.

Padahal, Direktorat Metrologi telah melakukan penelitian dan pengujian terhadap pompa ukur Pertamini, yang ternyata tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Untuk itu, Disperindag diminta untuk mengimbau pemilik Pertamini mengurus periinan dan memenuhi persyaratan sesuai peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas.

“Disperindag juga tidak boleh melakukan tera atau tera ulang Pertamini, karena alat ukur tersebut tidak termasuk lingkup metrologi legal dan berpotensi merugikan konsumen,” beber Haris.

Larangan melakukan tera dan tera ulang Pertamini itu juga dibahas dalam pertemuan teknis Kemetrologian di Jogjakarta pada 22-24 Agustus 2017. Haris mengungkapkan, Direktur Metrologi menjelaskan bahwa unit metrologi legal kabupaten/kota tidak menera atau menera ulang Pertamini.

“Direktorat Metrologi telah melakukan penelitian terhadap salah satu pompa ukur BBM milik produsen untuk memperoleh izin tanda pabrik, tetapi hasilnya belum memenuhi persyaratan teknis kemetrologian,” ungkapnya.

Sementara itu, Ismail Arifin, ketua Bidang SPBU Hiswana Migas se eks Karesidenan Besuki dan Lumajang menyambut baik terbitnya larangan bagi Pertamini. Menurutnya, ada tiga modus yang dijalankan Pertamini, yakni mengoplos BBM, mengurangi takaran, dan menaikkan harga.

Selama ini, Ismail mengaku mengawasi pengusaha Pertamini saat membeli BBM dengan jeriken di SPBU. Biasanya separoh jeriken diisi pertalite lebih dahulu baru dipenuhi dengan pertamax. Padahal, mereka mengaku BBM yang dijual adalah pertamax.

Kemudian takaran yang diberikan kepada konsumen tidak sampai 1 liter. Padahal, harga yang dibayar konsumen di atas harga pertamax di SPBU. “Jadi, Pertamini telah merugikan konsumen, karena diduga mengurangi kualitas dan kuantitas BBM, tetapi menjualnya dengan harga lebih mahal,” ungkap pengusaha asal Kecamatan Genteng itu. (radar)