Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Eksekutif Serahkan Empat Raperda

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Kurang dari tiga bulan menjelang tutup tahun, eksekutif kembali mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) kepada DPRD Banyuwangi. Tidak tanggung-tanggung, kali ini eksekutif menyerahkan empat raperda sekaligus.

Empat raperda itu meliputi raperda perubahan ke-3 atas Peraturan Daerah (Perda) Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2007 tentang penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga; raperda tentang perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah.

Raperda tentang perubahan  atas Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha; dan raperda tentang Izin usaha jasa konstruksi DPRD langsung menggelar paripurna penyampaian nota penjelasan bupati atas diajukannya empat raperda tersebut kemarin (15/10).

Dalam rapat yang dibuka oleh wakil ketua dewan, yakni Ruliyono itu, Bupati Anas mengatakan sejak tahun 2007 Pemkab Banyuwangi telah menyertakan modal kepada PT Bank Jatim dan PT BPR Jatim. Setiap tahun, jumlah modal daerah di kedua tersebut terus bertambah, baik berupa penambahan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mau pun dari deviden yang ditahan dan selanjutnya ditambahkan sebagai modal.

Dijelaskan, jumlah penyertaan modal Pemkab di Bank Jatim sampai tahun 2012 mencapai Rp 67,5 miliar lebih. Rinciannya, saldo akhir tahun 2012 sebesar Rp 50,9 miliar plus penyertaan modal tahun 2012 se besar 16,5 miliar. jumlah penyertaan modal di BPR Jatim  mencapai Rp 8 miliar lebih dengan rincian, saldo akhir tahun 207 sebesar Rp 3 miliar dan penyertaan modal tahun 2013 se besar Rp 5 miliar.

Mengenai raperda tentang perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah, bupati menjelaskan bahwa Perda Nomor 2 Tahun 2011 disusun berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Di dalam UU itu telah di atur pembagian jenis pajak, baik pajak provinsi maupun pajak kabupaten.

Berdasar UU tersebut, pemkab memiliki wewenang mengelola pajak secara mandiri sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). “Namun dalam perjalanannya, belum semua jenis pajak daerah tersebut dapat dikelola pemkab karena terdapat perangkat pendukung yang belum diserahkan secara total dari pemerintah pusat, sehingga pelaksanaannya masih harus bertahap,” ujar Bupati Anas.

Selanjutnya, berdasar ke tentuan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara disebutkan bahwa salah satu jenis pajak daerah yang ter masuk golongan komoditas tambang mineral bukan logam  ada lah belerang.

Mengingat komoditas tambang tersebut sangat potensial di Banyuwangi dan belum terakomodasi oleh Per da Nomor 2 Tahun 2011, maka perlu menetapkan peraturannya dalam perda tentang perubahan atas Perda No mor 2 Tahun 2011 tentang pajak daerah,” jelas Anas.

Menurut bupati, raperda tentang perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi jasa usaha diperlukan untuk mengambil langkah strategis guna menetapkan pengaturan tarif retribusi pemakaian/ pemanfaatan fasilitas Bandara Blimbingsari yang merupakan aset daerah. Sebab, berdasar ketentuan UU yang berlaku, setiap pemanfaatan aset daerah atau pemakaian kekayaan daerah oleh masyarakat dikenakan retribusi.

Pemanfaatan fasilitas Bandara Blimbingsari harus dikelola de ngan baik dan penuh rasa tanggung jawab agar dapat mendatangkan manfaat dan maslahat bagi masyarakat,” cetusnya. Saat menyampaikan no ta penjelasan tentang di ajukannya raperda tentang izin usa ha jasa konstruksi, Anas mengungkapkan, pengaturan tentang izin usaha konstruksi telah diatur dalam Perda Banyuwangi Nomor 8 Tahun 2009 tentang izin usaha jasa konstruksi.

Namun, dalam perjalanannya, pasca di berlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, izin usaha jasa konstruksi bukan merupakan jenis retribusi daerah, sehingga dalam pelayanan penerbitan izin tidak dikenakan retribusi.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka Perda Nomor 8 Tahun 2009 perlu diperbarui karena sudah tidak sesuai perkembangan perundang-undangan yang berlaku. “Pembaruan perda tersebut akan menghasilkan suatu perda baru yang hanya mengatur substansi pengaturan perizinan tanpa mengatur besaran tarif retribusi,” pungkas Anas.

Sementara itu, pasca pe nyerahan nota penjelasan oleh bupati kepada pimpinan DPRD, agenda selanjutnya adalah pandangan umum (PU) fraksi-fraksi di DPRD. “Sesuai ke tentuan yang berlaku, pe nyam paian nota penjelasan ini akan ditindaklanjuti dengan PU fraksi,” kata Ruliyono. (radar)