The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian
Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Andriena Marcelina, Pioneer of Psychology and Behavioral Facilitator in Banyuwangi

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox
Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Rela Blusukan ke Desa untuk Beri Penyuluhan

DIAKUI atau tidak, banyak orang tua di Banyuwangi yang tidak memahami gangguan perilaku yang diderita buah hatinya. Padahal jika terus di biar kan, gangguan tersebut bisa berakibat fatal, baik dari sisi perkembangan fisik maupun psikis sang anak.

However, secercah harapan bagi anak pengidap gangguan perilaku untuk meraih masa depan yang lebih baik, kini menyeruak. Ada orang yang secara sukarela mengorbankan waktu, energy, thought, hingga harta untuk mendampingi atau memberikan penanganan pada anak-anak yang membutuhkan terapi perilaku.

Dia adalah Andriena Marcelia. Bukan hanya memberikan penanganan pada anak yang membutuhkan terapi perilaku, Nina juga membuka tangan lebar-lebar untuk melayani kalangan orang tua yang ingin berkonsultasi dalam hal penanganan perilaku anak.

Even, dia juga kerap blusukan ke berbagai pelosok desa di Banyuwangi untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang gangguan perilaku dan cara penanganan psikologis anak. Sepak terjang Nina memberikan pendampingan, education, pengembangan life skill pada anak-anak berkebutuhan khusus di Banyuwangi dimulai sejak 2012 then.

Anak berkebutuhan khusus yang dia layani dikhususkan pada anak yang membutuhkan terapi perilaku, seperti penderita autisme, downsyndrome, disleksia, cerebral palsy, and others. Besides that, dia juga melakukan pembinaan pada anak dengan modivikasi perilaku akibat pola asuh yang keliru, misalnya anak yang ngutil uang orang tuanya.

Down syndrome adalah kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Sedangkan autisme merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, communication, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip.

Sedangkan disleksia merupakan gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia tujuh hingga delapan tahun. Disleksia ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan dalam memahami meskipun normal atau di atas rata-rata.

Meanwhile, cerebral palsy merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh buruknya pengendalian kelakuan, otot, kelumpuhan serta gangguan fungsi saraf lainnya. Originally, perempuan kelahiran Jakarta, 19 January 1981, ini membuka praktik konsultasi dan terapi perilaku anak di satu ruangan kecil yang berlokasi di kawasan jalan Adi Sucipto, Banyuwangi.

Namun lantaran ruang praktik yang dia sewa tersebut tidak mampu menampung banyaknya warga yang datang untuk berkonsultasi, Nina lantas memindah tempat praktiknya itu ke suatu rumah di Perumahan Flamboyan, Sobo Village, Banyuwangi.

Lagi-lagi tempat praktiknya tersebut tidak mampu mengimbangi animo warga yang datang untuk berkonsultasi. So, alumnus Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, itu kembali memindahkan lokasi praktik ke Perumahan Tanjung Puring Asri, Sobo Village, Banyuwangi District.

Di Perumahan Tanjung Puring Asri tersebut Nina membangun pusat pelayanan pendidikan, therapy, dan pengembangan life skill untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Tempat itu sekaligus dimanfaatkan sebagai kantor yang dia pimpin, yakni Yayasan Matahari Banyuwangi.

“Saya “membobol” tabungan pribadi dan tabungan suami untuk membangun tempat ini,” ujarnya saat ditemui wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi Selasa pagi (4/4). At the moment, jumlah anak asuh yang ditangani Yayasan Matahari Banyuwangi mencapai 160-an orang.

Rentang usia mereka cukup jauh, yang terkecil berusia 1,5 tahun dan yang paling besar berusia 27 year. Great again, anak-anak asuh tersebut tidak hanya berasal dari seantero Bumi Blambangan. Beberapa di antara mereka juga berasal dari Negara, Bali dan Paiton, Probolinggo.

Dalam mengelola Yayasan Matahari Banyuwangi, Nina dibantu 15 tenaga pengajar. Para tenaga pengajar tersebut mayoritas berlatar belakang sarjana pendidikan. Yayasan Matahari Banyuwangi itu terbagi dalam dua divisi, yakni terapi dan home schooling.

Great again, orang yang memiliki anak berkebutuhan khusus dipersilakan berkonsultasi tanpa membayar. Uniquely, kadang ada warga yang datang untuk berkonsultasi namun tidak memiliki uang, malah “membayar” jasa konsultasi yang diberikan Nina dengan satu karung jagung, satu tanda pisang, atau singkong.

Berbeda dengan terapi atau konsultasi, Yayasan Matahari Banyuwangi menerapkan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Belum berhenti sampai di situ, Nina juga tidak segan blusukan naik motor ke berbagai pelosok Banyuwangi untuk memberikan penyuluhan kepada para orang tua tentang gangguan perilaku anak serta cara penanganannya.

“Di mana pun ada yang mau kami bagi ilmu, kami siap datang," he said. It says, dia bersedia berbagi ilmu agar kalangan orang tua mendapat informasi yang benar tentang gangguan psikis anak. “Karena kurangnya informasi mengakibatkan terlambatnya penanganan. Kalau penanganan terlambat, maka proses penanganan tersebut akan semakin berat," he said.

Interesting, meskipun Yayasan Matahari Banyuwangi merupakan lembaga nonprofit, Nina tetap menggaji 15 tenaga pendidik yang mengabdi di yayasan yang dia pimpin. “Dari mana uang untuk menggaji karyawan? Selain dari sumbangan orang tua anak asuh, saya juga menyisihkan pendapatan ketika dipercaya memberikan penyuluhan. Besides that, kebutuhan dana untuk membayar gaji itu juga dibantu suami saya. Suami saya bekerja sebagai staf biasa di salah satu perusahaan pelayanan di Ketapang,"Account".

Meanwhile, orang tua yang datang ke kantor Yayasan Matahari Banyuwangi untuk berkonsultasi ternyata bukan hanya mereka yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Ada juga warga datang dan mengajak buah hatinya untuk berkonsultasi lantaran khawatir terhadap perubahan perilaku sang anak.

Seperti dilakoni salah satu warga asal Kecamatan Genteng. Perempuan tersebut mengajak putrinya yang duduk di kelas sepuluh salah satu SMA swasta di Banyuwangi untuk berkonsultasi kepada Nina. “Karena anak saya suka bengong sejak dua bulan terakhir. Besides that, prestasinya di sekolah juga menurun,” aku perempuan tersebut.

Perempuan yang enggan namanya dikorankan itu menambahkan, perubahan perilaku sang anak itu ditengarai akibat imbas pergaulan sang anak. “Mungkin karena ada temannya yang tidak suka kepada anak saya sehingga anak saya sering dipoyoki. Anak saya memang pendiam. Kalau ada apa-apa selalu dipendam sendiri," he concluded. (radar)

Exit mobile version