The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Farmers' Coffee Yields Continue to Fall

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

GLENMORE, Jawa Pos Radar Tile – Apa yang ditunggu para petani kopi di Banyuwangi, khususnya di wilayah Kecamatan Glenmore, akhirnya datang juga. Mereka kini memulai masa panen. sadly, yang dirasakan para petani kopi itu masih sama seperti dua hingga tiga tahun lalu. Hasil panen kopi masih menurun, Tuesday (23/5).

Hujan yang sering turun dengan deras, menjadi penyebab utama produktivitas kopi petani menurun. Hasil panen yang turun itu, menambah panjang menurunnya hasil produksi petani. “Hasil panen turun sejak 2020, hujan sering turun dan hasil panen jadi turun,” kata Mohammad Aziz, 53, petani kopi asal Dusun Kampung Baru, Margomulyo Village, Glenmore Kecamatan District.

Aziz mengatakan, hasil panen kopi miliknya menurun hingga dua kuintal setiap tahunnya. According to him, dari lahan kopi seluas satu hektare yang biasanya mampu memproduksi satu sampai 1,2 ton, sekarang hanya menghasilkan tujuh hingga delapan kuintal. “Ini juga banyak terjadi ke petani lain, bukan hanya saya.” terangnya pada Jawa Pos Radar Genteng.

Penurunan hasil panen itu, light him, terlihat dari ceri kopi berwarna merah saat akan dipanen. Bila melihat tanaman dikebun, menjadi tidak semangat memanen. “Yang merah sedikit sekali, cerinya sedikit. Ini dipanen dua kali sudah habis,"he said.

Penurunan hasil produksi kopi itu, masih kata Aziz, disebabkan bunga kopi yang seharusnya jadi buah, banyak yang membusuk dan rontok akibat terus diguyur hujan. “Kalau tidak busuk ya rontok, makanya hasil panen ceri kopi jadi sedikit,he explained.

Yang membuat para petani kopi pusing, hasil panen yang menurun itu diperparah dengan harga pupuk yang semakin mahal. At the moment, harga pupuk nonsubsidi mencapai Rp 450 up to Rp 500 thousand per bag. “Untuk pemangkasan ranting dan memanen, kita menyuruh orang, itu keluar biaya," he said.

Aziz mengaku sudah mulai beralih dari tanaman kopi. According to him, ia tidak bisa mengandalkan uang dari hasil tanaman kopi. “Sebagian lahan saya tanami puhung (singkong). Sudah tidak fokus di (tanaman) coffee,” ucapnya seraya menyebut saat ini hanya menanam kopi jenis robusta.

Senada dengan Aziz, petani kopi lainnya Abdus Salam, 73, disclose, tingginya curah hujan sangat memusingkan. Especially, para petani kopi di daerahnya belum mengenal penggunaan dome atau rumah jemur. “Tidak bisa jemur kopi kalau cuacanya hujan terus," he explained.

So that, he still said, ceri kopi yang dipanen jadi menghitam dan ditumbuhi jamur, karena kurang mendapat sinar matahari. “Ini panennya terlambat dan tidak dapat panas, ya seperti ini, menjamur," he said.

Saat ini ada kekhawatiran kopi jenis robusta akan langka di pasaran, lantaran pergeseran musim. Musim hujan yang datangnya tidak bisa diprediksi, sering membuat petani kopi robusta gagal panen. “Ada riset soal itu, bisa dilihat beberapa tahun ini selalu turun (produktivitas). Setiap berbunga diguyur hujan dan rontok,” kata pegiat kopi yang juga pemilik kedai kopi, Adrian Sasmita, 28.

Pria asal Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore itu menyoal minimnya pendampingan dari dinas terkait terhadap para petani, agar bisa meningkatkan nilai jual kopi panenannya. “Yang terjadi seperti itu, padahal kalau ingin tetap merasakan untung, petani harus bisa menaikan nilai jual kopinya," he said.

Andre, sapaan akrab Adrian Sasmita menyebut, para petani di wilayah Kecamatan Kalibaru dan Glenmore, sampai saat ini belum ada satupun yang memiliki dome. In fact, untuk mengolah kopi, mayoritas petani hanya menggunakan teknik pecah kulit saja. “Dulu di sini memanen asal (green, yellow, merah dicampur). Saat ini sudah mulai mau petik merah," he said.

Para petani, light him, banyak yang masih menjemur kopi di tengah jalan kampung dengan beralaskan terpal. even though, itu akan menurunkan kualitas kopi. “Itu sangat berpengaruh (cara pengeringan). Green bean kopi akan tercampur kerikil dan rasanya tidak enak," he said.

Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Disperpan) Banyuwangi, Ilham Juanda menyebut pelatihan dan pendampingan kepada para petani kopi sudah banyak dilakukan. “Kita sudah buat SL (Sekolah Lapang) untuk mengatasi permasalahan petani kopi di lapangan,' he said over the phone.

Ilham tidak memungkiri jika penyaluran informasi atau pelatihan tersebut, belum bisa menjangkau petani kopi secara keseluruhan. “Setiap menjelang panen, kita selalu buat (training). Mungkin petani yang masih belum mempraktikkan tidak ikut dalam pelatihan itu,"he said.

Terkait bantuan dome untuk meningkatan nilai jual kopi, Ilham menyebut masih belum bisa menyalurkan secara massif. “Bantuannya ada, tapi kembali lagi, kami tidak bisa menyalurkan ke seluruh petani. Semoga saja nanti bisa dibagikan lebih luas,He said.(sas/abi)

source