The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Take a Peek at the Uniqueness of the Ogoh-ogoh Parade in Patoman Village, Banyuwangi Regency

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

TIMES BANYUANGI, BANYUWANGI – Memeriahkan malam Nyepi tahun Caka 1945, pawai ogoh-ogoh di Desa Patoman Banyuwangi Regency terlaksana dengan spektakuler.

Setidaknya desa yang juga dikenal dengan Kampung Pancasila ini didatangi ribuan pengunjung yang ingin menyaksikan secara langsung kirab budaya tahunan itu.

Pawai ogoh-ogoh tahun ini terlihat begitu meriah, apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang Jalan Raya Patoman dipadati pengunjung yang antusias menonton. Understood, setelah beberapa tahun pawai ogoh-ogoh harus vakum karena pandemi Covid-19.

Tahun ini ramai sekali, beda dari pawai ogoh-ogoh sebelumnya yang terlihat tidak begitu meriah seperti saat ini,” kata Salah satu penonton asal Desa Bomo, Sutipah,(21/03/2023).

Pawai ogoh-ogoh yang dimulai saat petang tersebut, menyusuri rute di sepanjang Jalan Raya Patoman, hingga perempatan Gang Bali yang masuk di Kampung Pancasila. after, ogoh-ogoh yang telah dibuat selama kurang lebih satu bulan tersebut dibakar hingga habis.

Pawai-Ogoh-ogoh-banyuwangi-2.jpgSalah satu penampilan sanggar seni tari Desa Patoman, yang ikut memeriahkan acara pawai ogoh-ogoh. (Photo: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)

Ogoh-ogoh Bhuta Kala ini dibakar, dengan maksud simbol dari keangkara murkaan, kebengisan, ketamakan, dan sifat jahat ini disucikan dan dihapus,” jelas pemuka agama Hindu sekaligus Kepala Dusun Patoman Tengah, Made Hardhana, saat turut mengarak ogoh-ogoh.

Pawai ogoh-ogoh tersebut menghadirkan lima Ogoh-ogoh, dengan tiga ogoh-ogoh besar, dan dua ogoh-ogoh kecil. Yang berwarna merah dan kuning, dengan pencahayaan lampu tersebut menambah kuat karakter masing-masing ogoh-ogoh. Hal Itu dilakukan untuk memberikan efek dari sifat kemurkaan saat dilihat.

Meskipun berat satu ogoh-ogoh kecil berkisar antara 20 kilogram yang dibawa oleh pasukan bocil, mereka tampak girang menari-menari dengan menggotong Bhuta Kala secara bergantian.

Begitu pula para pemuda hindu Desa Patoman yang tidak kalah heboh. Berputar ke sana ke mari membawa Bhuta Kala seberat kurang lebih 50 kilogram dengan mimik seram disertai lampu yang menyala seperti akan melahap para penonton yang enggan memberikan jalan untuk ogoh-ogoh.

Selain tampilan dari kelima ogoh-ogoh. Pada barisan terdepan pawai tersebut, terlihat gadis kecil yang menggemaskan dengan membawa obor pada tangan mereka. Yang nantinya obor tersebut digunakan untuk membakar ogoh-ogoh.

Meriahnya pawai ogoh-ogoh di Desa Patoman juga terdapat beberapa talent yang ikut merayakan malam nyepi. Seperti sanggar tari Desa Patoman dengan membawakan tarian khas Bali. Terlihat manis dan piawai pemudi sanggar tersebut dalam membawakan tarian yang ditonton ribuan pasang mata.

Tidak hanya menampilkan apa yang dimiliki oleh desa Patoman, para penggiat pawai tersebut juga mengundang Seni Barong dari Singojuruh lengkap dengan panjak menambah seru aksi barongan saat berlenggak lenggok. Terdapat tiga barong dalam kemeriahan pawai Ogoh-ogoh tahun ini.

Esok umat Hindu menyepi dengan hikmat di kediaman mereka masing-masing dengan meninggalkan aktivitas duniawi dalam keheningan dengan cara bermeditasi. Tujuannya untuk menemukan jati diri demi mendapatkan keseimbangan diri dan alam semesta.

However, sebelumnya memang terlihat begitu meriah dan spektakuler pawai Ogoh-ogoh di Desa Patoman, Banyuwangi Regency. Apalagi dengan segala upayanya, warga menampilkan acara tahunan ini secara epik. (*)

herald : Light budget (MG-456)
Editor : Ronny Wicaksono

source