Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Fasih Baca Alquran ketika Duduk di Semester Dua

Ustad Wahyudi
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Ustad Wahyudi

Fasih Baca Alquran ketika Duduk di Semester Dua Sosok H. Achmad Wahyudi semakin melekat di hati warga Banyuwangi. Selain sebagai politisi dan pengacara, Wahyudi juga dikenal sebagai mubalig. Selama Ramadan, jadwal ceramahnya cukup padat. Sebulan penuh Wahyudi bersama Majelis Pengajian Khotmil Qur’an Adz-Dzikri roadshowke desa-desa. S

-YAIFUDDIN MAHMUD, Banyuwangi-

JARUM jam baru menunjuk pukul 09.00. Meski masih pagi, kediaman Wahyudi di ka- wasan Perumahan Sutri, Banyuwangi, sudah ramai orang. Tamu silih berganti datang, ada pengemis, pejabat, kiai, hingga masyarakat yang butuh pendampingan hukum. Hampir tiap hari rumah yang berhadapan dengan masjid itu tak pernah sepi dari aktivitas.

Rumah tersebut pantas ramai karena sehari-hari sebagai home base Majelis Pengajian Khotmil Qur’an Adz-Dzikri. Di tempat inilah Wahyudi merancang strategi ceramah, menyusun pembelaan, hingga mengajari anak-anak membaca Alquran. ”Ya seperti inilah, Mas, setiap hari. Di tempat inilah kami merancang pengajian Khotmil Qur’an,” ujar Wahyudi kepada koran ini.

Kesibukan Wahyu di selama Ramadan memang padat. Dia harus berceramah ke pelosok-pelosok desa Banyuwangi. Selama road show, Wahyudi dikawal pengurus PGRI Banyuwangi. Ada 13 tempat yang harus didatangi bersama majelis Khotmil Qur’an, yaitu Cluring, Songgon, Licin, Genteng, Kalibaru, Muncar, Bangorejo, Rogojampi, dan tempat-tempat lain. Itu belum termasuk undangan mengisi pengajian di kantor-kantor.

”13 tempat itu jadwal pengajian Khotmil Qur’an saja, selebihnya permintaan dari masyarakat umum,” ungkap mantan ketua DPRD Banyuwangi itu. Kesibukan selama Ramadan itu diakui Ketua Majelis Pengajian Khotmil Qur’an Adz-Dzikri, H. Abdurahman. Selama road show berlangsung, Majelis Pengajian Khotmil Qur’an Adz-Dzikri telah menyantuni 1.300 kaum duafa dan 1350 anak yatim piatu.

Menariknya, untuk mengangkut peserta jamaah ke lokasi, majelis Khotmil Qur’an menyewa dua armada bus. Itu belum termasuk 20 mobil pribadi milik jamaah. ”Pokoknya selama Ramadan ini kegiatan Ustadz Wahyudi padat. Siang jadi pengacara, sore sampai malam ceramah,” ungkap Abdurahman. Kesibukan itu diakui Wahyudi. Tiap hari dia harus menyiapkan materi ceramah.

Yang pasti isi ceramahnya tidak berbau politis, dan harus murni dakwah. Isi ceramahnya seputar kajian Alquran, tauhid, dan amal saleh. Tema-temanya juga cukup aktual, mulai karakteristik Islam, rahasia syahadat, ulul albab, hingga tips mencari jalan yang mudah. ”Ceramah saya murni mengupas Alquran. Tidak ada kaitannya dengan politik,” tandas alumni Fakultas Teknik Mesin, Unmer Malang, itu.

Isi ceramah dan aktivitas pengajian itu kini sudah didokumenkan. Sedianya, isi ceramah itu hendak dibukukan. Saatini sudah ada 17 episode ceramah dengan tema berbeda. Sebagian compact diskpengajian sudah beredar di internal pengajian. Tidak berhenti di situ. Bapak tiga anak itu kini juga tengah menyusun buku berjudul ”Allah Bersyahadat”. ”Doakan saja semoga buku Allah Bersyahadatitu cepat selesai,” ucap pria yang mahir bermain musik itu.

Seiiring pesatnya jamaah pengajian Khotmil Qur’an, pihaknya kini hendak membangun masjid Al-Akbar. Masjid tersebut akan didirikan di lahan seluas 2 hektare yang lokasinya berada di jantung kota Banyuwangi. Sumber dana pembangunan masjid adalah sumbangan jamaah. Jika tidak ada halangan, usai Lebaran nanti peletakan batu pertama Masjid Al-Akbar akan dilaksanakan.

”Saat ini kita masih terkendala kesepakatan harga dengan pemilik tanah,” ujar Wahyudi. Bukan hanya hendak membangun masjid, kini jamaah Khotmil Qur’an sudah mendirikan lembaga pendidikan gratis untuk anak TK sampai SD. Lembaga ini mengajarkan pendidikan bahasa Arab, Ingris, dan Mandarin. Lokasinya di Jalan Agus Salim, Banyuwangi, dan menempati lahan milik H. Kadafi.

”Lembaga pendidikan gratis ini sudah berjalan,’’ timpal Siswaji, pengurus majelis Khotmil Qur’an. Wahyudi yang kini sibuk sebagai mubalig tentu tak lepas dari masa lalunya. Ada cerita menarik di balik sukses Wahyudi berubah haluan menjadi ustad. Meski saat ini sudah menjadi dai kondang, ternyata Wahyudi tergolong orang baru dalam belajar Alquran. ”Saya baru bisa membaca Alquran saat semester dua kuliah.

Belajarnya kepada Ustad Wahib Wahab dosen IAIN Surabaya. Kepada beliau saya belajar Alquran dan nahwu shorof,’’ aku Wahyudi. Selain belajar Alquran, Wahyudi juga belajar tauhid kepada KH. Badri Masykur dan Ustad Manan di Malang. Wahyudi digembleng selama tiga tahun untuk belajar ilmu tauhid, tasawuf, dan toriqoh.

Untuk urusan ke-NU-an, dia belajar langsung kepada KH. Mukhid Muzadi, kakak kandung KH. Hasyim Muzadi. ”Dari beliau saya belajar banyak tentang NU. Dia mengajarkan tentang NU kultural dan NU struktural, NU jamaah dan NU Jam’iyah. Kiai Badri mengajarkan politik NU,” ungkap anak pasangan H. Hasan Basri dan Hj. Siti Aisyiah itu.

Sebelum belajar kepada kiai-kiai ter-sohor tersebut, ketika masih duduk di bangku SMA, Wahyudi banyak mendalami ilmu kanuragan. Mulanya dia berguru kepada Mbah Imam Popok di Curahjati dan Gus Yono. Kala itu Wahyudi muda banyak belajar ilmu kejawen. Beragam cara ditempuh, mulai bertapa di gua haji Alas Purwo selama sebulan penuh hingga topo pendem di Gunung Gumitir.

Selain itu, dia juga belajar ilmu kekebalan kepada Mbah Ndol di Bangil. ”Guru kejawensaya pernah menyuruh saya tidur di atas kuburan dengan bantal paesan. Ritual itu dilakukan pukul 22.00 sampai Subuh, tempatnya di makam Dilowati di bawah Gunung Gumitir, Mrawan,” kenang Wahyudi.

Semasa kuliah, semua ilmu kejawendan kekebalan tubuh itu dibuang. Wahyudi pun mendalami Alquran dari sejumlah kiai di Malang. Bahkan, dia pernah diajak Kiai Badri keliling Jawa untuk ziarah ke makam para wali. ”Ternyata ilmu yang paling ampuh tetap ada di dalam Alquran. Masa muda dengan beragam ilmu kekebalan itu sudah saya buang jauh-jauh,” tandas Wahyudi. (radar)