BANGOREJO – Warga Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, menggelar tradisi tiban kemarin (27/10). Ritual yang digelar untuk minta hujan itu dilaksanakan di pelataran bekas pabrik di Desa Kebondalem.
Tradisi tiban itu ternyata mengundang perhatian warga. Sejak digelar pada Kamis (22/10) ratusan warga dari berbagai daerah banyak yang datang. Di antara warga itu ada yang sekadar menonton, tapi juga tidak sedikit yang turun ke gelanggang untuk ikut main.
Dengan menggunakan bambu yang sudah dibuat cambuk, peserta tiban terlihat saling menyerang dengan diawasi wasit. Agar tertib, menyerang itu dilakukan secara bergantian. “Hari ini (kemarin) saya ikut tujuh kali,” cetus Nur Atim, 60, warga Desa Temurejo, Kecamatan Bangorejo.
Meski sudah berusia lanjut, Atim mengaku tidak gentar menghadapi lawan yang usianya jauh lebih muda. Ikut tiban tidak memiliki syarat khusus. “Sebelum main, saya wudu dulu biar suci,” ungkapnya. Panitia tiban, Rekso Menggolo, 70, mengatakan tiban kali ini diselenggarakan di tempat yang berbeda dengan tahun sebelumnya.
Itu dilakukan agar pelaksanaannya berlangsung lebih ramai. “Tahun kemarin di lapangan, sekarang di pinggir jalan biar ramai,” cetusnya. Tiban yang digelar itu, terang Rekso, merupakan ritual yang sudah berlangsung turun-temurun dari moyangnya.
Tradisi itu dilakukan setiap musim kemarau panjang. “Darah yang keluar itu pertanda akan ada hujan,” katanya. Rekso menyebut semua warga boleh mengikuti ritual tiban. Panitia tidak menentukan syarat khusus terhadap warga yang akan ikut.
“Asal berani, boleh ikut main,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Genteng. Demi keamanan dan keselamatan, imbuh dia, panitia menganjurkan peserta memakai helm. Selain itu, panitia juga menyiapkan pelandang (juri) untuk mengatur permainan.
“Yang boleh dicambuk itu bawah kepala hingga pusar,” terangnya. Pelaksanaan waktu tiban, masih kata dia, mengikuti jadwal azan, yakni dimulai setelah azan duhur dan berakhir bila terdengar suara azan asar. “Kita belum tentu sampai kapan, tapi kalau turun hujan tiban langsung bubar,” cetusnya. (radar)