Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Geliat Komunitas Hidroponik di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Supri,-40,-sedang-menyiangi-sayur-selada-air-yang-ditanam-secara-hidroponik-kemarin

Satu Anggota Miliki Ratusan Lubang Tanam

HIDROPONIK adalah budi daya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya tanaman menggunakan tanah.

Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, Jadi sangat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan  air terbatas. Sebenarnya mekanisme hidroponik  tidak sulit. Hanya saja, minimnya informasi yang diterima masyarakat membuat hidroponik di Banyuwangi  masih jarang peminat.

Hal itu yang mendorong segelintir pencinta hidroponik membentuk komunitas hidroponik Banyuwangi. Salah satu pengurus yang berhasil diwawancarai oleh Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) adalah Supri, 40.

Pria asal Jawa Barat yang telah lama tinggal di Jajag tersebut mengatakan, komunitas tersebut terbentuk dua tahun lalu.  “Sebenarnya kalau di grup media sosial, kita sudah terbentuk sejak dua tahun lalu. Tapi baru satu tahun lalu benar-benar berkegiatan aktif dan menjalankan program-program,” jelasnya.

Setelah mengadakan kopi darat (kopdar), komunitas itu resmi terbentuk. Dari ratusan anggota, hanya 60 orang yang aktif melakukan aksi. Mereka terdiri atas berbagai kalangan, mulai pegawai perbankan, pedagang, asuransi,  hingga petani.

Supri mengatakan, seseorang  yang akan bergabung dalam komunitas tersebut akan dibina dan  di-training pengurus atau anggota  yang sudah mahir. “Mulai dari persiapan media semai, tahap  tanam-panen, hingga pemasaran, akan kami bimbing,” ujarnya.

Anggota bisa berkonsultasi dan meminta pembina datang ketika mengalami kesulitan. Komunitas juga membuka konsultasi melalui pesan singkat. Hal itu dilakukan untuk mencegah kegagalan pasca panen. “Kita mengantisipasi kegagalan panen seminimal mungkin,” tambahnya.

Para member makin antusias  mengembangkan sistem hidroponik  setelah melihat respons  pasar cukup baik belakangan  ini. Supri mengatakan, permintaan dari Bali mencapai satu kuintal per hari. Tadinya hasil panen hanya diminati komunitas  saja. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa pihak mulai melirik komoditas mereka.

Yang menguntungkan lagi, harga sayuran hasil hidroponik memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Supri mencontohkan, jika selada air yang ditanam konvensional menggunakan tanah dijual Rp 8.000 per kilogram (Kg), selada hasil hidroponik bisa dihargai Rp 25. 000 per Kg. Hasil panen hidroponik juga memiliki  segmen pasar tertentu.

“Rata-rata  yang beli adalah mereka  yang memang mencari sayuran non-kimia,” jelasnya. Ya, menanam dengan sistem hidroponik memang identik dengan tanaman organik. Hanya memperhatikan nutrisi, kebutuhan  cahaya, dan kebersihan  tanaman, serta ketelatenan, tanaman sudah bisa berkembang  dengan kualitas yang sangat baik.

Beberapa alat yang dibutuhkan sebagai media tanam adalah pipa  paralon atau talang air sebagai wadah air dan tanaman, rock wool, net dan vitamin. Media tanam tidak harus baru. Yang penting berbentuk silinder atau balok yang mampu menampung air.

Dengan media ini kita bisa membudidayakan sayur sebanyak yang kita mau di lahan terbatas. Sistem hidroponik menggunakan teknik sirkulasi air. “Tidak sulit kalau kita mau telaten. Media tanam harus sering dibersihkan  untuk menghindari lumut tumbuh karena akan mempengaruhi oksigen dalam air,” katanya.

Antusiasme anggota mulai terlihat saat beberapa orang mulai membuat ratusan lubang tanaman. Sementara ini komunitas baru mengembangkan sayur  selada air dan seledri. Ke depan, komunitas ini akan mengembangkan hidroponik melon, tomat, dan okra.

“Kami tengah mengembangkan melon sih. Tapi karena produksinya masih sedikit, kita konsumsi untuk komunitas  saja,” ujar alumni Sekolah Pertanian  Menengah Atas (SPMA) di Jawa Barat itu.(radar)