Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Generasi Milenial Banyuwangi Kesengsem Mocoan Lontar

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Tradisi mocoan Lontar Yusup yang lestari di kalangan masyarakat Oseng, khususnya di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi tampaknya bakal meluas.

Sejumlah kalangan muda belakangan ini mulai tertarik mengembangkan kegiatan tradisi ini. Bahkan, tidak hanya di Kemiren saja, melainkan tempat lain, seperti Desa Sukonatar, Kecamatan Srono, aktivitas ini mulai terlihat.

Seperti yang dilakukan di rumah salah satu warga Desa Sukonatar, Kecamatan Srono, pada Jumat malam (2/11/2018) lalu. Sejumlah pemuda melakukan pembacaan Lontar Yusuf. Dalam kesempatan itu, penggiat tradisi Oseng Adi Purwandi juga tampak menyertai selama kegiatan berlangsung.

Sementara itu, Wiwin Indiarti, salah satu akademisi yang juga ikut dalam kegiatan tersebut mengungkapkan, saat ini keberadaan Lontar Yusup sebenarnya bisa dikatakan masih cukup terjaga. Terlebih teks tulisan tersebut sudah mulai banyak dibukukan ulang. Namun, untuk cara pengucapan atau tradisi pembacaan (mocoan) disertai nada sudah mulai jarang.

“Tujuannya untuk melestarikan. Kalau tulisan kan awet.  Kalau tembang kan gak semua bisa,” ucapnya.

Untuk itu, kegiatan rutinan yang digagas melibatkan banyak anak muda ini tidak lain untuk memperbanyak jumlah orang yang bisa membaca sekaligus melafalkan sesuai dengan tembang yang selama ini ada. Pihaknya juga melibatkan para tetua Desa Kemiren dengan harapan bsia menjadi pembimbing dalam hal teknis membaca lontar ini.

“Kita berpacu dengan waktu. Mumpung masih ada yang bisa,” ucap penulis buku Lontar Yusup Banyuwangi: Teks Pegon, Transliterasi dan Terjemahan ini.

Sementara itu, Adi Purwandi menyampaikan, pihaknya melihat tradisi Mocoan Lontar ini sebenarnya dulu ada dan berkembang di berbagai kawasan yang didiami warga Oseng. Namun, seiring perkembangan zaman saat ini hanya  mengerucut di Desa Kemiren saja. Dengan adanya kalangan muda yang terlibat dan tertarik mempelajari lontar ini, pihakanya optimistis ke depan akan semkain berkembang.

“Dulu itu di desa-desa Oseng ada. Tapi sekarang hanya di Kemiren,” ungkap pria yang akrab disapa Kang Pur ini.