Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Hantok Indiatmoko, Peternak Perkutut Asal Plampangrejo

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Hantok-Indiatmoko-menenteng-burung-yang-sering-juara-di-rumahnya-di-Dusun-Krajan,-Desa-Plampangrejo,-Kecamatan-Cluring,-kemarin

Koleksinya Langganan Juara, Dirikan Edukasi Burung Perkutut

SUARA merdu burung perkutut terdengar sayup-sayup dari belakang dan samping rumahnya di barat Kantor Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring. Suara burung yang bersahut-sahutan itu cukup menggoda. Di depan rumah itu hanya ada empat sangkar yang digantung di teras.

Seorang lelaki terlihat sibuk membersihkan kotoran burung di dalam sangkar sambil  mengecek pakan dan minumannya. Lelaki itu tak lain Hantok Indiatmoko,  36. Sejak SD dia hobi merawat burung  piaraan milik orang tuanya.

Hampir setiap pagi Hantok menjemur burung perkutut miliknya yang biasa diadudalam perlombaan. Burung-burung perkutut itu harus diperlakukan khusus  agar kualitasnya terjaga. “Perawatannya tidak susah, hanya butuh ketelatenan agar semakin jinak,” ujar Hantok, sapaan  akrab Hantok Indiatmoko.

Bakat merawat burung itu didapat dari ayahnya, Hadi Wiyono, 60, yang juga penggemar berat burung perkutut. Kebiasaan  ayahnya merawat burung itu menular kepada dirinya. Saat ayahnya merawat burung, Hantok selalu mengamati dan  ikut memberi pakan hingga akhirnya terlatih dan mengerti teknik memelihara burung perkutut sejak menetas hingga  dewasa.

“Bakat saya ini alami, terlatih karena terbiasa sejak dini,” terangnya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga SMA, Hantok selalu ikut bersama ayahnya dalam setiap perlombaan burung perkutut hingga keliling Kabupaten Banyuwangi.

Setelah lulus SMA, dia melanjutkan pendidikan di Surabaya. Saat berada di Surabaya itu dia dipinang menjadi anak kandang (perawat burung) oleh satu penggemar burung ternama di Surabaya. Pinangan menjadi anak kandang itu dilakukan sambil kuliah di salah satu  universitas di Surabaya.

Dalam setiap perlombaan adu burung perkutut, kerap bertemu dengan ayahnya yang juga ikut dalam perlombaan itu. “Jadi, dalam satu arena itu sering kali ketemu burung ayah melawan burung milik juragan yang saya rawat,” kenangnya.

Hasilnya, dalam beberapa kali kejuaraan, burung perkutut milik ayahnya dan burung perkutut milik juragannya yang dibawa itu sama-sama sebagai pemenang (juara). “Ketemu di arena lomba dengan ayah sudah biasa. Yang menentukan kualitas burung  menang atau tidak, itu kan juri,” tegasnya.

Seringnya mendapat gelar juara lomba burung perkutut itu, namanya mulai dikenal di kancah lomba burung perkutut. Tak jarang setiap selesai lomba burung, perkutut  milik juragannya itu langsung ditawar maniak burung.  Jika burung itu laku terjual, dia dapat bonus 10 persen dari penjualan burung tersebut.

“Laku berapa saya tidak tahu pasti, karena transaksi langsung melalui telepon dengan bos saya. Paling-paling saya hanya diberi bonus antara Rp 3 juta sampai Rp 5 juta,” ungkapnya. Dari jerih payahnya menjadi perawat burung semasa  kuliah itu, Hantok mampu membiayai hidup dan kuliahnya hingga strata dua (S2).

Setelah lulus S2  di Surabaya, Hantok pulang ke kampung halamannya  dan mulai menekuni ternak burung perkutut sambil menjadi pengajar di salah satu perguruan tinggi  swasta di Kabupaten Banyuwangi. Sayang, saat pulang dari kuliah itu ayahnya sudah  berhenti ternak burung perkutut dan beralih ternak burung merpati balap.

Dia pun kembali membangkitkan semangat ayahnya beternak burung perkutut. Perlahan-lahan di tahun 2011 lalu kegiatan ternak  burung perkutut kembali dirintis hingga sekarang.  “Awalnya saya pesimistis bisa beternak sebesar ini,” katanya sambil menyebut mempunyai puluhan  kandang penangkaran burung perkutut.

Untuk merintis ulang ternak burung perkutut,  ayahnya tidak punya modal besar. Setelah menjual burung perkutut yang sering juara, akhirnya berhasil bangkit. Kini Hantok sudah memiliki 10 kandang berisi 10 pasang induk burung perkutut, dan 20 kerangkeng pembesaran.

Rata-rata burung perkutut  yang diternak di kandangnya sudah dipesan pencinta burung perkutut di Banyuwangi, Madura, dan  Surabaya. Harganya juga bervariasi mulai ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah.

Untuk kepentingan pelestarian dan banyaknya peminat burung perkutut di Banyuwangi, Hantok mulai berupaya mendirikan tempat penelitian dan edukasi burung perkutut di Banyuwangi. “Masih kami tata. Semoga dalam waktu dekat bisa segera tuntas,” tandasnya. (radar)