Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Hobi yang Menjadi Bisnis Usaha Sampingan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Perkembangan kerajinan handicraft di Banyuwangi akhir-akhir ini terus meningkat. Hal itu rupanya membuat sepasang sahabat dari Licin yaitu Sugiyanto dan Sutrisno berinisiatif untuk membuat benda kerajinan unik yang memiliki nilai jual tinggi namun biaya produksi tetap bisa rendah.

Suyanto berniat menjadikan hobi barunya tersebut sebagai usaha sampingannya selain menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta. Apalagi, ia mendengar kabar pemerintah akan mendirikan pasar aksesori dan handicraft di daerah Iambu dekat dengan rumahnya.

“Saya browsing di internet dan survey ringan, di Banyuwangi memang masih belum ada pengrajin lukisan terbuat dari kulit telur, saya pikir ini kesempatan emas,” ujar Yanto, panggilan akrab Suyanto.

Bersama seorang sahabatnya, Sutrisno mereka mulai merinds usahanya. Mereka berdua kebetulan memiliki minat yang sama didunia kesenian. Suyanto mahir mengukir, Sutrisno mahir melukis.

Sekitar lima bulan yang lalu, ia bersama sahabatnya secara otodidak memepelajari membuat lukisan menggunakan kulit telur. Banyak kesulitan yang ia temui saat pertamakali belajar.

“Kami pertamakali melihat contoh memang melaui internet, setelah kami coba, ternyata tidak semudah yang kami bayangkan,” ceritanya. Untuk proses memecah cangkang juga ada teknik tersendiri. Ketelitian dan kehati-hatian adalah kunci membuat lukisan sempura.

Bahan baku yang digunakan berupa kulit telur, ia beli dari penjual martabak dan terang bulan. “Satu karung hanya 50 ribu,” katanya.

Selebihnya triplek, kanvas dan bingkai ia gunakan sebagai pelengkap. Pola objek diukir dipapan triplek. Pecahan kulit telur yang sudah dicuci direkatkan menggunakan lem di papan triplek mengikuti garis pola.

Untuk mempercantik tampilan, cat kayu dipoleskan di atas cangkang telur yang sudah terbentuk pola yang diinginkan. “Tahap finishing juga lumayan sulit, bagaimana caranya kita mengoleskan cat kayu namun tekstur cangkang telur tetap kelihatan,” cerita Yanto.

Walaupun menggunakan satu warna, yakni warna coklat kayu, Yanto memainkan gradasi hingga bentuk dan pola lukisan terlihat bentuknya.

Satu lukisan berukuran sedang dan bermotif rumit, penyelesainnya bisa hingga sepuluh hari. Selama lima bulan ini, sudah delapan lukisan yang dibuat. Bermacam jenis objek yang ia lukiskan, namun Yanto mengaku tidak akan menggambar mahluk bernyawa secara kesuluruhan tubuh.

“Yang paling kami sering buat adalah kaligrafi, pewayangan juga ada, kami sepakat tidak akan membuat lukisan dengan gambar mahluk bernyawa,” ujarnya.

Hingga saat ini Yanto dan Sutrisno masih kebingunagan dalam menentukan harga. “Kami masih bingung menentukan harga, lebih sering kami sesuaikan dengan ukuran dan kerumitan motif lukisan,” jelasnya.

Lukisan dengan ukuran 1 x 1 meter ia bandrol dengan harga Rp 3 juta rupiah atau lebih. Sedangkan yang berukuran kecil sekitar 150 ribu.

Ke depannya mereka berencana membawa kebudayaan Banyuwangi dalam bisnis kerajinan yang ia rintis. “Kedepannya kami ingin membuat lukisan berisi kebudayaan, kesenian dan yang khas dari Banyuwangi,” katanya.

Saat ini mereka mendesain pola masih berdasarkan permintaan konsumen. “Gambar gandrung atau Seblang mungkin tidak pernah kami buat,” seloroh Yanto.

Bagaimanapun berdasarkan komitmen mereka berdua, mereka tidak akan membuat pola mahluk bernyawa. Saat ini produknya baru dipromosikan melalui jejaring sosial saja. Ia berharap pembangunan pasar aksesori dan handicraft benar terealisasi hingga ia memiliki karyanya mudah dikenali dan banyak diminati.