Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Imam Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi: “Janji Sehidup-Semati, Meninggal Dua Hari Setelah Istri”

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Almarhum-H.-Isnaini-(kanan)-bersama-salah-seorang-murid.

ROMBONGAN orang yang bertakziah di kediaman almarhum H. Isnaini, 48, masih banyak siang itu. Meski cuaca di luar cukup terik, rombongan itu tetap mau berlama-lama di rumah bercat biru yang berada di tengah permukiman Dusun Kampunganyar, Desa Penataban,  Giri, Banyuwangi, itu.

Warga yang bertakziah itu saling bertukar bercerita masing-masing. Tampak menceritakan kenangan tentang almarhum Ustad Isnaini dan Ning Mutmainah. Meski terlihat masih sembab, Jannah, 19, putri kedua Ustad  Isnaini, tetap tabah. Jannah terus menemani para tamu yang datang.  Begitu juga si bungsu Magfiroh, 16.  Siswi kelas XI SMK itu menemui tamu yang hilir-mudik datang untuk mendoakan orang tuanya.

“Tamu terus berdatangan sampai malam, saya masih sedih. Tapi tetap saja harus kuat. Kalau tidak, nanti tamu-tamu tidak ada yang menemani,” ujar Jannah sambil membenarkan ujung kerudungnya. Meski menemui wartawan seperti saya bukanlah hal tepat saat terjadi peristiwa kematian,  tapi dua putri almarhum itu  terlihat tidak canggung saat  bercakap dengan Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Apalagi, si bungsu tampak antusias ketika ada orang yang ingin mengetahui sosok almarhum ayahnya. Di mata anak-anaknya, Isnaini adalah sosok yang tegas tapi  penyayang. Ayah mereka sudah sekitar 15 tahun menjadi imam  di Masjid Agung Baiturrahman  (MAB) Banyuwangi.

Almarhum  dikenal sangat peduli dengan masalah pendidikan anak-anaknya. Jannah mengakui, ayahnya selalu mengajarkan agar selalu bersikap baik dengan semua  orang. Namun, ayahnya tetap  berpesan agar dirinya menjaga pergaulan supaya tidak merusak diri sendiri.

“Bapak itu ingin  anak-anaknya sarjana semua. Supaya bisa hidup dengan  mengandalkan ilmu sendiri. Katanya supaya tidak seperti  bapak yang hanya lulusan SMP,”  ujar Jannah. Di Lingkungan Penataban, Jannah mengatakan ayahnya cukup disenangi warga. Apalagi, di Taman   Pendidikan Alquran (TPQ), ayahnya tidak pernah menarik biaya warga yang mau belajar membaca Alquran.

Meskipun dipaksa menerima, ayahnya tetap menolak karena sudah menganggap yang dilakukannya sebagai   amar ma’ruf nahi mungkar.  Menurut Jannah, bapaknya juga selalu memilih salat berjamaah dengan warga sekitar   ketika dirinya sedang tidak  bertugas menjadi Imam di Masjid  Agung Baiturrahman.

“Banyak  orang yang belajar qiroa di sini. Ada yang dari Penataban dan luar Penataban. Ada beberapa  yang sudah datang ke sini  bertakziah waktu mendengar   bapak meninggal,” imbuh Jannah. Kepedulian Ustad Isnaini dalam dunia pendidikan, terutama  pendidikan Alquran, juga menular  ke anak-anaknya. Satu putra dan  dua putrinya pernah mengenyam  rasanya menjadi juara MTQ  sampai ke tingkat provinsi.

“Muridnya bapak juga ada yang jadi juara. Bapak sudah sampai ke  tingkat nasional,” cerita Jannah. Sementara itu, Ustad Isnaini  meninggal dunia setelah menderita komplikasi lambung dan   infeksi saluran kencing. Magfiroh, putri bungsu Ustad Isnaini, menceritakan ayah dan ibunya masuk   rumah sakit pada saat hampir bersamaan.

Ibunya, Ning Mutmainah, masuk rumah sakit karena menderita komplikasi dia betes. “Bapak sama ibu dirawat di rumah sakit yang sama, tapi ruangannya berbeda,” kata Magfiroh. Pada Selasa (30/8) ibunya terlebih dahulu dipanggil Sang  Khalik.

Pihak keluarga sengaja  tidak memberi tahu Ustad Isnaini  terkait kabar meninggalnya sang istri. Mereka melakukan itu karena kondisinya sama-sama  sakit. Tetapi, dua hari kemudian Isnaini juga pergi meninggalkan dunia menyusul istri tercintanya.

“Bapak sama ibu waktu tahun 2006 berangkat naik haji bersama. Di depan Kakbah mereka berjanji sehidup-semati. Bapak dulu cerita seperti itu. Ternyata terjadi. Bapak  meninggalnya seperti orang tidur,” tutur Magfiroh. Meski kedua anak tersebut  menjadi yatim piatu hampir dalam waktu yang sama, tapi  mereka tampak sangat optimistis bisa meraih cita-cita seperti yang diinginkan almarhum ayahnya.

“Ya masih sedih, tapi saya yakin bisa mewujudkan keinginan  bapak,” ujar Magfiroh sambil tersenyum. (radar)