Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Interior Nyentrik Masjid Al-Hidayah di Desa Kembiritan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Mimbar-berbentuk-telur-di-Masjid-Al-Hidayah,-Desa-Kembiritan,-Kecamatan-Genteng,-Banyuwangi.

Tempat Imam Bergambar Kakbah, Mimbar Berbentuk Telur

LOKASI masjid ini memang tidak berada di tepi jalan utama. Masjid yang berada di Dusun Sumberbening, Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, itu masuk sekitar satu kilometer dari jalan simpang tiga depan gudang  Bulog di Desa Genteng Wetan, Kecamatan  Genteng.

Jika dilihat dari luar, bangunan masjid itu seperti  masjid pada umumnya. Tetapi, akan berbeda jika masuk ke dalam. Masjid dengan jumlah pilar 24 buah itu memiliki interior cukup unik. Mihrab atau tempat imam memimpin salat dan  mimbar untuk khotbah Jumat, sangat berbeda  dengan masjid lainnya.

Jika biasanya mimbar cukup berbentuk kotak kayu atau ukiran khas Jepara, tapi di masjid ini justru mengambil bentuk telur dengan ukuran cukup besar. Bukan hanya itu, lantai pada tempat imam  dibuat dari batu pipih yang cukup lebar.

Sedang lantai pada ruang mihrab dibuat seperti kolam. Sementara dindingnya yang berwarna hitam, dibuat maket bentuk Kakbah yang ada di Masjidilharam. Masjid yang tampak aneh itu, berada di lingkungan Pondok Pesantren Al Hidayah asuhan,  KH. Abdul Hanan, 68. Kiai itu merupakan salah  satu pembuka lahan yang ada di daerah itu.  

“Saya masuk ke sini tahun 1979, saat itu masih ada tujuh KK,” katanya. Sebelum berdiri masjid, Kiai  Hanan bersama warga sekitar membangun musala. Seiring bertambahnya warga yang ada di lingkungannya, musala itu dibongkar  dan dibangun masjid.  

“Saya mengajukan pada warga, tokoh masyarakat, dan ulama agar masjid yang kita dirikan untuk salat Jumat,” terangnya.  Setelah ada persetujuan, masjid yang didirikan akhirnya dibuat untuk salat Jumat. Pada tahun 1996, masjid  yang pernah didirikan di bongkar lagi  untuk dibesarkan.

“Saya yang membuat gambar masjid,” terang kiai yang mengaku punya 14 anak itu. Gambaran dan ide bentuk bangunan, diperoleh dari pengalamannya  saat berada di Brunei Darussalam. Tidak hanya itu, pengalamannya  berkeliling Jawa pada tahun 1996, membuat dirinya memiliki banyak  referensi bentuk masjid. Gambar  untuk rancangan masjid, diberikan secara mendadak.

“Saya bilang ke tukangnya, nanti malam saya gambar, lalu saya gambar di tembok,” kenangnya. Setelah mendapat ide tentang bentuk bangunan, dia menggambar di tembok rumahnya. Saat itu, tukang yang mengerjakan meniru gambar tersebut untuk dijadikan masjid.

“Tukangnya akhirnya menurut yang saya gambar di tembok itu,” ucapnya. Mengenai bentuk telur tersebut,  itu maksudnya agar setiap manusia bisa memiliki generasi yang cerdas  dan taat terhadap agama. “Telur itu  simbol yang berarti generasi  selanjutnya yang baik,” jelasnya.

Selama pembangunan masjid,  pembiayaan dilakukan secara swadaya oleh warga sekitar dan donatur dari luar negeri. Hingga saat ini dirinya berupaya pembangunan masjid tidak menggunakan dana dari pemerintah.

“Ini (dana untuk membangun) sebagian dari masyarakat, sebagian dari teman-teman yang ada di luar negeri,” ucapnya. Pembangunan masjid sampai saat ini masih terus berlangsung. Rencananya, untuk pembangunan  masjid ini akan ditambah bangunan berupa menara.

“Itu yang belum menaranya, tapi masih pelan-pelan,” jelasnya. (radar)