KEDIAMAN Rubani Hidayat, 53, di Dusun Krajan, RT 4, RW 9, Desa Kedungringin, Kecamatan Muncar, mendadak ramai kemarin siang (9/6). Rumah sederhana dekat monumen buaya yang tidak jauh dari Sungai Wagud itu mendadak dipenuhi sejumlah pejabat, mulai perangkat desa, kecamatan, kepolisian, hingga TNI AD.
Di rumah yang sederhana dengan ukuran sekitar 7 meter kali 10 meter itu Maisatul Hasanah, 39, istri Rubani Hidayat, ditemukan meninggal dengan tubuh terendam air di dalam rumah. Sebelumnya, ibu dua anak itu tersetrum listrik saat akan mematikan lampu.
Maisa—sapaan Maisatul Hasanah—tergolong perempuan yang tegar. Suaminya hanya terbaring di atas ranjang akibat lumpuh karena polio ditambah penyakit stroke sejak delapan bulan lalu. Saat ada kabar Maisa meninggal, warga banyak yang bingung menyelamatkan kedua anaknya, Arum Eldasari, 12, yang lumpuh akibat polio, dan Angga Fradika, 5.
Kedua anak itu bersama ayahnya, Rubani, yang juga lumpuh dan stroke terjebak banjir di dalam rumah. “Saat tersengat listrik, istri saya sempat jatuh dari atas kasur, lalu tercebur ke air yang telah memenuhi rumah. Saya berusaha mengangkat ke atas kasur, saya kira masih pingsan, ternyata sudah meninggal,” kenang Rubani.
Setelah mengangkat tubuh istrinya itu, Rubani bersama kedua anaknya, Arum Eldasari dan Angga Fradika, tetap bertahan semampunya di atas ranjang sambil terus berteriak minta tolong. “Anak saya yang kecil itu terus berteriak minta tolong sambil mengabarkan bahwa ibunya telah meninggal,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Warga yang mendengar teriakan itu menerjang derasnya aliran banjir. Saking derasnya air, upaya warga itu tidak berhasil. Di antara warga ada yang memutar untuk mencari jalur yang aliran airnya tidak terlalu deras. Upaya warga berhasil setelah menghanyutkan tubuhnya sambil bergerak menuju rumah Rubani.
“Kami pasang tali tampar untuk pegangan, karena airnya sangat kencang,” cetus Helik, 44, salah satu tetangga korban. Meski sudah berhasil mendekati rumah korban, warga yang akan mengevakuasi jenazah Maisa berikut suami dan kedua anaknya masih kerepotan. Sebab, mereka tidak bisa masuk rumah karena pintu terkunci dari dalam.
Untuk bisa masuk, akhirnya mendobrak kaca jendela. Setelah berhasil masuk rumah, warga kembali dibuat repot membawa jenazah Maisa. “Ada yang membawa kasur angin, tapi memompanya butuh waktu lama,” ungkapnya. Setelah kasur dipompa, warga gotong-royong mengevakuasi jenazah Maisa ke tempat yang lebih aman, termasuk membawa Rubani dan kedua anaknya yang masih kecil.
Mereka diungsikan ke rumah Parlan, saudara kandung Rubani, yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi. “Pak Rubani kita gendong di punggung, juga anak-anaknya,” jelasnya. Jenazah Maisa tidak dimakamkan di Muncar. Oleh pihak keluarga dibawa dan dikebumikan di Jember. Jenazah itu dibawa ke Jember menggunakan mobil ambulans milik Puskesmas Tembokrejo.
“Arum Eldarasi juga dibawa neneknya pulang ke Jember,” ujar Desriyanti, 36, keluarga korban. Sebagai perwakilan keluarga, Desriyanti sangat berterima kasih atas kekompakan warga dalam melakukan penyelamatan. Akibat banjir itu, seluruh perabot rumah tangga milik Rubani hanyut terbawa banjir.
“Yang melakukan evakuasi itu warga, bukan petugas BPBD atau lainnya,” terangnya. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, bersama rombongan sempat datang ke rumah Rubani. Kapolres Banyuwangi, AKBP Budi Mulyanto, datang langsung menyerahkan bantuan berupa dua kursi roda dan bantuan lain.
“Yang kami pikirkan nasib pendidikan Angga yang masih berumur lima tahun dan akan sekolah TK,” kata Desriyanti sambil terisak-isak. Dengan kondisi fisik Rubani yang lumpuh, sudah tidak mungkin bisa menafkahi, apalagi membiayai sekolah anaknya.
“Bagaimanapun Angga ini harus tetap sekolah. Kami minta pemerintah memperhatikan nasib keponakan kami itu,” harapnya. (radar)