Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Jamarat Seperti Kota Mati, Air pun Tak Mengalir

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Pembimbing Panji Mas Wisata KH. Abdul Latif Harun (tiga dari kiri) sedang menjelaskan lokasi Jamarat kemarin.

JAMAAH umrah Panji Mas Wisata berkunjung ke Jamarat pada Sabtu (29/4). Kunjungan ke tempat jumroh ini bertujuan untuk salah satu lokasi yang digunakan untuk prosesi ibadah haji. Lokasi yang berjarak 7 kilometer dari Masjidilharam ini tanpak lengang. Tidak ada aktivitas berarti, hanya ada beberapa petugas mengeruk bebatuan bukit yang ada disebelah selatan Jamarat.

Ribuan kran air minum tidak sedikit pun mengeluarkan suar gemercik, seakan-akan diputus oleh petugas karena tidak membayar tagihan. Suara mesin buldoser tampak menemani perjalanan kami menyusuri jamarat.

Maklum, tempat yang menjadi tonggak sejarah hakikat keimanan manusia ke sang penciptanya ini hanya digunakan hanya empat hari pada even akar di bulan Dzulhijah. Kemegahan Jamarat ini terlihat mewah. Bangunan yang di kanan-kirinya di kawal bukti bebatuan ini terlihat mewah.

Tempat lempar Jumroh ini didesain khusus berbentuk oval dengan pilar menjulang tinggi, yang akan mengurangi kemacetan jamaah. Sebelum melangkah jauh ke jamarat, jamaah umrah juga menyempatkan mampir di masjid Baiat Aqobah.

Masjid yang konon menjadi aksi sejarah perjanjian antara Nabi Muhammad dengan penduduk Madinah ini terlihat berbeda dengan bangunan di sekililingnya. Masjid yang berwarna krem ini dikelilingi pagar hitam. Saat memasuki masjid ini sangat terasa suasana spiritualnya.

Beralaskan pasir tanpa ada alas marmer seperti di Masjidilharam, pun tidak ada atap yang melindunginya. Di beberapa sudut terdapat sajadah yang sudah lusuh. Kondisi temboknya pun menandakan keuzurannya. Masjid Baiat ini menjadi salah satu tempat ziarah.

“Pada musim haji masjid Baiat ini ditutup untuk umum,” kata pembimbing umrah Panji Mas Wisata KH. Abdul Latif Harun. Dia menjelaskan, jamarat menjadi tempat yang menguras tenaga saat pelaksanaan rangkaian haji. Oleh karena itu pembangunan selalu disempurnakan setiap saat.

Saat ini, jamarat memiliki empat tingkat yang diprediksi mampu mengakomodasi lima juta jamaah. Jembatannya memiliki 10 pintu masuk dan 12 pintu keluar untuk mengatur pergerakan ratusan ribu jamaah haji.

Jembatan jamarat ini memiliki teknologi pemantau guna memantau situasi bila terjadi insiden berdesak-desakan. Tidak hanya itu, jamarat ini juga dilengkapi monorel yang menghubungkan Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Penyiram air dan AC berukuran jumbo disiapkan untuk mengurangi suhu panas akibat jutaan orang melakukan lempar jumrah. Sedangkan atap lantai lima ditutupi dengan tenda-tunda khusus selama musim haji. “Alhamdulillah meski belum daftar haji, saya sudah mengetahui tempat jamarat dengan situasi yang sepi,” kata Fahrur Rojiq, jamaah asal Penataban.

Dikenalkan jumrah Aqobah, Ula dan Wustho jamaah umrah Panji Mas tampak puas. Jalan-jalan pagi usai hujan kemarin dilanjutkan dengan umrah sunnah. Mergambil rnikat Tan’im kami secara kompak menuju Masjidilharam. “Alhamdulillah meski kaki njarem saya puas,” timpal Saiful Bahri, pengusaha kerupuk asal Singotrunan.

Sementara itu, cuaca kota Makkah usai dilanda hujan dan angin kencang Sabtu (29/4) kembali normal. Suhu udara pagi mencapai 29 derajat celcius dan pada siang hari menyentuh 40 derajat celcius. (radar)