Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Event  

Jazz Gunung Ijen, Kebo-Keboan, hingga Indonesia Writers Festival Meriahkan Akhir Pekan di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Banyuwangi akan diramaikan dengan tiga event menarik akhir pekan ini. Event tersebut adalah Indonesia Writers Festival, Jazz Gunung Ijen, dan Kebo-Keboan Alas Malang.

Wisatawan yang berkunjung ke daerah ini bisa menikmati beragam agenda selama tiga hari, mulai Jumat-Minggu, 21-23 September 2018. Diawali hari Jumat dan Sabtu (21 dan 22 September), Banyuwangi akan menjadi tuan rumah festival penulis berskala nasional, Indonesia Writers Festival (IWF) dengan mengambil lokasi di Jiwa Jawa Resort, Licin.

Acara bertajuk Empowering Indonesia Trough Writing tersebut bakal dihadiri ratusan penulis dari berbagai kota. Mereka akan mengabarkan tentang Indonesia yang dimulai dari Banyuwangi melalui tulisan.

“Sejumlah narasumber pilihan juga akan hadir di sini. Ada jurnalis senior sekaligus founder Narasi Channel Najwa Shihab, jurnalis senior Uni Lubis, serta novelis Fira Basuki, dan masih banyak lainnya. Bisa dibayangkan serunya saat penulis-penulis hebat berkumpul di Banyuwangi. Apalagi mereka berkompetisi membuat tulisan dengan Gunung Ijen sebagai obyek tulisannya. Secara tidak langsung ini akan menjadi media promosi bagi Banyuwangi,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

“Kami berterima kasih kepada penyelenggara yang telah memilih Banyuwangi sebagai lokasi perhelatan ini,” imbuhnya.

Mengambil lokasi di kaki Gunung Ijen, IWF ini menawarkan sensasi menulis yang berbeda. Penulis bisa berlomba sekaligus menikmati keindahan lansekap Gunung Ijen.

“Keputusan yang tepat memilih lokasi di kaki Ijen. Panorama yang elok akan menjadi sumber inspirasi bagi penulis. Setelah berlomba, mereka bisa langsung berwisata. Gak bakal nyesel datang ke Banyuwangi,” ujar Anas.

Masih di hari Sabtu, Banyuwangi akan menggelar pertunjukan Jazz Gunung Ijen di Amfiteater Taman Gandrung Terakota – Jiwa Jawa Resort – Ijen. Amfiteater ini menawarkan pemandangan dengan latar belakang kawasan persawahan berupa ratusan patung terakota berwujud penari Gandrung yang tersebar di sekitar persawahan 600 meter di atas permukaan laut. Sangat eksotis. Venue ini, berada di areal resort yang sama dengan lokasi IWF.

“Acaranya dimulai pukul 15.30 WIB. Jadi penonton bisa menikmati keindahan panorama Gunung Ijen sebelum pertunjukan musik jazz dimulai,” uajr Anas.

Jazz Gunung Ijen sendiri menawarkan konsep bermusik yang berbeda. Lokasi panggung yang berdekatan dengan posisi penonton akan membuat interaksi antara penampil dan penonton menjadi semakin intim dan lebih hangat.

“Penonton akan terasa lekat tanpa sekat seakan menyaksikan penampilan musik di belakang rumah sendiri. Jadi jangan sampai lewatkan pergelaran ini,” kata Anas.

Dia menambahkan, deretan musisi-musisi jazz ternama Indonesia akan menyemarakkan ajang tahunan yang digelar sejak 2013 tersebut. Ada Andien, Shadow Puppets feat. Marcell Siahaan, serta Idang Rasjidi & The Next Generation feat Mus Mujiono, hingga Sastrani.

“Suguhan musik jazz berkelas dan pemandangan venue yang eksotis akan berpadu di sini. Ditambah lagi duo MC kawakan Alit-Gundhi dan Djaduk Ferianto sebagai pembawa acara akan semakin mencairkan suasana dingin menjadi lebih hangat dengan penuh gelak tawa. Dijamin seru,” imbuh Anas.

Keesokan harinya, Minggu 23 September, wisatawan bisa menyaksikan tradisi Kebo-Keboan di Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh. Ritual ini merupakan tradisi masyarakat setempat sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

“Setelah puas menikmati pertunjukan jazz, wisatawan bisa menyaksikan kebo-keboan untuk melengkapi liburan akhir pekannya di Banyuwangi. Kebo-keboan adalah tradisi unik Desa Alas Malang yang rutin digelar setiap bulan Muharam sejak 300 tahun lalu,” jelasnya.

Ritual ini akan dimulai pukul 10.00 WIB. Diawali dengan kenduri desa dan diakhiri dengan ritual ider bumi, dimana puluhan “kerbau” mengelilingi empat penjuru arah mata angin di desa tersebut. Serta melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga kerbau ini menemani petani saat menabur benih padi. Mereka juga bertingkah layaknya kerbau sungguhan seperti berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati. “Kerbau-kerbau” tersebut melakukannya secara tidak sadar karena sedang dirasuki roh leluhur.

Uniknya, “Kerbau” dalam tradisi ini adalah petani yang didandadi layaknya seekor kerbau. Badannya dilumuri jelaga hingga hitam pekat seperti kerbau, di kepalanya juga mengenakan asesoris berbentuk tanduk dan gelang kerincing di tangan dan kakinya. Persis Kerbau.

“Tradisi kebo-keboan di Banyuwangi berkembang di dua daerah. Yaitu, di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh dan Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi. Kedua tradisi keboan ini, telah kami masukkan sebagai bagian Banyuwangi Festival sebagai bentuk apresiasi pemda kepada masyarakat yang telah melestarikan budaya warisan leluhurnya,” pungkas Anas.