Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kaki Serasa Beku, Kepala Panas Berkeringat

BULIRAN PUTIH: Empasan titik-titik air menghunjam keras di bagian bawah air terjun Lider.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
BULIRAN PUTIH: Empasan titik-titik air menghunjam keras di bagian bawah air terjun Lider.

Bumi Blambangan memiliki banyak air terjun. Salah satu yang tertinggi adalah air terjun Lider. Sayang, tak semua orang bisa menikmati pesona keindahan air tumpah berhawa dingin itu.

-BAYU SAKSONO, Songgon-

SECARA administratif, saya belum tahu persis air terjun Lider itu masuk wilayah mana. Namun, melihat papan nama kampung terdekat, mungkin saja objek wisata alami itu masuk wilayah Desa Sumbe-rarum, Kecamatan Songgon. Namun, berdasar hasil interview beberapa warga sekitar lokasi, ada yang menyebut air terjun itu masuk wilayah Kecamatan Sempu. Ah, biarlah itu tak perlu diperdebatkan.

Yang jelas, air terjun ini berada di tengah kawasan hutan lindung. Kawasan hutan tersebut masuk dalam pengawasan Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) Perhutani Sidomulyo, BKPH Kali Setail, KPH Perhutani Banyuwangi Barat. asyarakat menyebut lokasi itu sebagai air terjun Lider, karena objek tersebut terletak di kawasan hutan lindung Petak 74, Blok Lider. Kawasan tersebut berada di le reng timur Gunung Raung.

Jika dihitung dengan peta, mungkin jaraknya sekitar 45 Ki lometer dari pusat kota Banyuwangi. Untuk menuju lokasi ini, ada beberapa jalur alternatif. Bila berangkat dari arah Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu, kita akan melewati hutan pinus, perkebunan kopi dan cengkih. Begitu sampai di pos terakhir, medan yang ditempuh pun lumayan sulit karena jalur yang dilewati terdapat be berapa tebing curam dan menyeberangi beberapa sungai.

Karena itu, sebaiknya kita tidak melewati rute ini. Jalur yang lebih mudah adalah melewati Desa Sragi, kemudian masuk ke Desa Sum berarum di Kecamatan Songgon. Dari Sumberarum, kita bisa melewati beberapa rute yang berujung di satu titik, yakni Perkebunan Bayu Kidul. Begitu masuk kawasan perkebunan, ada dua jalur alternatif lagi.

Yang pertama jalur lurus melalui areal kebun tebu. Jalur lainnya adalah melintasi kawasan kebun cengkih di de kat musala At-Taubah, Perkebunan Bayu Kidul. Kondisi kedua rute itu sama-sama ma kadam, bergelombang, dan penuh batu yang lancip.

Begitu masuk pertigaan kecil di blok ke bun kopi, sekitar 100 meter dari titik terakhir, mobil akan semakin sulit masuk. Me lihat kondisi permukaan jalan tersebut, rute tersebut sepertinya jarang sekali di lewati mobil. Selain itu, jalannya sempit dan hanya cukup dilewati satu kendaraan, tak bisa berpapasan.

Begitu sampai di titik terakhir, mobil atau motor bisa diparkir. Te tapi, jangan harap kita bisa menjamin ke amanan kendaraan kita. Karena lokasi itu sepi, dan belum tentu ada juru parkir yang bertugas setiap hari. Begitu kendaraan parkir, pengunjung harus berjalan kaki melewati jalan setapak menuju ke sungai.

Untuk turun ke sungai, kita harus bekerja keras menguras tenaga sekaligus harus ekstra waspada. Jika ter peleset sedikit saja, kita bisa terjatuh dari te bing ke dasar sungai setinggi puluhan meter. Begitu menyentuh dasar sungai, suhu air terasa begitu dingin. Mungkin suhunya sama seperti suhu di dalam freezer.

Air sungai di kawasan Blok Lider siang itu, terasa jauh lebih adem daripada air dingin di kawasan air terjun di Perkebunan Kalibendo, Kecamatan Licin. Begitu turun di sungai, kita masih harus be rjalan kaki menyusuri aliran sungai itu kira-kira sejauh 700 meter menuju lokasi air terjun. Sesekali, kita harus naik ke tebing tepi sungai agar lebih aman dan tidak terpeleset.

Selama perjalanan menyusuri sungai, ada beberapa air terjun kecil di tepi ali ran sungai utama. Akhirnya, setelah menempuh medan yang sulit dan menguras tenaga, tampaklah air terjun Lider yang menjulang. Saya tidak tahu persis, berapa tinggi air terjun ini. Na mun kami perkirakan, tinggi pancuran air alami ini sekitar 80 meter.

Dari radius 20 meter, wajah kita akan basah terkena empasan buliran-buliran air yang melesat dari air terjun tersebut. Air terjun utama itu seolah dikelilingi din ding berupa tebing yang berdiri tegak. Air jernih yang jatuh menghunjam itu pun menimbulkan suara menderu tiada henti. Derasnya air yang jatuh, juga membuat daun-daun hijau pepohonan di sekelilingnya bergoyang.

Pada sisi dinding tebing yang lain, tampak beberapa air terjun kecil. Tak terasa, waktu begitu cepat ber lalu untuk menikmati panorama alam yang menakjubkan itu. Jarum jam sudah me nunjukkan pukul 14.00, dan sudah saatnya untuk kembali. Nah, perjalanan kembali menuju lokasi parkir itu pun tak kalah serunya.

Kita harus kembali berjalan kaki menyusuri aliran sungai sejauh 700 meter. Belum lagi nanti mendaki tebing terjal setinggi kira-kira 100 meter. Demi mengejar waktu, kita harus berjalan bergegas menyusuri sungai dan mendaki tebing. Meski kaki ini serasa beku, tapi kepala ini terasa panas juga, Ketika tiba di atas tebing, tak terasa keringat pun bercucuran dan napas sudah terengah-engah dan haus dengan kondisi kaki yang berkerut kedinginan. (radar)