Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Budaya  

Karawitan, Seni Tradisi Satukan Rasa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SILAKAN percaya atau tidak bahwa seni tradisional sebenarnya sudah ditinggalkan oleh generasi muda kita. Baik itu seni tradisional, seperti janger, kuda lumping, rengganis, wayang orang, wayang kulit, ludruk, hadrah, gandrung, seblang maupun yang lainnya. Namun, tidak demikian halnya di SMPN 1 Genteng (eks RSBI). Sekolah ini telah mempunyai greget tinggi untuk menghidupi kesenian tradisional.

Bahkan lima tahun lalu, permintaan para siswa agar sekolah mempunyai perangkat gamelan karawitan dipenuhi. Saat itu dibeli dua perangkat pelog dan slendro dalam bentuk gamelan karawitan Jawa.  Drs. Jumingan dan Drs. Suparno merupakan dua guru yang menjunjung rasa keinginan para siswa itu. Mereka berprinsip “Think globally act localy (berpikir global, tetapi masih memperhatikan kearifan local)”. Keinginan para siswa untuk menghidupkan seni tradisi, khususnya karawitan merupakan luapan batin siswa secara murni.

Bukan desakan para guru. Jadi rasa memiliki, rasa ingin tahu, dan rasa ingin menghidupi seni tradisi merupakan kesatuan yang tak terbantahkan dalam diri mereka. Suparno, yang alumnus Untag Banyuwangi itu mengatakan bahwa sebenarnya tidak hanya karawitan yang ingin dipelihara oleh para siswa. Tetapi juga seni tari daerah, campursari, dan lawak atau humor.

Terbukti, setiap wisuda kelas 9, lawak selalu menghiasi mata acara tahunan itu. Sementara itu, Jumingan yang kental dengan penguasaan tembang- tembang Jawa dan tembang dolanan menuturkan kepada tim Koran Pelajar (Koper) sembari meneteskan air mata. Sikapnya sebagai tanda trenyuh pada keikhlasan anak-anaknya ambyur ke dunia seni tradisi, yang menurutnya kurang mendapat tempat di ranah kebudayaan nasional. Bahkan ia melahirkan pesinden-pesinden siswa yang mumpuni berkiprah.

Keheranan dan kebanggaannya makin menjadi-jadi, tatkala ia melihat para siswanya yang kebanyakan berotak cerdas, itu menyukai gamelan-gamelan tradisi. “Betapa ini merupakan aset yang mampu menjunjung keluhuran budaya bangsa,” tambahnya. Sementara itu Indah Purwandari, SPd, guru tari alumnus Unesa Surabaya sangat bangga melihat siswa-siswinya mahir menari.

Baik tari tradisi maupun tarian modern dengan olah tubuh yang beragam. Gerak tubuh anak-anak menandakan kebersamaan yang kokoh, penyatuan rasa, dan pertunjukan estetika serta etika yang tinggi. Ia sangat menyayangi para siswa-siswinya yang rajin ke ruang seni budaya lantai dua mempelajari aneka ragam tarian Nusantara. Etos dan semangat meraka merupakan eksistensi diri yang tak ternilai.

Suyanto, MSi, guru dan penulis sastra Magister Kebudayaan jebolan Unud Denpasar terlibat sebagai menjadi kritikus seni di sekolah. Menurutnya, tidak ada beda antara budaya tradisional dengan budaya pop (modern). Semuanya menumbuhkan kepekaan rasa, keluhuran budi, kehalusan budi pekerti, semangat hidup, dan rasa memiliki yang tinggi atas budaya itu. Ia berharap, kepekaan rasa bisa digetoktularkan (regenerasi) dari kakak kelas kepada adik kelas.

Guru yang kini sedang menempuh S-3 di UNS Solo itu berharap, agar regenerasi bisa hidup di SMPN 1 Genteng. Sebagai contoh, siswa pengendang bernama Haris Setiawan dari kelas 9D berhasil mewariskan kemahiran bermain kendang karawitan kepada adik kelasnya bernama Gilang, kelas 7B dan Aang Pangantyas, kelas 7E.(tim koper SMPN 1 Genteng/radar)

Exit mobile version