Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kekurangan Murid, Beberapa SMP di Banyuwangi Terancam Ditutup

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Kekurangan-Murid,-Beberapa-SMP-di-Banyuwangi-Terancam-Ditutup

Dispendik Siapkan Dasar Hukum

BANYUWANGI – Berkurangnya jumlah siswa di beberapa sekolah, terutama SMP dan SMA swasta, pada penerimaan peserta  didik baru (PPDB) tahun 2016 ini menjadi evaluasi bagi Dinas Pendidikan (Dispendik)
Banyuwangi.

Ada peluang pemerintah  menutup beberapa sekolah yang kekurangan siswa itu. Hasil evaluasi sementara Dispendik, salah satu penyebab berkurangnya jumlah siswa adalah terlalu banyaknya sekolah.  Oleh karena itu, Dispendik sedang mencari jalan untuk mengatur supaya setiap sekolah mendapat memenuhi jumlah siswa sesuai pagu.

Kepala Dispendik Banyuwangi, Sulihtiyono, melalui Kepala Bidang Pendidikan Menengah  (Kabid Dikmen), Suhud AR, menga takan berkurangnya jumlah siswa sekolah tahun ini tak hanya  menimpa sekolah swasta. Tetapi, juga berimbas pada sekolah negeri.

Seperti di SMPN 1 Purwoharjo  yang menurutnya kekurangan 17 siswa dari pagu yang tersedia. Kemudian, SMPN 1 Tegaldlimo juga mengalami kekurangan  siswa hingga 50 orang. Beberapa sekolah lain, seperti SMPN 1 Srono dan SMPN 1 Muncar, juga sama.

Hal tersebut, kata Suhud, sehubungan dengan keberhasilan program keluarga berencana (KB). Namun, secara teknis, jumlah sekolah yang terlalu banyak  juga mempengaruhi berkurangnya jumlah siswa. Sebab, siswa-siswa yang semestinya utuh di satu sekolah terpencar ke sekolah  lain. Atau, ada juga sekolah yang kualitasnya menurun.

Penurunan kualitas itu mengurangi kepercayaan masyarakat dalam menyekolahkan anaknya. Mengatur supaya hal tersebut tidak semakin parah, Suhud menegaskan Dispendik akan melakukan evaluasi kualitas sekolah. Beberapa peraturan,  termasuk sekolah yang jumlah  siswanya kurang dari 20 siswa, akan memperoleh teguran berupa   surat peringatan (SP).

“Ada beberapa sekolah yang kualitasnya mungkin tidak sesuai standar. Jadi nanti kita akan lihat output dan input sekolah, termasuk  prosesnya. Kemudian, jika sampai  tiga kali peringatan mungkin kita  tutup. Saat ini kita masih mencari  dasar hukumnya,” jelasnya.

Pengetatan peraturan tersebut, kata Suhud, secara alamiah akan menyisakan sekolah-sekolah yang kualitasnya sesuai kebutuhan. Sehingga, siswa di sekolah tersebut akan lebih banyak karena tidak terpencar. “Memang kita mempermudah akses dengan adanya SMA terbuka dan SMP satu atap. Tapi, hal itu hanya untuk menjangkau daerah pinggir. Di beberapa lokasi muncul sekolah baru yang kadang berdekatandengan sekolah yang tingkatannya sama. Itulah yang harus kita evaluasi kualitasnya,” kata Suhud.

Suhud menambahkan, penegasan  peraturan itu berlaku untuk  semua sekolah, negeri dan swasta.  palagi, sekolah swasta juga memperoleh  bantuan dari pe merintah.  Sehingga, harus terus meningkatkan  kualitas agar bisa menarik siswa.

“Selama ini ada beberapa sekolah yang sudah tutup, karena mungkin keku rangan siswa. Tapi nanti kalau dasar hukumnya sudah ada akan mudah mengaturnya,” pungkasnya. Sementara itu, Kasi SMP-SMA Dispendik, Sutikno, menambahkan,  berkurangnya jumlah pendaftar di sekolah negeri sebagian besar disebabkan para  siswa merasa sekolah yang dipilih  terlalu jauh. Sehingga, mereka  enggan daftar ulang dan memilih  sekolah swasta yang dekat dari  rumah.

“Sekolah negeri yang di kota jumlahnya aman. Tapi sekolah negeri yang di pinggiran yang mulai berkurang. Karena mereka harus bersaing dengan sekolah swasta,” ujarnya.  Sebelumnya, Jawa Pos Radar Banyuwangi menemukan ada beberapa sekolah swasta yang  mengalami penurunan jumlah  siswa lebih dari 30 persen.

Contohnya seperti di SMA PGRI 1 Giri dan SMA 17 Agustus Banyuwangi.   Saat itu pihak sekolah  beralasan, munculnya SMK swasta baru dan SMK negeri yang menambah jurusan menyumbang berkurangnya jumlah siswa. (radar)