Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kelas 3 Berisi 3 Siswa, Gabung Kelas Lain jika 2 Izin

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Dewi Rukmini memberikan materi pembelajaran kepada Alfina Aninnas dan Muhamad Kadafi diruang kelas 3 SDN 3 Sragi, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, kemarin.

HANYA ada dua siswa yang mengikuti proses belajar di ruang kelas 3 sekolah tersebut. Mereka adalah Alfina Aninnas dan Muhamad Kadafi. Kedua siswa itu tampak serius dalam menerima arahan sang guru wali kelas, Dewi Rukmini.

Sesekali dua siswa itu menulis di atas buku perintah guru. Dewi Rukmini tampak antusias dalam memberikan materi kepada kedua anak didiknya. Memberikan materi kepada dua siswa itu, memang membawa kesan berbeda jika dibandingkan dengan jumlah siswa yang banyak.

Dua siswa itu terlihat betul-betul memperhatikan apa yang disampaikan sang guru. Sekolah negeri yang benar-benar serasa sekolah privat. Ketika guru menulis di papan tulis, kedua siswa dengan mengenakan pakaian Pramuka itu juga mengikuti dengan menulis di buku pelajaran.

Ketika menyampaikan isi materi pembelajaran, Anin dan Kadafi juga mendengarkan dengan seksama. Suasana ruang kelas itu tampak lebih khidmat dalam proses belajar mengajar pagi itu.

Ruang kelas yang ditempati dalam proses belajar mengajar tersebut juga lebih fresh. Lantai pun bersih, dan tembok-tembok juga rapi dengan aksesori khas pendidikan. Selain itu, hanya ada tiga unit kursi dan meja yang ada dalam ruang kelas tersebut.

Kursi dan meja itu tertata sejajar di ruang kelas itu. Ya, kursi dan meja itu digunakan tiga siswa yang mengikuti proses belajar di kelas lll. Diatas papan tulis itu juga dipasang foto Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla.

Selain Anin dan Kadaf i, ada satu rekan mereka Adi Setyo Mukti yang saat ini naik kelas 3. Kebetulan, pagi kemarin, Adi izin tidak bisa masuk sekolah. Praktis, hanya ada dua siswa yang mengikuti proses belajar mengajar di kelas tersebut.

Ya, sekolah tersebut memang memiliki siswa yang sedikit. Terjadi pasang surut jumlah siswa yang memilih pendidikan setiap tahun ajaran baru di sekolah yang lokasinya berada di belakang kediaman Gus Goto, ahli spiritual di Kecamatan Songgon.

Total siswa yang sedang menempuh pendidikan di sekolah itu hanya 83 siswa. Beruntung, pada tahun ajaran baru kali ini, sekolah di bawah kepala sekolah Sri Widonarti tersebut mendapatkan  10 peserta didik baru.

Untuk kelas 2 diisi 22 siswa. Sementara itu, kelas 4 hanya diisi 12 siswa dan berlanjut pada kelas 5 hanya diikuti 23 siswa dan kelas 6 diisi lebih sedikit yaitu 12 siswa. Selama dua tahun terakhir, tiga siswa yang saat ini kelas 3 itu mengikuti pembelajaran dengan bersama.

Tapi, juga kerap kali tiga siswa itu tidak bisa mengikuti belajar karena sebagian siswa lain tidak masuk sekolah. Bahkan, terkadang hanya ada satu siswa yang masuk sekolah. Sementara dua siswa lainnya berhalangan masuk dengan alasan sakit maupun bepergian ke luar kota.

Dengan begitu, praktis hanya ada satu siswa yang terpaksa mengikuti pembelajaran di kelas. Untuk menyiasati kejenuhan, satu siswa itu terpaksa digabung dengan kakak kelas yang lebih banyak siswanya.

“Kalau hanya satu yang masuk, maka dipindah gabung dengan kelas lain,” ujar Dewi Rukmini. Langkah tersebut dilakukan agar siswa tersebut bisa lebih hidup. Paling tidak siswa itu bisa berdiskusi dengan rekan- rekannya.

“Kasihan kalau sendirian belajar di kelas,” terang guru honorer itu. Walaupun berpindah kelas, tapi siswa tersebut tidak mengikuti materi yang ada di kelas lain. Menurut Dewi, satu anak didiknya itu tetap belajar berdasar materi yang diberikan.

“Materinya tidak sama dengan siswa lain,” ucapnya. Memberikan materi pembelajaran dengan siswa sangat minim memang membawa kesan berbeda. Menurut Puji Lestari, guru yang lain, mengatakan, bahwa suasana dalam proses pembelajaran memang berbeda dengan jumlah siswa yang banyak.

“Kalau mengajarnya sama dengan yang lainnya,” ujarnya. Wali kelas 2 itu menambahkan, bahwa terkesan siswa kurang semangat ketika belajar di kelas karena rekan-rekannya sendikit. Tapi, mengenai materi, tetap seperti yang sudah diatur.

“Kayak kurang motivasinya kalau anaknya sedikit,” tutur guru yang juga tenaga honorer itu. Sebetulnya prestasi sekolah tersebut tidak terlalu buruk. Bahkan, prestasinya di level kecamatan cukup bagus.

“Tahun ini siswa kita mendapatkan nilai Ujian Sekolah (US) tertinggi se-Kecamatan Songgon,” sebut Puji. Kemarin, kepala sekolah yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat karena ada kepentingan di luar.

Jika menengok prestasinya yang tidak jeblok itu, maka semestinya sekolah tersebut banyak diminati kalangan orang tua. Ditelusuri, sekolah itu memang selalu bersaing dengan Madrasah lbtidaiah (MI) untuk mendapatkan siswa.

Apalagi, jarak dua sekolah negeri dan swasta itu cukup dekat. Di SDN 3 Sragi itu, guru yang mengajar juga komplet. Hanya, tidak semua guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari enam guru kelas, masih empat guru yang statusnya diangkat menjadi aparatur sipil negara. Dua lainnya, yaitu Dewi Rukmini dan Puji Lestari masih berstatus tenaga honorer.

Ada tiga guru status PNS yang mengajar materi agama di sekolah tersebut. Hanya, tiga guru itu tidak menjadi guru tetap di sekolah tersebut. Selama ini, tiga guru itu datang ketika sedang jam mengajar.

Seorang lagi yang statusnya belum diangkat PNS di sekolah itu yaitu tenaga operator. Tidak jauh dari sekolah itu, terdapat sekolah yang akhirnya ditutup karena tidak mendapatkan siswa.

Salah satunya yaitu sebuah sekolah di Dusun Mangaran, Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon. Pada tahun 2016 lalu, siswa yang ada di sekolah tersebut dipindah di berbagai sekolah. (radar)