Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kerja 20 Tahun tanpa Libur di Hari Minggu

PASUKAN PEMBERSIH: Para driver truk pengangkut sampah DKP Banyuwangi.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PASUKAN PEMBERSIH: Para driver truk pengangkut sampah DKP Banyuwangi.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) mengoperasikan 17 unit dump truck pembuang sampah. Dari 17 orang sopir truk itu, 5 orang telah bekerja bersama tumpukan sampah selama 20 tahun lebih.

LIMA sopir itu adalah Saidi, Sudarmaji, Busaini, Suprapto Noto, dan Zainul Fitri. Mereka bekerja sebagai sopir truk sampah sejak tahun 1992.

Mereka telah menjadi tenaga honorer pemerintah daerah sejak tahun 1987 silam. Saat pertama kali menjadi honorer, mereka tidak langsung menjadi sopir truk, tapi sebagai petugas armada truk sampah. Petugas armada itu merupakan kuli angkut sampah dari tempat pembuangan sementara (TPS) ke atas truk.

Tugas sebagai armada itu telah mereka jalani selama bertahun-tahun. Saat mereka menjadi petugas armada, sopirnya adalah beberapa seniornya. Salah satu seniornya yang masih ada hingga saat ini adalah Pelaksana tugas (Plt) Kepala DKP Banyuwangi, Arief Setiawan. Pada tahun 1990, mereka bersama Arief membuang sampah setiap hari. “Saat itu, kita punya motto sama rasa sama bahagia,” tutur Arief.

Mengawali pengabdiannya sebagai petugas sampah, mereka mengaku mendapat gaji sekitar Rp 12,5 ribu setiap bulan. Mereka cukup lama menikmati gaji Rp 12,5 ribu hingga akhirnya naik menjadi Rp 15 ribu Proses pengangkatan mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pun terjadi secara bertahap.

Pengangkatan mereka sebagai PNS golongan I dimulai pada tahun 2007 dan baru tuntas 2010 lalu. Sebelum diangkat menjadi PNS, mereka sudah berkali-kali mengikuti tes seleksi CPNS tapi selalu gagal. Bahkan, mereka juga ada yang pernah lulus seleksi CPNS tapi tidak pernah diangkat menjadi CPNS.

Walau selalu gagal menjadi CPNS, tapi hal itu tidak mempengaruhi kinerja mereka membersihkan kota dari tumpukan sampah. Mereka setiap hari tetap membuang sampah dengan gaji yang sangat minim itu. Walau status mereka sebagai PNS, tapi jam kerja mereka tidak sama seperti PNS lain.

Jika PNS lain baru berangkat kerja 07.00, para sopir truk sampah berangkat kerja pukul 05.00. Bahkan, bagi sopir dump truk pengangkut sampah luar kota Banyuwangi, berangkat kerjanya tidak pukul 05.00 melainkan pukul 03.30. Mereka mengangkut sampah di Kecamatan Genteng, Kecamatan Srono, dan Kecamatan Muncar.

Saat ini, ada dua dump truk yang setiap hari mengambil sampah di Kecamatan Genteng, Srono, dan Muncar. Kemudian, sampah yang diangkut dibuang di TPSA Bulusan, Kecamatan Kalipuro. Tidak hanya jam kerja saja yang berbeda. Fasilitas yang diterima PNS pada umumnya, yaitu berupa libur kerja pada hari Minggu, tidak didapatkan para sopir armada pembuang sampah.

Sepanjang tahun mereka bekerja tanpa mendapatkan fasilitas libur kerja layaknya PNS lain. Mereka libur kerja kalau mengalami gangguan kesehatan cukup berat atau ada kepentingan yang sangat penting. Jika ada kepentingan sangat mendesak, mereka boleh libur.

Namun, harus mencari sopir pengganti. Jika tidak ada sopir pengganti, mereka sudah bertekad tidak meninggalkan kerja walau ada kepentingan sepenting apa pun. Mereka beralasan, meninggalkan kerja dalam satu hari akan berdampak luas bagi masyarakat. “Jangankan sehari, satu jam saja jika tidak dibuang, sampah akan menggunung,” tutur Saidi.

Walau tidak dapat jatah libur mingguan, tapi mereka tetap bisa melakukan aktivitas lain. Aktivitas itu dilakukan setelah rampung menjalankan tugas mengantar sampah ke TPSA. Rata-rata mereka rampung menjalankan tugas sekitar pukul 12.00 hingga 13.00.

Setelah itu, mereka sudah bisa kembali ke rumah masing-masing. “Walau pulang siang, tapi tetap tidak boleh keluar kota. Setiap saat ada kerjaan, kita harus siap melaksanakan,” papar Sudarmaji. Walau tumpukan sampah mengeluarkan bau menyengat, tapi mereka sudah terbiasa dengan itu.

Bau sampah tersebut tidak menghalangi tugas dan tanggung jawab mereka sehari-hari. “Bau sampah sudah biasa. Kita setiap hari bergelut dengan bau dan kotoran macam-macam,” ucap Busaini. Lalu, bagaimana dampak terhadap kesehatan mereka?

Dampak bagi kesehatan mereka jelas ada. DKP memberikan beberapa fasilitas untuk mengurangi risiko kesehatan yang mungkin dialami mereka. Fasilitas itu berupa masker, sarung tangan, dan sepatu bot. Hanya saja, tidak semua fasilitas itu mereka gunakan semua. Hanya sepatu bot saja yang mereka pakai setiap hari.

Masker dan sarungan tangan jarang dipakai karena dianggap mengganggu kecepatan dalam kerja. “Kita sedang berusaha mendapatkan anggaran untuk memberikan tambahan vitamin dan gizi kepada petugas sampah,” ujar Arief. Saat ini, pihaknya baru mampu memberikan tambahan gizi kepada petugas sampah di TPA.

Mereka setiap satu minggu sekali mendapatkan tambahan vitamin dan susu segar. “Itu kita lakukan untuk memberikan proteksi kesehatan kepada mereka,” tambah Arief. (radar)