Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kirim Kerajinan ke Bali, Pasok Bahan Baku ke Gintangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sejumlah ibu rumah tangga mengirat dan menganyam bambu di dapur rumah secara berkelompok, kemarin (22-8).

Kelurahan Gombengsari menjadi sentra kerajinan anyaman bambu. Sebagian besar ibu rumah tangga di kelurahan tersebut bekerja sebagai perajin anyaman bambu. Ada juga yang  sekadar menyuplai bahan  baku anyaman ke Desa Gintangan, Probolinggo, dan Bali.

SEKELOMPOK ibu rumah tangga (RT) asyik berbincang di pojok dapur rumah sangat sederhana. Asap berwarna putih mengebul dari dua buah tungku  yang ada di dalam dapur tersebut.

Tiga ibu-ibu seolah tak menghiraukan kepulan asap yang terus membubung dan memenuhi ruangan dapur berdinding anyaman bambu (gedhek). Dengan berbincang santai, tiga ibu rumah tangga itu terus tetap bekerja.

Produk-produk kerajinan siap dikirim ke Bali

Kedua tangan mereka begitu lihai memegang ruas bambu yang telah  diiris permukaannya. Tangan kanannya memegang kuat sebilah pisau tajam  dan diayunkan bersamaan dengan ruas bambu yang diirat permukaannya.

Setelah bagian permukaan bambu halus dan lentur, bilah bambu itu lantas diletakkan dan memegang  permukaan bambu lain yang masih kasar untuk di irat hingga tipis dan  lentur. Di sudut lain, sekelompok ibu  rumah tangga lainnya juga sibuk membuat anyaman bambu.

Iratan bambu berukuran panjang 60 centimeter itu dianyam dengan jenis anyaman teruntum. Anyaman teruntum, merupakan salah satu jenis anyaman yang paling sulit untuk dipelajari. “Pertama  kali memang sulit, kalau sudah terbiasa mudah,” ujar Siti Hasni Makatita, salah seorang perajin.

Wanita berusia 37 tahun tersebut mengaku belajar ilmu tentang anyaman tersebut dari Siti Nurhasani, salah seorang warga setempat. Belajar menganyam bisa dibilang gampang-gampang  susah. Selain dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran, menganyam  juga dibutuhkan ketelitian.

“Menganyam ini sekaligus melatih fikiran agar lebih fokus apa yang  kita hadapi,” terang perempuan  asal Ambon tersebut. Pekerjaan menganyam dia lakoni sejak pengantin baru. Sejak  bisa menganyam, banyak manfaat yang diperolehnya.

Selain lebih fokus dalam bekerja. Dia juga bisa membantu perekonomian keluarga. Apalagi sejak memiliki momongan, pekerjaan menjadi penganyam bambu bisa dilakukan  di rumah sambil menjaga dan  merawat buah hatinya.

Hal senada juga diungkapkan Siti Nurhasani, ibu rumah tangga lainnya yang kini mahir mengiris  dan mengirat bambu. Pekerjaan  mengirat bambu bukan hal sembarangan yang bisa dilakukan  oleh para penganyam, karena tidak semua bisa mengirat bambu.   Apalagi yang digunakan juga pisau khusus dengan bentuk  melengkung ke atas.

“Jika keliru dan tidak terlatih bisa-bisa tangan yang teriris pisau,” jelas ibu berusia 46 tahun itu. Selain bisa mengirat, Asani panggilan-akrab Siti Nurhasani-juga mahir membuat berbagai   jenis anyaman bambu. Mulai dari jenis anyaman deruno, teruntum, tenong dan jenis anyaman lainnya yang jumlahnya mencapai belasan jenis.

Ibu tiga anak itu sudah menekuni kerajinan anyaman bambu  sejak tahun 1992 silam. Awalnya,  dia hanya bisa membuat kerajinan  welasah dan tenong. Karena dinilai monoton, saat itu salah seorang warga Desa Gintangan, Waras mengajarkan berbagai jenis anyaman.

Sejak itulah, dia mulai bisa membuat lembaran berbagai jenis anyaman bambu, hingga saat ini.  Ilmu yang didapat tidak dimilikinya sendiri. Seiiring berjalannya  waktu, dia pun menularkan  “virus” menganyam bambu   tersebut kepada beberapa warga lainnya.

“Sekarang hampir semua ibu rumah tangga di Kelurahan Gombengsari sudah pandai menganyam,” jelas istri Johan tersebut. Karena banyaknya warga yang bisa menganyam itulah, dia  bersama Johan berinisiatif menyediakan bahan baku bambu yang telah diirat untuk dianyam   oleh warga.

Iratan bambu tersebut dibentuk seragam berukuran panjang 60 centimeter. Setelah tuntas diirat dan diwarna, bilah bambu yang telah diirat tipis   kemudian diambil oleh warga untuk diproduksi menjadi lembaran anyaman bambu.

“Hasil anyaman bambu yang telah selesai dalam bentuk lembaran langsung kami beli,” kata Johan. Kreativitas warga dalam menganyam bambu itu kini menjadi pekerjaan sampingan yang terus dikembangkan.

Bahkan, hingga ke pelosok sudut kampung ibu  rumah tangga di Kelurahan  Gombengsari menekuni kerajinan anyaman bambu yang mendatangkan pundi-pundi rupiah. Tidak hanya di rumah, menganyam bambu juga dilakukan para ibu-ibu diwaktu senggang saat menunggu anak-anak bersekolah.

Saking banyaknya perajin anyaman bambu di Kelurahan Gombengsari itulah, kini Gombengsari dijuluki sebagai pusat anyaman bambu kedua setelah  Desa Gintangan, Kecamatan  Blimbingsari. “Hanya saja, khusus di Gombengsari menyediakan bahan setengah jadi,” terang Johan.

Bahan baku anyaman setengah jadi itu juga menyuplai kerajinan  anyaman bambu di Desa Gintangan. Bahkan, kini juga menyuplai kerajinan ke sejumlah kota seperti ke Probolinggo dan  Bali. Jenis anyaman bambu yang  dimintai para perajin adalah anyaman jenis deruno.

Pesatnya kunjungan wisatawan di Banyuwangi sangat dirasakan oleh para perajin anyaman bambu  di Gombengsari. Karena permintaan bahan baku setengah jadi anyaman bambu terus meningkat  setiap harinya.

Bahan baku tersebut bisa dijadikan sejumlah kerajinan, mulai dari songkok bambu, lampion, kap lampu,  tempat tisu, tempat sampah, dan  berbagai jenis kerajinan lainnya. Sayangnya, hingga kini proses pengerjaan kerajinan anyaman  bambu tersebut masih dilakukan  dengan peralatan manual. Yakni dengan menggunakan gergaji,  pisau, dan alat-alat manual  lainnya.

“Kalau pelatihan menganyam sudah sering, hanya saja masih belum ada bantuan peralatan. Jadi kami masih kerjakan secara manual. Padahal hampir seluruh warga kampung adalah perajin anyaman bambu,”  tandas Johan. (radar)