Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Kisah Edi Ali Makrus, Penjual Kipas Angin Bekas

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Di tangan Edi Ali Makrus (44) warga Dusun Tegalpare, RT 1, RW 1, Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, limbah kipas angin yang banyak dibuang di tempat rongsokan ternyata masih bernilai jual. Limbah kipas angin rusak itu diperbaiki dan laku dijual.

DEDY JUMHARDIYANTO, Muncar

Sederet tumpukan limbah kipas angin yang menggunung di tepi jalan raya Dusun Sukosari, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar sepintas tampak kumuh dan tidak berguna. Di balik tumpukan kipas angin bekas itu duduk seorang lelaki yang serius memandangi sebuah dinamo kipas angin.

Lelaki itu mengutak-atik dinamo yang sudah terlihat usang dan rusak. Sesekali berhenti sambil mengambil obeng dan peralatan yang diperlukan untuk memperbaiki mesin pemutar.

Pekerjaan itulah yang dilakukan, Edi Ali Makrus, setiap hari. Sejak dua tahun lalu, pria itu menjadi penjual dan tukang servis kipas angin bekas. Pekerjaan yang dilakoni itu tidak pernah dibayangkan sebelumnya, apalagi sejak lulus SMA pada 26 tahun lalu tidak pernah memiliki keahlian servis elektronik.

Profesi sebagai tukang servis dan penjual kipas bekas itu bermula saat melihat banyaknya limbah kipas angin bekas yang dijual percuma karena rusak. Bahkan, kipas angin yang semula dibeli dengan harga cukup mahal, harus dijual sia-sia dengan harga yang sangat murah.

Dari pengalaman itu, Edi berpikir memanfaatkan limbah bekas kipas angin tersebut, yakni dengan memperbaiki agar dipergunakan kembali. “Jarang ada tukang servis elektro yang mau menerima dan membetulkan kipas angin,” katanya.

Sejak itu, bapak dua anak itu mulai mencoba mencari kipas angin bekas di tempat-tempat rongsokan. Kipas angin itu dibelinya dengan harga yang sangat murah, yakni mulai Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu. “Saya belajar secara otodidak, hanya punya pengalaman sebagai tukang servis AC (air conditioner),” ujarnya.

Dalam percobaan membetulkan kipas angin bekas itu, Edi sempat kebingungan dan sempat mengalami kegagalan. Bahkan, sudah berulang kali mengutak-atik tapi tetap tidak menyala. Meski beberapa kali gagal, dia tetap tidak mau menyerah dan malah tambah semangat. Hingga akhirnya kipas angin itu bisa berfungsi kembali. “Saya sampai tiga hari berturut-turut mencoba memperbaiki dan baru berfungsi,” ungkapnya.

Saat kipas angin baru bisa diperbaiki itu ada warga yang melintas di depan rumahnya. Orang itu langsung membeli dengan harga Rp 120 ribu. “Pertama memperbaiki laku Rp 120 ribu,” sebutnya.

Keberhasilan memperbaiki kipas angin bekas itu membuat Edi ketagihan. Selanjutnya, dia memburu kipas angin bekas dengan memungut langsung dari sejumlah tempat pengepul rongsokan di wilayah Banyuwangi Selatan, seperti di Kecamatan Muncar, Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Srono, Kecamatan Cluring, dan Kecamatan Rogojampi.

Karena hobinya berburu kipas angin bekas, sejumlah pemulung mulai mengenalnya. Hingga kini sejumlah pemulung langsung menyetor kipas angin bekas itu ke rumahnya. “Dulu saya cari, sekarang sudah tidak lagi. Para pemulung mengantarkan ke rumah jika dapat kipas angin bekas,” terangnya.

Kipas angin rongsokan berukuran besar dibeli dari para pemulung dengan harga mulai Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu. Sedang kipas rongsokan berukuran kecil, dibeli mulai harga Rp 5.000 hingga Rp 15 ribu. Itu tergantung merek, kualitas barang, dan tingkat kerusakan. “Kalau rusak parah harganya ya semakin murah,” dalihnya.

Dalam sehari Edi mampu membetulkan tujuh kipas angin rongsokan berukuran besar. Jika kipas berukuran kecil, dia mampu membenahi hingga 10 kipas. Semua kipas yang telah selesai diperbaiki langsung dipajang di toko miliknya dan diberi banderol sesuai jenis dan mereknya.

“Kalau kipas angina merek China ya murah, sekitar Rp 120 ribu. Kalau yang merek ternama bisa Rp 140 ribu per kipas,” ungkapnya.