Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

KMP Rafelia II Tenggelam, 8 ABK Jalani Sidang Etik Pelayaran

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Kepala-Kamar-Mesin-Rafelia-II,-Hadi-P.-(pegang-mikrofon)-menjadi-saksi-dalam-sidang-etik-pelayaran-di-kantor-KUPP-Ketapang-kemarin.

Mualim I Meninggal, Mualim II Tersangkut

KALIPURO – Sidang etik tenggelamnya KMP Rafelia II oleh Majelis Mahkamah Pelayaran digelar di Kantor Unit Penyelanggara  Pelabuhan (KUPP) Ketapang  Rabu (20/7) kemarin. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua  Kapten Supardi tersebut menghadirkan 8 anak buah kapal (ABK) Rafelia II, termasuk Mualim II KMP Rafelia II, Muhammad Ali Imron, yang selamat dari musibah tenggelamnya kapal 4 Maret 2016 lalu itu.

Sidang etik pelayaran digelar untuk mengungkap apakah benar atau tidak adanya suatu kelalaian dari pihak anak buah kapal sehingga membuat KMP Rafelia II ini tenggelam di perairan Selat Bali. Seperti diketahui, KMP Rafelia II ini tenggelam menewaskan 6 korban jiwa dengan rincian dua ABK kapal, yakni nakhoda dan mualim I dan empat lainnya adalah penumpang kapal.

Dalam sidang etik pelayaran kemarin, mualim II Muhammad Ali Imron dihadirkan sebagai tersangkut (istilah tersangka dalam  pelayaran). Karena dia satu satunya  perwira yang masih hidup, dia diduga patut bertanggung jawab atas meninggalnya 6 orang korban kapal KMP Rafelia II. Sementara  7 ABK lainnya diha dirkan sebagai saksi dalam tenggelamnya kapal sarat muatan ini.

Kepala KUPP Ketapang, Ispriyanto menjelaskan, sidang mahkamah pelayaran ini sengaja digelar di Banyuwangi oleh hakim majelis yang ditunjuk oleh Kementerian Perhubungan RI atas dasar locus delicti tenggelamnya kapal.

Dalam sidang ini, hakim ingin memastikan, seluruh ABK yang tergabung dalam KMP Rafelia II, dalam menjalankan tugasnya tidak melanggar kode etik profesi pelaut. Jika dalam sidang nanti terbukti ada ABK yang melanggar standar operasional prosedur (SOP) dan etika sebagai pelaut maka hakim akan menjatuhkan hukuman sesuai tingkat kesalahannya, mulai dari teguran hingga pencabutan sertifikat izin melaut.

Ispriyanto menambahkan, agenda sidang etik pelayaran ini tidak hanya menghadirkan 8 ABK dari KMP Rafelia II. Rencananya hari ini sidang akan dilanjutkan dengan pemanggilan beberapa pejabat dari instansi terkait termasuk perwira jaga KUPP Gilimanuk, KUPP Ketapang dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

Kepala KUPP Gilimanuk juga akan dihadirkan untuk mengikuti proses sidang etik pelayaran. Seperti diketahui, kepala KUPP Gilimanuk sudah ditetapkan  tersangka oleh pihak kepolisian karena dianggap lalai dalam melakukan pengawasan terhadap kapal yang beroperasi hingga menyebabkan KMP Rafelia II tenggelam.

”Sidang akan dilanjutkan besok (hari ini). Yang  dipanggil nanti pejabat dari instansi terkait termasuk kami (KUPP Ketapang),” kata Ispriyanto. Sementara itu, dalam sidang etik yang dilaksanakan kemarin, majelis hakim lebih banyak memberikan pertanyaan seputar tugas pokok dan apa saja yang dilakukan oleh Mualim II, Muhammad Ali Imron, saat KMP Rafelia II tenggelam.

Keterangan dari mualai II kepada majelis hakim banyak menyatakan tidak tahu bagaimana pasti kapal itu bisa tenggelam, sebab saat ini dia sedang tidak dalam tugas  jaga. ”Saat kapal tenggelam saya  sedang off dan tidur di dalam kamar kapal. Saya dibangunkan oleh ABK lainnya saat kapal sudah  dalam keadaan miring. Mengetahui kejadian ini saya langsung membagi-bagikan life jacket kepada seluruh penumpang,” jelas Muhammad Ali Imron kepada majelis hakim.

Ali Imron dalam keterangannya juga banyak mengaku tidak tahu saat majelis hakim menanyakan apa saja klasifikasi dari dalam kapal. Padahal, sesuai tugas dan fungsi dari mualim II setidaknya dia sudah mengetahui secara  rinci bagaimana klasifikasi KMP Rafelia II itu sendiri.

”Saya baru dua bulan bekerja di KMP Rafelia II. Belum sepenuhnya secara detail mengetahui bagaimana kondisi kapal,” dalihnya kepada  majelis hakim. Penasihat Hukum PT. Dharma Bahari Utama (PT.DBU), Kapten Tekky Toreh, menanggapi terkait status dari mualim II yang menjadi tersangkut dalam musibah ini merupakan risiko jabatan  yang harus dipertanggungjawabkan.

Sebenarnya yang patut bertanggung jawab adalah  nakhoda dan mulaim I. Namun, karena dua perwira kapal itu  tewas dalam musibah, maka tanggung jawab harus diemban  oleh perwira yang ada di bawahnya yakni mualim II, Muhammad Ali Imron.

”Saya kira nanti sanksinya hanya teguran saja karena yang bersangkutan (mualim II) saat kejadian dalam keadaan  tidak sedang jaga atau off,” kata Tekky. Ditanya mengenai benar tidaknya hak-hak karyawan selama ini masih  belum tersele saikan pasca tenggelamnya kapal, Tekky tidak menampik hal itu. Sebab, sampai  saat ini pengajuan asuransi yang memang ditunggu-tunggu juga masih ditolak oleh pihak asuransi.

”Perusahaan juga sudah tidak memiliki pemasukan lain karena hanya memiliki kapal yang tenggelam itu saja. Tapi akan terus  kami upayakan agar asuransi itu cair,” tegasnya.(radar)