Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Lagi, Seorang JCH Wafat

Tohiran bin Sikan JCH asal Desa Genteng Wetan Kecamatan Genteng Meninggal Dunia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Tohiran bin Sikan JCH asal Desa Genteng Wetan Kecamatan Genteng meninggal dunia.

MAKKAH – Jamaah calon haji (JCH) asal Banyuwangi dikabarkan meninggal dunia saat melaksanakan ibadah haji di Mina. Jamaah tersebut adalah Tohiran bin Sikan warga Dusun Cangaan RT 04/RW 06, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng.

Tohiran diketahui meninggal dunia oleh petugas kloter pada pukul 03.00 waktu Arab Saudi (WAS) jumat dini hari (01 /8) di tenda saat melaksanakan ibadah di Mina. Almarhum meninggal saat tertidur di dalam tenda. Sebelum meninggal, Tohiran sempat mengalami gangguan pernapasan.

“Jenazah almarhum sudah diurus dokumennya untuk dimakamkan di Makkah,” ujar ketua kloter 37, syafaat. Menurut syafaat, pelaksanaan Wukuf di Arafah merupakan detik-detik puncak ibadah haji. Apalagi, cuaca di Arafah sangat panas sekali.

Bahkan, beberapa jamaah sudah masuk Team Gerak Cepat (TGC) kesehatan di Arafah dan Klinik Kesehatan Haji lndonesia (KKHl). Cuaca terik menyengat di Arafah juga mengakibatkan beberapa jamaah mengalami heatstoke atau kondisi yang dapat mengancam jiwa.

Kondisi itu terjadi ketika badan gagal mengatur suhu tubuh dan suhu terus meningkat, bahkan mencapai 40 derajat Celcius atau lebih tinggi. Saat adzan Maghrib tiba pada tanggal 9 Dhulhijah, jamaah haji mulai bergerak menuju Musdalifah untuk mabit.

Pelaksanaan evakuasi jamaah dilakukan dengan bus yang diperuntukkan khusus untuk pengangkutan jamaah tersebut secara bergiliran sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Pada malam dini hari jamaah haji pergi ke Jamarot untuk melontar jumroh aqobah.

Jamaah lebih memilih dini hari karena cuaca relatif bersahabat untuk melaksanakan lempar jumroh tersebut. Tidak semua jamaah melontarkan sendiri jumrohnya. Bagi jamaah yang sakit dan yang tua mewakilkan pelontaran jumroh kepada jamaah yang lebih muda atau petugas.

Hanya beberapa orang tua saja yang melontarkan jumrohnya sendiri. Mereka beralasan bahwa penantian tujuh tahun untuk berhaji amat sayang jika diwakilkan. Selepas melontar jumroh beberapa jamaah sempat tersesat jalan dan terpisah dengan rombongan. Namun demikian semua anggota jamaah dapat kembali setelah dilakukan pencarian.

Selepas melontarkan jumroh, jamaah terbagi menjadi dua bagan, ada yang kembali ke tenda maktab, ada yang ke penginapan. Hal itu dilakukan karena jarak hotel lebih dekat dari jamarot dibandingkan dengan kembali ke tenda.

Sementara itu, jarak antara pemondokan jemaah haji Banyuwangi di mina menuju jamarat lumayan jauh, yakni sekitar 6 kilometer atau 12 kilometer pulang pergi (PP) untuk sekali melempar jumrah.

Namun demikian, semangat jamaah untuk melakukan rangkaian ritual haji masih menyala karena penantian bertahun-tahun untuk melaksanakan rukun haji. “Untuk lempar Jumrah pertama yaitu aqobah akan dilaksanakan Minggu malam, menunggu jam yang sepi,” tandas salah seorang jamaah haji dan KBIH Sabilillah, Susi Yurida Irawati. (radar)